Happy reading.....
Istirahat kali ini Ray memilih untuk memakan bekalnya di taman belakang sekolah. Duduk di bawah pohon rindang. Jangan khawatirkan Dania ia sudah punya Diva sebagai ajudan, jadi kalian santai saja.
Ray hanya sedang ingin sendiri. Ia hanya sedang merasa lelah saja dengan kehidupannya. Walau telah selesai menghabiskan makanan ia lebih memilih untuk tetap berdiam disana, toh setelah ini kelas di bebaskan karna guru sedang ada rapat tahunan.
Ray melamun, bukan ia berpikir. Sampai kapan ia harus bergantung dengan obat-obatan bodohnya ini. Melepas maskernya saat keluar. Makan makanan sepuasnya tanpa ada pantangan.
"Huh.. mikir apa si gue. Udah syukur gue masih hidup sekarang." Ia berusaha menyangkal keluhannya sendiri.
"Irash gimana kabarnya yah sekarang? Coba sekarang dia ada disini udah jadi cowok populer kali ngalahin bang Riv." Ray membuka foto dirinya bersama Irash di handphonenya. "Ray kangen. Gak ada malaikat pelindung pecicilannya Ray." Ray tersenyum tapi dengan bersamaan air matanya pun ikut turun.
" Maafin Ray yang masih sering nangis. Walau Irash ngomong ini bukan salah Ray tapi pada kenyataannya Ray yang maksa Irash pergi keluar" tangisan yang sirat akan rasa penyesalan itu kiat menguat. Menyesakkan.
"Lo kenapa nangis disini?" Ray mendongak mendengar suara yang terasa familiar di pendengarannya.
"Gue kira penunggu pohon ini yang nangis. " Tambah orang itu dengan kekehhannya. "Lo tambah jelek kalo nangis tau"
"Gue lagi males ribut Kee" ucap Ray malas.
"Siapa juga yang ngajak ribut Ray. Gue datang dengan damai ini" Keenan ikut mendudukan dirinya di samping Ray.
"Kenapa si nangis mulu. Mana Ray yang kuat, cuek, dan barbar. Kok jadi cengeng gini si"
"Lo kalo ngomong, kesannya gue tuh bad girl banget yah. Lagian lo tau apa tentang gue? Jangan asal ngejudge aja"
"Gue tau semuanya. Apa sih yang gak gue tau tentang lo?" Ucap Keenan mengedipkan sebelah matanya.
Ray melempari Keenan dengan rerumputan. "Gembel lo" Ray tersenyum simpul.
"Gue anak orang kayak loh bukan gembel. Mau main ke perusahaan keluarga gue?" Ray memutar bola matanya. Keenan dengan segala kenarsisannya.
Hening.....
"Kee, lo pernah merasa kehilangan sesuatu yang berharga?" Tanya Ray memecah keheningan mereka sebelumnya.
"Pernah, bahkan sepertinya sekarang pun gue akan merasakannya lagi"
"Gue rasa hidup gue isinya hanya tentang ditinggalkan dan penyesalan." Curhat Ray, entah mengapa ia merasa Keenan ini bisa di ajak berbicara untuk saat ini.
"Kehidupan itu, tentang ditinggalkan atau meninggalkan. Hanya tinggal kitanya saja mengikhlaskan atau memperjuangkan. Penyesalan itu bukan pilihan walau pasti kita merasakannya. Gue sudah sering di tinggalkan dan gue tau akhirnya gue pun akan ditinggalkan. Entah memang karna keadaan atau kebencian. Tapi hati gue gak mau mundur, gue akan terus berjuang walau tak pernah dilihat walau sebentar. Gue tau gue egois tapi dengan diam pun bukannya menyembuhkan luka." Ucap Keenan. Ray tertegun dengan apa yang Keenan ucapkan. Ia hanya tau jika Keenan itu orang yang pecicilan, narsis dan berlaku seenaknya. Tapi ternyata dia salah, selama ini Keenan menyimpan luka yang mungkin lebih besar darinya.
"Tapi jika tau akan di tinggalkan kenapa gak mundur aja Kee. Lo gak kasian hati lo. Berdiam memang sakit tapi berjuang tanpa harapan jauh lebih menyakitkan."
"Meninggalkan." Pernyataan Keenan yang lebih terdengar seperti pertanyaan. "Gue gak bisa. Gue gak mau" tambahnya.
"Kenapa?" Tanya Ray penasaran.
"Jadi menurut lo gue harus meninggalkan?" Tanya balik Keenan. Yang diangguki oleh Ray.
"Gue gak mungkin melepaskan lo" ucap Keenan lirih. Keenan bangkit membersihkan celananya. "Gua pamit mau, ada kumpul OSIS" Keenan pergi meninggalkan Ray yang masih termenung memikirkan ucapannya.
"Apa yang Keenan katakan tadi?" Ray bergumam "Salah denger kali gue" tambahnya.
°°°
Rivaldi sedang resah. Saat bel tanda pulang ia mengunjungi kelas Ray untuk menjemputnya tapi hanya ada tasnya saja. Dania sudah pulang pulang dengan Diva. Dan sialnya Rivaldi tidak punya nomor keduanya.
Saat akan menuju kantin Ia berpapasan dengan Keenan.
"Belum pulang bang?" Tanya Keenan.
"Masih ada keperluan. Lo sendiri?"
"Biasa nunggu si Alvian lagi eskul seni"
"Gue duluan yah" Rivaldi langsung meninggalkan Keenan tanpa mendengar jawaban Keenan. Keenan yang melihat Rivaldi gusar hanya tersenyum kecut. Keenan tau Rivaldi sedang mencari Ray.
Rivaldi sudah mengelilingi gedung sekolahnya. Bahkan ia sudah menelepon Ray beberapa puluh kali. Seakan tersadar Rivaldi menepuk keras jidatnya.
"Rivaldi bego gue kan bisa lacak lewat GPS. Aiihh cape-cape muterin satu sekolah" Rivaldi mengambil hp yang terdapat gambar apel digigitnya itu. Mencari keberadaan Ray, dan ya dapat dia masih disekitar sini.
Rivaldi menghela nafasnya, menghampiri Ray yang sedang tertidur damai dibawah pohon. Kesal memang tapi rasa leganya lebih mendominasi. Ia kesal juga karna khawatir, tapi melihat wajah damainya sang adik membuat luluh. Tanpa berniat untuk membangunkan, Rivaldi menggendong Ray dan membawa bekas makanannya.
Rivaldi langsung membawa Ray ke parkiran dimana mobilnya berada. Namun setelahnya ia bingung juga, bagaimana membuka pintu mobilnya tangannya tidak bisa menggapainya.
Tiba-tiba ada tangan yang terulur membuka pintu penumpang.Rivaldi memposisikan Ray untuk duduk dan memasang seatbelt agar tidak terjatuh.
"Thanks" ucap Rivaldi.
"Sama-sama. Ini tas Ray, tadi gue gak sengaja lewat depan kelas dan liat tasnya. Mau gue bawa balik tapi ternyata orang masih ada disekolah. Gue duluan. Bye bye abang ipar" ucap Alvian panjang lebar dan langsung ngacir meninggalkan Rivaldi menuju parkiran motor.
"Gak sudi gue punya ipar kayak lo. Tampang kek kuda lumping gitu. Jauh jauh lo" ucap Rivaldi setengah teriak. Dan samar-samar ia mendengar suara tawa lepas dari Alvian yang semakin menjauh.
°°°
"Beneran gila ini anak" ucap Keenan yang sudah duduk di atas motornya saat melihat Alvian yang tertawa lepas sambil berlari.
"Apa sih, orang lagi bahagia gini malah dikatain gila. Lo yang sarap" balas Alvian.
"Lagian kemarin-kemarin lo mewek kek orang patah hati sekarang ketawa-ketawa kek orang kesurupan gitu. Takut gue. Mau dibawa berobat gak?"
"Anjir lu, kalo ngomong gak pernah ada faedahnya. Lagian lo ngapain nunggu gue balik. Motor udah masing-masing juga."
"Kita mau jengukin mama bareng di RS. Katanya tadi masuk UGD lagi." Ucap Keenan. Alvian yang mendengar itu pun langsung berubah. Raut mukanya tak seceria tadi, tatapannya menajam.
"Dia bukan nyokap gue. Sana pergi aja sendiri gue ada urusan" Alvian langsung menancap gasnya. Meninggalkan Keenan yang masih bergeming.
"Sampai kapan Al?" lirih Keenan. Tatapannya sungguh tak terbaca antara marah, sedih, kecewa semua menjadi satu.
Tbc
Hola man teman...
Ada yang bisa tebak, ada apa dengan Keenan dan Alvian??
Don't forget
Vote & comment
⭐&💭
KAMU SEDANG MEMBACA
RaySita / (Hiatus)
Ficção AdolescenteSekedar cerita tentang perasaan, persahabatan dan pengorbanan.