Chapter 1: Tak Ku Sangka

202 7 0
                                    

Malam hari, tepat jam 11 malam. Keadaan jalan tol Inner Ring Road kota Jakarta cukup sepi dibandingkan dengan hari-hari biasa, dimana dipenuhi dengan kemacetan. Memang meliat jalan tol sepi terasa tergoda untuk ngebut. Dan itulah yang dilakukan Beni dengan kawan-kawannya. Beni mengemudikan Honda Civic 1.5 Turbo Hatchback. Mereka berempat di dalam mobil dengan teman-temannya Renus, Liva, dan Zera. Renus sendiri juga hobi mobil.

"Lu sejauh ini pernah ngebut ampe berapa ?" tanya Renus
"Paling bantar juga 180a kph" ujar Beni
"Sepi nih, geber aja"
"Sans. Ini abis gw pasang muffler custom ama velg ori BBS. Gw jamin bisa lari lebih kenceng lagi"
"Gasken!"

Beni pun menggeber Civic nya. Jalan tol yang sepi membuat nyali ngebutnya keluar. Ia pun mengeluarkan semua kemampuan Civic nya.
"Wah 200 sih pasti bisa nih"
Liva dan Zera yang berduaan di belakang terasa asik terbawa adrenalin
"190 nyampe boss"

"Eh...belakang apaan tuh ?" tanya Renus dengan bimbang. Beni kemudian mengalihkan perhatiannya dari speedo nya ke kaca spion. Terlihat di belakang, sebuah mobil yang agak jarang terlihat. Peugeot 806 HDi, minivan asal Prancis dengan mesin turbo diesel membututi Civicnya Beni. Kemudian 806 tersebut melaju dengan kencang menyalip Civic.

"Anjir. Kok bisa??" Renus tampak bingung meliat mobil diesel kuno itu yang bisa menyalip Civic dengan kecepatan tinggi. "Bentar. Itu mobil kok kayaknya gak asing" sontak Liva. "Iya. Kayak punyanya Satrya" lanjut Zera. "Ah udah dibeli orang lain kali. Lagian juga Satrya sering cerita itu 806 nya suka banyak masalah. Ya kali bisa-bisanya lari sekenceng gini gada masalah." ujar Beni. "Tapi bisa aja, kan yang modif bapaknya. Pasti lebih handal" lanjut Renus. "Coba aja gw salip sini, kita liat siapa yang bisa lebih kenceng", adrenalin Beni terpacu.

"192...193...194..." Beni memperhatikan speedometernya
"Wes, samping-sampingan nih ama mobilnya" ujar Renus. "Liatin tuh dari kaca siapa yang nyetir" minta Beni. Kaca film yang terpasang di 806 itu sangat gelap sehingga tidak terlihat apa-apa. Beni pun melihat speedo nya. "Haha 200 pas nih". Civic nya pun terlihat lebih maju dna lebih cepat dari 806.

Tetapi......806 itu pun masuk gigi 5, dan RPM drop ke 4500 dan di gaspol lagi, kecepatannya juga bertambah. 204..205..206..207..208, naik terus kecepatannya. Alhasil, Civic nya Beni pun tertinggal jauh. Beni dan Renus tertinggal diam, melihat mobil diesel tua itu melaju lebih cepat dari mereka. "Itu mobil diapain anjay, kok bisa lari 200 lebih. Perasaan si Satrya cerita paling tinggi tuh mobil juga bisa 180an doang". "Dikasih ilmu dukun kali". "Dukun gigi lu !"

Setelah beberapa saat mereka pun keluar dari tol untuk ke kafe teman mereka di Kelapa Gading. "Jangan-jangan itu emang si Satrya kali. Kan udah agak lama kita ga pernah denger kabar dari dia sejak misah kuliah. Hampir 4 ato 5 tahun kali" ujar Renus. "Dia kuliah mana sih btw, gw lupa" tanya Zera. "Kalau gw ga salah denger, dia masuk Teknik Mesin ITB" ujar Liva. "Bisa jadi tuh makanya 806nya tadi kenceng banget" lanjut Beni. Kalau dibandingkan antara Civic nya Beni dengan 806 tadi, Civic Beni hanya modal ganti velg ori dan muffler custom. Belum di apa-apain settingan mesinnya, baru diganti air filternya doang. Civic nya pun dilengkapi transmisi CVT. Emang sih, CVT dan Turbo adalah kombinasi teraneh yang gak akan bekerja dengan baik, seperti pineapple pizza. Tapi dengan tenaga 171 HP mustinya sih bisa lari kencang. Sementara 806 nya Satrya dulunya modal velg gede, muffler custom, transmisi 5-speed manual, ECU yang di remap hingga 180 HP. Tapi perlu diingat bahwa ini mobil diesel sehingga beratnya pasti mendekati 2 ton.

"806 nya ini udah agak jarang kepakai sejak Satrya kuliah, sehingga kondisinya pasti agak rusak dikit, biarpun bapaknya yang ngurus, pasti ga keseluruhan. Apalagi Satrya sering cerita kalau kondisi ekonominya agak kacau. Dari rumor yang gw denger, katanya 806 nya dijual agar kuliahnya dia lancar" ujar Renus

Breaking The LimitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang