13

1.7K 96 0
                                    

"Perjuangan tak akan pernah mengecewakan hasil, sekalipun kamu harus melewat badai ataupun jalanan terjang"
-Gentara-

***

Sudah terhitung 1 minggu Genta tak henti datang ke kediaman Riza, tapi yang ia dapatkan selalu sama yaitu penolakan dan pengusiran. Tapi ia tak menyerah dan selalu mencoba untuk berbicara baik-baik. Pasalnya saat kemarin Genta mulai jengah, ia berbicara pada Lesta untuk menikahinya tanpa restu orang tua, bukan hal baik tapi malah hal buruk yang terjadi kondisi nya ngedrop efek memikirkan perihal orang tuanya yang masih enggan untuk berbicara ataupun bertemu. Sumpah Genta mulai bingung dengan situasi saat ini, benar-benar ia ingin dilempar ke pluto saat ini juga rasanya.

Sore di hari rabu yang mendung , Genta datang kembali ke kediaman Riza. Berdiri di depan pintu coklat yang menjulang,mengetuknya sopan dan terus mengucapkan salam meski tak ada sautan dari dalam padahal ia tau kedua orang tua Lesta dan para asisten rumah tangga ada di dalam.

Tok tok tok

Assalamualaikum, bu, pa.

Tok tok tok
Tok tok tok

Entah sudah yang ke berapa kali Genta mengetuk pintu dan mengucapkan salam hari itu sampai tak sadar jam sudah menunjukan pukul 19.33.
Ingin menyerah dan pulang, tapi ia tak bisa mengingat kondisi Lesta saat ini. Sampai.

Krek krek krek. Suara kunci berputar 3 kali dan pintu dibuka oleh salah seorang asisten rumah tangga yang kalo ga salah bi mar nama nya. Ia dipersilahkan masuk dan ditunggu di ruang tengah oleh Riza dan Adhisti, ya itu lah yang bi mar katakan pada nya. Berjalan pelan-pelan masuk tak lupa mengucapkan salam, ia melihat 2 orang paruh baya duduk disofa dengan mata menatap tajam pada nya. Tidak, tidak mereka berdua hanya Riza saja yang menatap tajam sedangkan Adhisti menatapnya sedikit iba namun tersenyum lembut walau sangat kecil tapi Genya bisa melihatnya. Dengan sopan Genta menghampiri keduanya menyalimi tangan mereka sopan. Dan duduk di sofa single depan mereka.

"Belum menyerah huh?!" Ucap Riza sarkas pada Genta sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

"Ada hal yang harus saya bicarakan dengan anda" jawab Genta sopan. Meski dalam hati ia banyak mengumpat dan mencoba menyabarkan hati nya.

"Apa yang harus dibicarakan? Memohon minta restu? Bukan kah kamu sendiri yang bilang tidak memerlukan restu saya?"

"Iya ingin nya saya begitu, tapi beda dengan anak anda. Ia ingin menikah dengan restu kalian berdua"

"Untuk apa restu kami? Nikahi saja, dia sudah bukan anak saya"

"Tapi ikatan darah tak bisa diputuskan begitu saja. Ga ada yang namanya mantan anak ataupun mantan orang tua. Saya kesini karna keinginan putri anda. Putri anda yang meminta saya bicara baik-baik dengan anda"

"Tapi dia sudah kur--"

"Dia tidak pernah kurang ajar kepada om atau pun tante, tapi dia memilih jalan yang ia pilih sesuai kata hati. Pada nyatanya ia tau meski om bilang jika ia hamil anak saya anda akan menerima pertanggung jawaban saya, tapi om akan tetap menolak pertanggung jawaban saya dengan alasan om bisa megurus nya. Saya tau om meyayanginya, sangat dan saat pertama kali nya ia mencoba memilih jalan yang tidak sesuai dengan keinginan anda, anda kecewa. Saya tau setiap hari om dan tante memantau Lesta di kampus sampai kemarin pun saya tau jika om dan tante melihat interaksi saya dan Lesta di ruang inap melalu kaca bukan??"

Hening. Riza tak ada niatan untuk menjawab karna yang diucapkan Genta membuat nya skakmat. Tentang ia yang memantau dan selalu memerhatikan Lesta benar ada nya, hanya saja Lesta tidak sadar dan malah Genta yang menyadari gerak gerik nya. Bagaimanapun jiwa orang tua mereka tak luput hilang, karna Lesta anak mereka meski mereka kecewa mereka tak ingin terjadi hal-hal buruk pada anaknya itu yang saat ini tak ada disamping mereka.

True Love??!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang