Part 5

1.8K 158 3
                                    

Yuki sedang duduk sambil menikmati Moccacino. Ia sesekali memperhatikan jam di pergelangan tangannya. Matanya celingukan seperti mencari seseorang. Tak lama kemudian, senyum manis terbentuk di bibir Yuki. Karena ia melihat Stefan sedang berjalan ke arahnya.

"Sorry ya, gue telat." ujar Stefan yang kemudian langsung duduk di depan Yuki.

"Lo kan udah biasa datang telat," ujar Yuki yang diikuti tawa kecil dari Stefan.

"Katanya ada yang mau lo omongin sama gue, apaan?" tanya Yuki. Stefan diam sejenak. Ia menatap Yuki lekat.

"Gue.... Eng... Bukannya lo juga pengen ngomong sesuatu sama gue. Kalo gitu lo duluan aja," ujar Stefan sedikit gugup. Senyum bahagia tersungging di bibir Yuki. Stefan menatapnya bingung. Ia lalu menyentuh dahi Yuki, kemudian menyentuh dahinya sendiri.

"Lo ngga sakit kan? Dari tadi senyum mulu," ujar Stefan. Kali ini Yuki tertawa geli. Stefan menggeleng tidak mengerti. Tapi Stefan dapat melihat dengan jelas raut wajah Yuki yang menunjukkan kebahagiaan.

"Gue lagi jatuh cinta," ujar Yuki kemudian. Stefan melongo. Yuki tertawa kecil. Matanya benar-benar memperlihatkan kalau saat ia sedang jatuh cinta.

"Jatuh cinta? Sama siapa?" tanya Stefan penasaran.

"Dia orangnya baik. Perhatian. Gue emang baru kenal sama dia, tapi gue ngerasa seolah-olah kita tuh udah lama," cerita Yuki.

Seketika wajah Stefan berubah. Ia tahu siapa yang dimaksud Yuki. Stefan menyeruput lagi minuman Yuki. Syok. Gelisah. Sakit. Semua perasaan kacaunya bertumpuk jadi satu. Ditatapnya manik mata Yuki, Yuki terlihat begitu bahagia.

"Kemarin, kita udah resmi jadian." ujar Yuki kemudian.

Deg!! Seperti bongkahan batu besar yang menimpa dada Stefan hingga lelaki itu sedikit sulit bernapas. Hatinya benar-benar sakit. Ia terlambat. Yuki memilih Al, bukan dirinya. Stefan berusaha tersenyum meskipun sedikit terpaksa. Ia tidak mungkin bisa membuat Yuki sedih dengan perasaannya. Ia memutuskan untuk menyimpan perasaannya sendiri. Stefan melamun. Sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Terus, apa yang pengen lo omongin sama gue?" tanya Yuki. Stefan tersenyum kecil.

"Gue dapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri," ujar Stefan kemudian. Wajah Yuki berubah sedih mendengar ucapan Stefan. Ia menatap Stefan lekat.

"Kemana?" tanya Yuki pendek.

"Jerman." jawab Stefan pelan.

"Kapan lo berangkat," tanya Yuki lagi. Kali ini suaranya terdengar lirih.

"Setelah kelulusan." jawab Stefan.

Yuki memandang Stefan nanar. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia menarik napasnya pelan. Stefan berangkat setelah kelulusan, itu artinya 3 hari lagi. Karena saat ini mereka sudah melaksanakan ujian dan tinggal menunggu pengumuman.

"Kok mendadak sih? Emang berapa lama?" tanya Yuki yang kini airmatanya mulai menetes.

"4 sampe 5 tahun. Sebenarnya ngga mendadak sih, cuma surat pemberitahuannya baru gue dapet semalem," jelas Stefan.
"Stefan," lirih Yuki. Ia mengusap airmatanya pelan. Stefan menatap Yuki, menunggu apa yang akan dikatakan Yuki selanjutnya.

"Cepat balik ya. Dan lo harus sering-sering kasih kabar." ujar Yuki kemudian.

Stefan tersenyum kecil. Ia pikir Yuki akan mencegahnya untuk pergi. Ia salah. Setelah hari itu, ia menyadari kalau perasaannya untuk Yuki sia-sia. Yuki hanya menganggapnya teman, tidak lebih. Stefan yang terlalu berharap perasaan itu bisa berubah. Mata Stefan sedikit memerah karena menahan sedih. Ia kemudian mengusap lembut rambut Yuki. Gadis itu hanya tersenyum.

"Gue pasti kangen banget sama lo," ujar Stefan pelan.

"Gue apalagi. Gue ngga tahu gimana hidup gue tanpa lo," ujar Yuki. Stefan tersenyum miris. Andai perasaan itu lebih. Sedikit lebih. Mungkin ia tidak akan merasa sakit seperti ini.

"Selamat atas hubungan lo dengan Al. Semoga kalian langgeng." ujar Stefan pelan. Yuki mengangguk semangat. Hari ini Stefan memutuskan untuk melepas Yuki. Menyimpan perasaannya untuk Yuki.

= * =

Hari keberangkatan Stefan sudah tiba. Yuki dan lainnya saat ini sedang menemani Stefan di bandara.

"Gue bener-bener kaget. Yuki dan Al... Sial! Cowok itu, gue ngga suka dengan cara dia memandang Yuki. Penuh kebohongan. Terlihat jelas dimatanya," ujar Gio yang duduk disebelah Stefan.

"Iya, gue juga kaget banget. Gue sampe jatoh dari tempat tidur setelah dapet pesan dari Chika," tambah Max.

"Gue lebih syok lagi. Dia ngomong langsung ke gue," ujar Stefan sambil terkekeh geli. Gio dan Max merangkul bahu Stefan.

"Percaya sama gue. Ini belum berakhir. Ini baru dimulai," ujar Gio sambil tersenyum.

"Jodoh ngga akan kemana, Stef." tambah Max.

"Semua akan indah pada waktunya," ujar Nina kemudian.

Chika mengangguk tegas. Mereka melihat ke arah Yuki dan Al yang asyik berbicara. Tak lama kemudian terdengar pemberitahuan keberangkatan pesawat Stefan. Stefan memeluk sahabatnya satu per satu. Yuki yang terakhir. Ia begitu erat memeluk Stefan.

"Jaga diri baik-baik ya. Belajarlah untuk lebih mandiri," ujar Stefan. Yuki mengangguk pelan. Kemudian ia mengecup kening Stefan pelan.

"Lo juga jaga diri. Dan cepat pulang," ujar Yuki. Stefan mengangguk lalu memeluk Yuki lagi. Kali ini Gio, Max, Nina, dan Chika mendekat, mereka saling berpelukan. Stefan melambaikan tangan pada teman-temannya. Ia menatap Yuki lama.

"Gue harap ini belum berakhir. Dan perasaan ini ngga akan pernah berakhir. Suatu saat, gue akan ubah perasaan lo itu, Ki. Pasti. Biarkan waktu yang menjawab semuanya. Kita lihat bagaimana akhir dari takdi kita ini." lirih batin Stefan lalu melangkah pergi. Yuki terus memandang Stefan hingga punggung lelaki itu menghilang dan tidak terlihat.

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang