Chapter 15

25 6 2
                                    

Heyhoo....👻👻




















Dania khawatir, 10 menit lagi lonceng masuk akan berbunyi. Tapi Ray tak kunjung datang. Tanpa basa-basi ia langsung berteriak saat melihat Rivaldi dan temennya melintas didepan kelasnya. Ia tak peduli jika teman-temannya menatap aneh bahkan tajam padanya.

"Kenapa Dan?" Ranya Rivaldi.

"Ray gak masuk ya ba... Kak?" Tanyanya pelan.

"Ah,, iya. Dia gak bisa masuk dulu semalam demam. Tadi udah bilang sama wali kelasnya juga kok"

"Ah,, iya . Makasih infonya ba.. Kak" Dania gugup. Ia terbiasa mendengar Ray memanggil Rivaldi dengan sebutan abang jadi ia terbawa-bawa.

Rivaldi tersenyum, membuat siswi yang melihatnya menjerit. "Panggil abang aja gak papa. Yaudah gue ke kelas dulu yah"

"Ah,, iya bang." Setelah kepergian Rivaldi, Dania merasa  sekelilingnya mencekam. Benar saja beberapa siswi memandangnya sinis . Ini baru mengobrol tapi tatapan mereka seperti ingin memakannya hidup-hidup. Kini ia paham kenapa Ray menyembunyikan hal ini, ternyata siswi disini banyak yang belum jinak.

°°°

"Dia tau kalo lo Abangnya Ray?" Tanya Adnan. Tentu saja heran saat ada yang bertanya tentang Ray pada Rivaldi. Hanya teman lama dan SMP nya saja yang tau.

"Sahabatnya Ray. Ray yang cerita sendiri." Adnan hanya ber-Oh ria sambil menganggukan kepala.

Mereka pun melanjutkan tugas mereka yang memeriksa penjuru sekolah agar tidak ada siswa yang membolos di pelajaran pertama.

"Ray abang pulang" teriak Rivaldi saat membuka pintu .

"Gak usah teriak bang ini rumah bukan hutan" jawab Ray yang sedang berbaring di sofa ruang tamu. Rivaldi cengengesan ia pikir Ray ada dikamarnya.

Ray terkejut saat Adnan duduk dikursi depannya. Ia langsung bangun  dan menggaruk kepalanya "Eh,, Kak Adnan" Adnan tersenyum. "Gamana Ray udah baikan? Kata Rivaldi kamu sakit"

"Baik kak, Ray cuma magh aja bang Riv aja yang lebay sampe Ray gak baleh masuk sekolah" Adnan terkekeh, sikap temannya itu sungguh over. Tapi ia juga tak bisa mengalahkannya mungkin jika ia ada di posisi Rivaldi ia juga akan melakukan hal yang sama.

"Bang Riv mana Kak? Tadikan teriak-teriak sekarang hilang?"

"Kedapur kayaknya ambil makanan. Kamu udah makan Ray?" Tenanglah Adnan tak ada niatan apapun, dulu memang ia sempat menaruh hati. Tapi itu dulu, ingat ya DULU, sekarang ia sudah menganggap Ray sebagai adiknya. Toh ia tau Ray takkan mudah move on dari mendiang sahabatnya.

"Udah Kak tadi siang bang Haris datang kesini. Ray pusing punya abang overprotektif semua" keluh Ray.

"Itu artinya kita sayang banget sama Ray" samber Rivaldi yang datang sambil membawa makanan dan minuman. " Udah sana kamu ke kamar istirahat, tidur. Jangan main hp mulu lagi sakit juga. Abang mau ngerjain tugas dulu. Nanti kita makan malem bareng di luar."

Sebelum berlalu Ray menghentakkan kakinya pertanda ia kesal. Lagian apa apan abangnya itu mengusir dirinya. Kurang asem memang, pake menyalahkan dirinya yang sering memainkan hp padahalkan sakit magh sama main hp gak ada hubungannya.

Ray sudah siap, tadi Rivaldi menyuruhnya karena akan makan malam diluar. Oh iya Adnan juga ikut memang ia berniat untuk menginap disini, untuk mengerjakan tugas mereka yang belum selesai.

Rivaldi menghela nafasnya entah untuk yang keberapa kali. Sahabat dan adiknya memang keterlaluan ia di biarkan duduk didepan seorang diri sesangkan mereka dibelakang bercanda ria. Sudah dikacangin dijadikan supir pula.

RaySita / (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang