Part 3

1.8K 170 1
                                    

Seperti biasa, didepan gerbang sekolah sudah ada Max, Gio, Nina, dan Chika yang menunggu Yuki dan Stefan. Mereka asyik bercerita dan tertawa sampai seseorang turun dari sebuah motor sport berwarna merah. Gio dan lainnya tercengang melihat siapa yang datang. Yuki tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Al, karena dia sudah mengantar dirinya ke sekolah. Lalu dimana Stefan? 
Di jalanan, Stefan beruntung hari ini karena mobil yang hampir menabraknya dapat mengerem tepat waktu. Sehingga sesuatu yang buruk tidak terjadi pada Stefan. Stefan ditolong orang-orang yang melihatnya. 
Kembali ke sekolah. Yuki tersenyum ke arah teman-temannya. Ada yang aneh, mereka tidak melihat Stefan bersama Yuki. 


"Dimana Stefan?" tanya Gio. 


"Tadi gue nungguin dia, tapi Al udah jemput duluan. Ngga enak kan gue nolak," jelas Yuki.

Gio dan Max saling berpandangan. Lalu mereka menatap Yuki menyelidik. Seperti ada sesuatu. Karena Yuki tidak henti-hentinya menunjukkan senyum bahagianya. 


"Ada apa, Ki. Kayaknya lo bahagia banget," tanya Chika. 


"Iya. Trus, cowok tadi siapa, Ki?" tanya Nina. Yuki tersenyum kecil. 


"Namanya Al. Gue kenalan sama dia ditaman waktu gue hunting gambar," jelas Yuki. 


"Dan lo ninggalin Stefan demi cowok yang baru lo kenal," ujar Gio.

Terlihat raut wajah kesal bercampur gelisah diwajah Gio. Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang terjadi pada Stefan. Mendengar perkataan Gio membuat raut wajah Yuki berubah seketika. 
Kembali ke Stefan. Ia berusaha berjalan mengambil sepedanya. Stefan menatap miris sepedanya. Hancur. Ban depannya sedikit bengkok dan rantai sepeda putus. Stefan menghela napas. 


"Maaf, sebaiknya kamu ke rumah sakit untuk memeriksakan luka kamu," ujar seorang wanita paruh baya.

Stefan menggeleng pelan. Stefan memandangi lengan kanannya yang berdarah serta baju dan celananya yang kotor dan berantakan. Lalu ia melihat jam di pergelangan tangannya. Ia benar-benar sudah terlambat. Yuki pasti marah lagi karena ia datang terlambat. 


"Tidak, saya harus buru-buru pergi ke sekolah," ujar Stefan seraya mengiring sepedanya. Ia tidak mungkin naik taksi atau bus. Karena ia harus menjemput Yuki dirumah. 


Disekolah, Gio dan Max merasa kesal pada Yuki. Tega-teganya ia meninggalkan Stefan dan berangkat diantar oleh orang lain ke sekolah. 


"Kalo Stefan nyusul kerumah lo,gimana?" tanya Max. 


"Eng..." Yuki bingung harus menjawab apa. Ia tahu, ia salah. 


"Lo emang ngga pernah mikirin perasaan Stefan, Ki." ujar Gio.

Yuki semakin terpojok. Ia bersalah. Apalagi ia tidak memberitahu Stefan sebelumnya. Sehingga lelaki itu kini sudah sampai di depan pagar rumah Yuki. Stefan jalan tertatih. Merasa lelah dan menahan sakit. Kriingg... Kriingg... Pak Supri segera keluar saat mendengar klakson sepeda Stefan. 


"Waduh, den. Non Yuki udah berangkat dari tadi." ujar Pak Supri sambil membuka pagar. 


"Udah berangkat? Dengan siapa?" tanya Stefan khawatir. 


"Dengan temen cowoknya, den." jawab Pak Supri. 


"Gio atau Max?" tanya Stefan lagi. Ia penasaran. 


"Saya ngga kenal, den. Orang itu baru kemarindan hari ini datang kemari," jawab Pak Supri. Sejenak Mata Pak Supri memandang tubuh Stefan yang ada luka serta pakaiannya yang berantakan dan sedikit kotor. 

"Den Stefan kenapa?" tanya Pak Supri penasaran. 


"Tadi ada kecelakaan sedikit. Ya udah, Pak, saya berangkat dulu," ujar Stefan seraya pergi sambil mengiring sepedanya.

Pak Supri kasihan melihat Stefan. Stefan mengusap keringat diwajahnya. Ia melihat jam di tangannya. Ia sudah sangat terlambat. Apa boleh buat, namanya musibah tidak ada yang tahu kapan datangnya, semuanya terjadi dengan tiba-tiba. Di sekolah, Yuki dan lainnya juga merasa khawatir. Karena sampai sekarang Stefan belum juga datang. Meskipun sudah disuruh masuk kelas, mereka tetap berdiri didepan gerbang menunggu Stefan. Hampir setengah jam mereka berdiri menunggu Stefan. Akhirnya orang yang ditunggu datang juga. Dari kejauhan, mereka melihat Stefan berjalan tertatih sambil mengiring sepedanya. 


"Stefan kenapa?" tanya Nina cemas.

Yuki pun turut cemas, tapi rasa bersalah lebih besar ketimbang rasa cemas yang ia rasakan. Stefan berhenti di depan pagar. Wajahnya terlihat pucat. Lalu matanya menatap Yuki lekat. Dalam hati, Stefan mensyukuri kalau Yuki sudah tiba dengan selamat. Gio dengan segera membuka pintu pagar lalu membantu Stefan mengiring sepedanya masuk kedalam. 


"Stefan, lo kenapa? Kok berantakan kayak gini sih," ujar Nina penuh cemas. 


"Lo habis kecelakaan ya," tebak Chika. Semua mata memandang ke arah Chika. 


"Lain kali kasih tahu gue kalo lo berangkat duluan. Jadi gue perlu nyusul lo ke rumah. Buang-buang waktu gue," ujar Stefan pelan. Namun terdengar dingin. Terlihat ia sedang menahan rasa sakit ditangan kanannya. 


"Stefan, gue..." Yuki belum sempat melanjutkan kalimatnya, Stefan lalu melengos pergi tanpa memperdulikan Yuki dan lainnya. Mereka dapat melihat lengan Stefan yang berdarah. 


"Stefan..."panggil Gio lalu berlari menyusul Stefan. Yuki, Max, Nina, dan Chika pun ikut menyusul Stefan dan Gio. 


"Lengan berdarah,lo baik-baik aja," tanya Gio yang langsung mengambil alih mengiring sepeda Stefan.

Stefan hanya diam. Ia merasa tenaganya sudah terkuras habis saat dijalanan. Jadi ia memilih untuk diam. Mereka tiba di UKS. Luka Stefan langsung diberi pertolongan oleh perawat disana. Setelah selesai, Stefan berbaring. 


"Stefan, maafin gue. Gue ngga bermaksud..." 


"Kalian bisa keluar kan? Gue mau istirahat."potong Stefan. Yuki terdiam. Ia menatap Stefan sedih. Stefan pun merasakan hal yang sama. Rasa sakit itu menyelimuti sampai ke hatinya. 

Continued...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang