Part 24

1.4K 148 0
                                    

"Max...berhenti," ucap Yuki dengan suara bergetar. Max tidak peduli. Ia terus menghujani Stefan dengan pukulannya.

"MAX STOOOP!" pekik Yuki.

Max menoleh sekilas pada Yuki. Bugh... Satu pukulan mendarat di pelipis Stefan sebelum akhirnya Max menghentikan pukulannya. Dada Max naik-turun mengatur napas. Matanya yang menatap tajam tidak lepas dari Stefan. Tatapan itu seperti pisau yang siap menikam Stefan kapan saja.

"Dia pantes ngedapetin itu, Ki. Bahkan lebih." ucap Max sinis. Yuki menatap Max tajam. Ia pun berjalan mendekati Stefan. Menyentuh wajah Stefan yang lebam.

"Stefan, kamu ngga..."

"Aku baik-baik aja," sela Stefan seraya menepis tangan Yuki.

Yuki tercekat. Ia menatap Stefan lekat. Ada apa dengan Stefan? Kenapa dia begitu kasar? Pikir Yuki. Matanya mulai berembun.

"Orang ini bener-bener..." ucapan Max tertahan. Ia sudah bersiap-siap akan mengayunkan tangannya.

"Max..." cegah Gio.

"Verrel," panggil Yuki sambil menatap lelaki itu lekat. Verrel yang seolah mengerti arti tatapan itu pun mengangguk pelan.

"Mari saya bantu," ucap Verrel pada Stefan.

Ia pun membantu Stefan untuk berdiri. Lalu mengiringnya untuk berjalan keluar cafe. Setelah Stefan dan Verrel keluar cafe, Yuki langsung mendekati Max. Plaakk... Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Max. Dengan air mata yang mulai mengalir dan tubuh yang bergetar karena menangis. Yuki menatap satu per satu sahabatnya.

"Kamu mau bikin Stefan mati, hah?" bentak Yuki. Max menunduk sejenak lalu menatap Yuki.

"Dia beruntung karena kamu datang," desis Max.

"Max!" pekik Yuki dengan suara bergetar. Mulai terdengar isakan tangis Yuki.

"Dia udah nyakitin kamu, Ki. Cowok berengsek itu ngga pantes buat kamu." ucap Max dengan suara meninggi. Yuki menangis sesunggukan.

"Kenapa kalian biarin cowok bodoh ini mukulin Stefan, hah?" tanya Yuki.

"Max benar. Dia pantes ngedapetin itu." ujar Chika.

"Kalian kenapa sih? Ada apa sama kalian, heh?" tanya Yuki.

Semua terdiam. Mungkin mereka sudah keterlaluan memperlakukan Stefan seperti ini. Tapi mereka juga tidak terima dengan pengakuan Stefan yang mengatakan akan melaksanakan pertunangan pada gadis lain.

"Kita harus hargai keputusan Stefan. Sebagai sahabatnya kita..."

Kalimat itu tersendat karena Yuki berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak. Gio mendekat dan langsung menarik Yuki ke dalam peluknya. Ia membenamkan wajah Yuki didadanya. Membiarkan gadis itu menangis sekerasnya. Sepuas hatinya. Nina dan Chika mulai menitikkan air mata melihat Yuki menangis.

"Harusnya aku habisin dia tadi..." desis Max. Bugh... Kaki Yuki mendarat indah di kaki Max. Kontan lelaki itu mengerang kesakitan.

"Kamu mau mati!" desis Yuki tajam di sela tangisnya. Itu membuat Gio tersenyum geli. Ia mengusap lembut kepala Yuki. Menenangkan Yuki.

= * =
Verrel membawa Stefan ke mobilnya. Ia pun mengambil kotak P3K. Dengan cekatan ia membersihkan luka Stefan.

"Apa perlu saya bawa Anda ke rumah sakit?" tanya Verrel. Stefan menggeleng pelan sambil tersenyum kecil.

"Ngga perlu. Saya tidak apa-apa." jawab Stefan pelan sambil meringis kesakitan saat kapas yang dipegang Verrel menyentuh lukanya.

"Max benar-benar memukul Anda. Terakhir kali korban Max masuk rumah sakit selama sebulan. Max menghajarnya habis-habisan." cerita Verrel sambil tersenyum geli saat mengingatnya.

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Stefan pelan.

"Orang itu hampir mencium Yuki waktu ia mabuk." jawab Verrel.

Stefan tersenyum mendengarnya. Keduanya pun kemudian larut dalam diam. Hening. Verrel mengemasi kotak P3K-nya karena telah selesai mengobati Stefan.

"Ehmm...bisakah Anda membatalkan pertunangan itu?" tanya Verrel memecah kesunyian. Stefan terkesiap mendengar pertanyaan Verrel. Ia menarik napas panjang dan perlahan.

"Sulit untuk saya melakukan itu." ujar Stefan pelan.

"Tapi Yuki, dia...sangat mencintai Anda." tegas Verrel.

Stefan terperangah. Yuki mencintainya? Benarkah? Stefan tidak menyangka Yuki akan mencintainya.

"Saya sebelumnya tidak pernah melihat Yuki seperti sekarang. Begitu ceria dan bersemangat. Saya yakin itu karena kehadiran Anda. Kalau Anda pergi, apa yang akan terjadi pada Yuki?" Verrel menarik napas panjang.

"Cinta harus dipertahankan. Tidak peduli pada apa yang terjadi nanti." ujar Verrel kemudian.

"Saya berada diposisi yang sulit saat ini. Saya harus menerima dia yang kapan saja bisa dengan mudah mengakhiri hidupnya. Di lain sisi, saya juga tidak ingin melukai perasaan Yuki. Tapi justru saya melakukan itu. Saya melukai perasaan Yuki." lirih Stefan. Verrel tersenyum kecil lalu menepuk bahu Stefan pelan.

"Jangan takut melakukan sesuatu hal yang menurut Anda itu benar. Karena kalau Anda salah, penyesalan itu pasti akan sangat menyakitkan." ujar Verrel.

Stefan terdiam. Kata-kata Verrel tepat mengenai daerah rawannya. Rasa sakit antara menerima yang tidak dicinta dan melepas seseorang yang sangat berarti.

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang