Chapter 23 : Encounter (2/3)

12 2 0
                                    

Di tengah-tengah makan siang keluarga Sisi bersama Satrya, bapaknya menanyakan sejumlah hal kepada Satrya, dari kondisi dia, keluarganya dia sendiri, bagaimana pekerjaannya, dan lain-lain. Satrya pun menjawab sejujurnya. Suasana serumah pun cukup ramai. Saking banyaknya pertanyaan yang dilontarkan orangtuanya Sisi, Satrya pun sedikit cape menjawabnya. Sisi pun berusaha membelanya dengan meminta orangtuanya berhenti bertanya sejenak.

Tapi Satrya justru merasa tidak apa-apa dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan. Justru suasana itu yang membuatnya kangen akan suasana rumahnya sendiri ketika ia masih tinggal sekeluarga.

Mungkin kalian bertanya kemana kah keluarganya Satrya sekarang ? Well, mereka masih ada. Dan masih tinggal serumah. Alasannya adalah karena Satrya memiliki adik perempuan yang bisa dibilang 'anak berkebutuhan khusus'. Atau bahasa kasarnya 'autis', sehingga itulah mengapa ibu dan bapaknya Satrya masih tinggal sekeluarga bersama adiknya untuk mengurusnya. Sementara Satrya tinggal seorang diri supaya bisa hidup mandiri.

Walau cukup jarang berkomunikasi, Satrya selalu mengusahakan dirinya untuk mampir ke rumah orangtuanya paling tidak sebulan sekali.

"Oh ya, neng. Hubungan kamu ama Satrya bagaimana ?" tanya bapaknya.

Satrya dan Sisi tiba-tiba berhenti mengunyah makanan mereka, dan perlahan-lahan saling menantap muka. Selama masa kuliah, permasalahan antara Satrya dan Sisi tidak pernah diceritakan ke siapa-siapa. Dari teman mereka sampai keluarga mereka masing-masing.

Satrya dan Sisi yang masih menatap muka sesama bingung mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. Akhirnya Sisi yang memutuskan untuk menjawab.

"Ba-baik kok pah. Gada apa-apa diantara kita. Yakan Sat ?" ujar Sisi menjawab dengan gugup sambil menyenggol Satrya cukup keras sampai ia hampir tersedak makanannya sendiri.
"Em yes, of course" jawab Satrya lantang.

Adik-adik Sisi, Brigita dan Elsa, adiknya yang termuda, pun sedikit tertawa di meja makan, diikuti ibu mereka.

Beberapa saat setelah makan siang selesai, Satrya menetap di rumah Sisi untuk beberapa saat, karena ia merasa akan kurang sopan jika ia langsung pamit pulang. Selama berada di rumah Sisi beberapa saat, Satrya kadang ditunjukan beberapa prestasi dan hasil karya milik Sisi dan adik-adiknya oleh Brigita. Secara umum, Satrya memuji hasil karya mereka.

Ketika melihat karya personal milik Sisi, Satrya mengalami flashback sesaat, mengingat masa-masa SMP nya bersama Sisi. Kebetulan mereka berdua mengambil kelas Seni Rupa pada masa SMP. Hal itu membuat Satrya semakin kangen akan masa-masa indahnya bersama Sisi. Perlahan-lahan rasa cinta antara Satrya dan Sisi mulai tumbuh kembali. Tapi mereka ragu apa mereka layak kembali menjalankan hubungannya ?


Menjelang sore hari, Satrya pun memutuskan untuk kembali ke BSD. Ia kemudian berpamitan dengan orang tua Sisi dan kedua adiknya. Satrya dan Sisi kemudian beranjak keluar ke halaman depan rumahnya. Waktu menunjukan sekitar pukul 5. Langit oranye menyelimuti kawasan Pulomas. Satrya dan Sisi pun menghabis sedikit waktu di luar.

"Masakan mama lu enak juga" ujar Satrya
"Oh iya dong" balas Sisi
"Lu enak yah, siang malam pasti bisa dimasakin"
"Emang lu ga Sat ?"
"Gimana ya. Rumah gw dulu ga seenak rumah lu. Dapurnya gampang, air ngalir ke wastafel dalam. Kalau gw, gimana ya bilangnya, susah. Makanya paling jarang masak. Sekalinya masak pun itu juga bapak gw yang masak."

Sisi terdiam sejenak setelah mendengar cerita singkat Satrya.

"Um kalau lu di rumah sendiri gimana ?"
"Ya paling beli"
"Ga masak lu ?"
"Im an engineer dammit, not a chef"
"Hahahahah ya siapa tau. Kalau bapaknya bisa masak, kenapa anaknya tidak bisa ? Hayoo"
"Mmmmm serah lu"
"Hihihi"

Breaking The LimitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang