Chapter 3

27 7 0
                                    

Tak terasa sudah weekend, Ray sedang menjalankan aksi ngambeknya pada sang kakak karna sering meninggalkan Ia disekolah beberapa hari kebelakang. Bahkan Ia beberapa kali harus berangkat menggunakan transportasi umum dan beberapakali hampir terlambat masuk kelas. Hari ini Rivaldi Vivaldi Atmadja yang sering di panggil Aldi sedangkan Ray lebih suka memanggilnya Bang Riv itu sedang membujuk sang adik yang tak mau berbicara dengannya.

Aldi duduk disamping Ray yang sedang menutup dirinya dengan selimut. "Ray,, maafin abang dong, udah berapa hari coba? Jangan ngambek terus, abang janji gak bakalan gitu lagi. Maafin abang Ray,please.!!" Aldi mencoba membujuk adiknya terus, Ray tersenyum dibawah selimutnya.

Sebetulnya dia sudah tidak marah lagi dengan abangnya itu tapi dia merasa terhibur saja melihat Aldi yang uring-uringan untuk meminta maaf. "Abang janji kalo Ray maafin abang, abang mau nurutin  kemauan Ray weekend ini."

Ray langsung membuka selimutnya dan duduk bersila. "Betulan bang? Abang jangan bohong lagi. Abang harus nurutin semua kemauan Ray besok." Aldi hanya mengangguk pasrah menuruti kemauan adiknya itu. "Besok abang siap-siap kita berangkat pukul 9. Yaudah sana Ray mau tidur dulu".

Aldi mendengus kasar dan berjalan keluar kamar Ray "isshh,, untung sayang" gumamnya sambil menutup pintu.

°°°

Pukul 9 tepat Ray keluar kamarnya dan mencari sang abang. "Bang Riv, Ray udah siap Bang Riv dimana?" Teriak Ray seteleh mengecek kamar abangnya yang kosong.

"Abang udah di bawah Ray, sini sarapan dulu" Ray berlari menuruni tangga untuk menghampiri sang abang.

Setelah sarapan, Ray dan Aldi berpamitan dengan Bi Asih asisten rumah tangga yang sudah dianggap seperti orang tua sendiri.

Diperjalan Ray menyuruh Aldi untuk berhenti sebentar di toko bunga dan melanjutkan perjalan menuju pemakaman umum. Ray menghela nafas dikala ia sampai di tempat ini.

Tempat di mana ia harus ikhlas melepaskan kepergian semua orang yang dia sayang.

Ray menaburkan bunga di pusaran  kedua orang tuanya. Yang meninggal karna kecelakaan pesawat saat Ia di sekolah dasar. 

"Ray kangen kalian. Ray rindu bercanda sama papa. Ray rindu sama masakan mama." Ray menghirup nafas dalam-dalam sesaat merasa pasokan udara di paru-parunya kian menipis.

Aldi yang melihat bahwa Ray akan menangis langsung memeluknya. Ia harus menjadi kuat dihadapan Ray, ia harus menjadi sandaran adiknya sekaligus pengganti sosok kedua orang tuanya. Aldi tau itu tak mungkin tapi setidaknya ia selalu ada ketika sang adik membutuhkannya.

"Maafin Ray yang belum bisa membanggakan kalian. Ray.." Ray tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia merasa suaranya seakan terhimpit di tenggorokan, dadanya sesak seakaan masih belum menerima takdir yang di gariskan. Aldi menatap sedih adiknya, ia tau apa yang di rasakan Ray. Dulu ia pun merasa marah dan tak terima dengan takdir yang di gariskan untuknya. Tapi seiring berjalannya waktu ia sadar ada Ray disampingnya adik semata wayangnya, jika ia terus begini siapa yang akan menjaga Ray dia tak mau kehilang lagi, dia harus menjaga adiknya apapun yang akan terjadi nanti.

"Sudah Ray, mereka bangga sama Ray. Jangan bicara kayak gitu lagi yah. Ray jangan sedih dan nangis lagi nanti papa sama mama juga jadi sedih liat Ray kayak gini. Udah ya, ada Abang disini walau Abang gak bisa jadi papa bahkan mama tapi Abang akan berusaha untuk selalu ada buat Ray" Ray semakin memperdalam pelukannya.

"Bang Riv gak perlu jadi papa atau mama. Tetep jadi Abangnya Ray yang seperti ini. Ray bahagia punya bang Riv, jangan tinggalin Ray bang. Ray sayang Abang" Ray menangis sejadinya.

Aldi pun membiarkan adiknya menangis ia tak peduli jika sekarang bajunya basah karna air mata Ray. "Abang juga sayang sama Ray. Yaudah sekarang kita berdo'a dulu" .

Setelah berdo'a dan berpamitan . Ray berjalan ke salah satu pusaran lagi dan duduk disana. Masih di temani sang abang Ray menaruh satu buket mawar putih. Setelah berdo'a ia melirik nisan dan menghela nafas beratnya.

"Hai Irash, lo bahagia disana kan? Gue kangen tau. Lo tenang aja , sesuai dengan permintaan lo, gue selalu menjaga hati lo dengan sebaik mungkin. Lo gak akan terganti irash, gue sayang sama lo. Yaudah gue pamit, Bang Riv lagi baik nih dia mau gue ajak jalan-jalan. Nanti pasti gue kesini lagi." Rival berdiri di samping Ray yang terus berbicara seolah-olah lawan bicaranya ada di hadapannya.

'lo beruntung Ad bisa di cintai sama Ray bahkan setelah tiga tahun kepergian lo. Terimakasih buat semuanya Ad. Gue bersyukur Ray pernah kenal sama orang kayak lo. Semoga Ray bisa mendapatkan kebahagiaannya, lo juga pasti berfikiran sama kayak gue kan' Rivaldi tersentak saat Ray memegang tangannya.

"Ayo bang" Ray berjalan duluan meninggalkan are pemakaman. Rivaldi yang seakan baru tersadar dari keterkejutannya langsung menyamakan langkahnya dengan Ray, yang sebelumnya melirik kembali batu nisan tersebut.

Adnan Irsyadi
Lahir : 30 Oktober 1999
Wafat : 15 Agustus 2013










Tbc

Seperti biasa beritahu aku kalo ada kesalahan...

Terimakasih sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini...

RaySita / (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang