Chapter 16

26 6 10
                                    

Hula...

Cuma mau bilang




Besok...

















Senin wkwkwkw😂😂






•••••••••••••💭&⭐•••••••••••••

Sabtu ini Ray akan keluar bersama Diva, tentu saja ia juga mengajak Dania tetapi Dania tak bisa ikut karena ia harus menjaga adiknya yang sendirian di rumah.

Mengajak Diva pun harus penuh paksaan, kalian taulah Diva kan ekornya si Keenan apalagi dia juga OSIS. Tapi setelah beberapa kali dibujuk bersama Dania tentunya akhirnya ia mau juga.

"Udah gak usah sedih, Adnan kan gak suka liat lo nangis gini." Ucap Diva yang tengah menyetir mobil, sekarang mereka tengah di perjalan menuju taman setelah mengunjungi makam Irash a.k.a Adnan Irsyadi.

Sebenarnya salah Diva juga yang mengajak Ray kesana. Tapi ia juga ingin mengunjungi Adnan setelah dua tahun lebih lamanya. Adnan adalah orang yang pernah berjasa di hidupnya walau mereka tak terlalu dekat tapi Adnan selalu membantu kala ia membutuhkan.

"Udah sampe, ayo turun," Ray menghapus air matanya dan menghela nafasnya "Lo duduk aja duluan gue beli minuman dulu" Diva kembali berucap yang lagi-lagi hanya dibalas anggukan dari Ray.

Ray melihat sekeliling mencari bangku yang kosong, karna ini weekend orang-orang yang datang pun lebih banyak dari biasanya. Dirasa tak ada kursi yang kosong akhirnya ia memilih duduk dibawah pohon yang rindang .

Tiba-tiba ada dua anak kecil yang berlarian di depannya sambil tertawa lepas. Ray ikut tersenyum melihatnya, ia seperti melihat dirinya dulu. Irash selalu menjailinya, karna kesal Ray pun ingin membalas tapi Irash malah berlari dan berakhirlah mereka main kejar-kejaran. Sungguh itu moment yang sangat indah, karna sekarang ia tak bisa mengulangnya.

Ray itu pendiem dulunya tapi entah kenapa Irash selalu saja bisa membuat Ray banyak bicara, entah itu mengomel atau menceritakan semua hal yang ia alami. Irash adalah sahabat pertama yang Ray miliki, berkenalan karna rumah mereka yang bersampingan. Tapi sayang persahabatan mereka berakhir tragis. Ray tersenyum kecut , kenapa takdir tak pernah berpihak padanya.

"Ngelamun terusss sampe gue jadi presiden" Ray tersentak saat Diva berbicara, lebih tepatnya berteriak di sampingnya.

"Buset, gak pake teriak berapa sih? budeg gue lama-lama."

Diva kekeh "nih minumnya, lagian gue nyari lu sampe muter-muter gak ada. Tau malah bersarang di bawah pohon gini."

"Bersarang ya kali! Lo pikir gue burung apa!"

"Bukan burung tapi,, mbak kun.."

"Mulut lo minta di gunting. Nanti balik di ikutin baru tau rasa lo!"

"Ish, lu mah bercanda gue. Jangan bikin parno napa"

Ray terdiam, ia memilih untuk minum dari pada berdebat dengan cowok bermulut lemes kaya Diva. Gak akan ada ujungnya.

"Ray, kalo boleh tau Adnan meninggal karna apa? Tapi kalo lo gak mau jawab juga gak papa. Gue paham lo masih sedih." Diva sebenarnya tak mau bertanya hal ini tapi dia juga penasaran. Ia pernah mendengar dari teman-teman jika Adnan meninggal karna tertabrak mobil.

"Karna gue" jawab Ray matanya memandang kosong ke arah depan. Diva memandang Ray pertanda ia meminta penjelasan lebih.

"Tiga tahun lalu. Seperti biasa setiap weekend kita selalu pergi ke danau dekat sekolah. Saat Irash membeli minum gue mutusin untuk pergi duluan. Gue udah yakin kalau jalanan kosong. Tapi pas gue mau nyebrang tiba-tiba dari sebelah kanan ada mobil yang datang dan dalam kecepatan tinggi. Karna panik gue sampe gak bisa mikir, mau angkat kaki aja rasanya berat banget. Sampai tiba-tiba ada yang meluk gue dan gue tau itu Irash. Mungkin niat awalnya dia mau bawa gue lari tapi gak sempat , malah kita berdua yang tertabrak." Ray menghela nafas menguatkan hatinya.

RaySita / (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang