"Ray gak usah ikut upacara yah" bujuk Rivaldi lagi.
"Bang C'mon kita udah ngomongin ini dari rumah sampai sekarang nyampe disekolah. Lagian upacara cuma berdiri aja bukan lari, sebelum-sebelumnya Ray ikut upacara juga gak papa" Ray merasa aneh akhir - akhir ini abangnya sangat overprotektif.
Rivaldi mengembuskan nafasnya "Yasudah tapi merasa gak enak badan atau cape langsung panggil PMR yah" Ia mengalah lagi. Sebetulnya ia takut ini tahun ketiga dimana dulu pernah terjadi hal mengerikan dan ia takut Ray...
"Bang? Gak turun? Ketos kok malah diem aja disini. Itu anggota yang lain lagi siapin buat upacara, urusin barisan dan lainnya ini ketuanya mandeg dimobil" Ray menggelengkan kepalanya ada apa dengan abangnya ini tak biasanya dia gak fokus begini.
"Hah? Hmm iya kamu keluar aja duluan" sahut Rivaldi saat tersadar dari lamunannya.
"Yaudah Ray duluan yah, bye" Rivaldi tersenyum , merapikan baju dan Jas Osisnya ia harus siap menghadapi apapun dan akan mempertahankan sesuatu yang ia anggap mutlak untuk dimiliki.
°°°
"Ray makan yuk" ajak Dania yang dibalas anggukan oleh Ray.
"Fania gak ikut lagi?" Tanya Ray beberapa hari kebelakang tepatnya setelah obrolan mengenai Keenan Fania jarang bergabung dengan kita berdua walau masih saling sapa dan mengobrol dikelas tapi Ray merasa ada yang berbeda. Entah mungkin itu hanya perasaannya saja.
"Katanya mau nemenin si Amy kasian dia sendiri mulu" Ray hanya mengangguk.
"Kayak biasa kan Ray?" Tanya Dania
"Nggak Dan, hari ini gue mau bakso sama kentang goreng" entah Ray sudah lama tak menikmati makanan itu sesekali gak papa kan?
"Serius lo?" Dania meyakinkan pasalnya ia tau Ray sangat ketat dalam hal makanan.
"Iya lo pesen bakso gue yang pesen kentang sama minumnya yah." Putus Ray yang diangguki oleh Dania.
"Ray gak papa?" Saat ini mereka sudah duduk menikmati makanannya.
"Lu udah tanya itu berapa kali coba? Sans aja..." Kata-kata Ray terpotong karna ada seseorang yang duduk disebelahnya. "Ada perlu apa ya?" Tanyanya to the point sebenernya ia masih malas karna teringat kejadian kemarin.
Alvin menyimpan dompet berwarna ungu di depan Ray yang langsung diambil sang pemilik "Ya ampun dompet gue.. btw lu nemu dimana?" Tanyanya penasaran.
"Bukan nemu, lu aja yang ninggalin ni dompet di meja Rumah Makan kemarin" jawab Alvian sarkas
"Yeee santai dong namanya juga lupa. Tapi thanks udah bantu nyimpenin" ucap Ray dengan senyum yang tak pupus dari wajahnya .
"Makasih aja nih. Itu barang penting loh kalo gue mau udah gue buang atau gue manfaatin buat hal lain." Sepertinya ia punya rencana
Seketika raut bahagia Ray berubah "ishh,, pamrih banget si lu. Lu mau berapa?"
Alvian terkekeh "gue gak butuh uang lo, gue butuh waktu lo"
Ray merasa bingung dengan pernyataan Alvian " to the point" tegas Ray
"Temenin gue keluar seharian nanti waktunya gue yang nentuin. Lo harus mau saat gue ajak" putusnya.
"Ya gak bisa gitu dong, jalan sama lo? Ogah gue" 'apa-apaan ini orang baru juga kenal udah ngelunjak gini. Gue kira lebih baik dari Keenan nyatanya lebih freak lagi' tambah Ray dalam hati.
"Lo gak tau terimakasih yah jadi orang udah untung gue balikin. Harusnya kemarin tuh gue.." belum selesai bicara Ray sudah memotongnya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RaySita / (Hiatus)
Подростковая литератураSekedar cerita tentang perasaan, persahabatan dan pengorbanan.