Part 25

1.4K 149 0
                                    

Setelah mendapat pengobatan dari Verrel, Stefan kembali ke hotelnya. Di sana, Nasya sudah menunggunya dengan wajah yang kesal. Ia berdiri di depan pintu masuk hotel. Stefan berlalu begitu saja melewati Nasya. Hal itu membuat Nasya semakin kesal. Ia pun berlari mengejar Stefan.

"Stefan! Kamu kemana aja? Kenapa ngga angkat telpon dari aku, hah?" tanya Nasya dengan suara meninggi.

Stefan masih diam. Nasya mengikutinya hingga ke dalam lift. Keduanya pun tiba di depan kamar Stefan. Stefan merogoh kunci di saku celananya. Ia pun hendak membuka pintu. Namun dengan cepat Nasya mencekal tangan Stefan.

"Lepas...aku mau masuk." ucap Stefan pelan. Namun Nasya semakin mencekalnya dengan kuat.

"AKU BILANG LEPAS!"

Suara Stefan terdengar menggelegar di telinga Nasya. Tanpa ia sadari perlahan ia melepaskan cekalannya pada Stefan. Mata Stefan terlihat memerah. Memancarkan kemarahan yang tertahan. Nasya menelan ludah pelan. Matanya membulat saat memperhatikan lebam-lebam yang ada di wajah Stefan.

"Stef, kamu kenapa?" tanya Nasya cemas. Ia hendak menyentuh luka itu namun dengan cepat Stefan menepisnya.

"Aku mau istirahat." ujar Stefan seraya masuk dan langsung menutup pintu.

Braakk... Suara keras dari bantingan pintu tepat diwajah Nasya. Hal itu membuat Nasya sedikit terkejut. Matanya berkaca-kaca namun terlihat memancarkan kebencian. Nasya mengambil ponselnya, lalu menekan beberapa angka di sana. Tuut...tutt...

"Halo...saya ingin bertemu dengan orang itu...baik."

Klik. Hubungan telpon pun terputus. Nasya segera kembali ke kamarnya. Namun tak berapa lama kemudian ia keluar lagi. Kali ini ia keluar hotel. Ia pergi menuju ke suatu tempat.

= * =

Yuki sedang berada di sebuah restoran. Ia sedang menikmati makan malamnya sambil menunggu seseorang yang ingin bertemu dengannya malam ini. Tap...tap... Langkah seseorang mendekati meja Yuki. Yuki melihat sekilas seseorang yang ada dihadapannya itu. Lalu ia tersenyum kecil.

"Ternyata kamu," ujar Yuki seraya menyeruput minumannya.

Orang yang mendekatinya adalah seseorang yang ia kenal. Nasya. Entah kenapa gadis itu tiba-tiba menghubunginya dan mengajaknya untuk bertemu. Nasya menarik kursi dihadapan Yuki.

"To the point aja. Akhiri perselingkuhan kamu dan Stefan." ujar Nasya tegas dan sinis. Yuki tersenyum kecil. Malah hampir tertawa.

"Perselingkuhan?" ucap Yuki tidak mengerti. Ia pun terkekeh geli mendengar kata itu.

"Iya. Dan aku mau kamu jauhi Stefan." ujar Nasya tajam. Yuki memandang Nasya.

"Kenapa saya harus menjauhi Stefan?" tanya Yuki kemudian. Nasya menatapnya tajam. Tepat di manik kedua mata Yuki. Yuki pun menatap mata itu. Tatapan menantang. Tanpa takut.

"Karena aku tidak suka." tegas Nasya.

"Kamu tahu kan, Stefan sudah lama mengenal saya daripada Anda. Stefan adalah sahabat saya, ah, bukan. Stefan adalah orang yang saya cintai. Jadi saya tidak punya alasan untuk menjauhi Stefan." ujar Yuki begitu tenang.Namun tepat melukai bagian sensitif Nasya.

Nasya mendesis kesal. Dengan emosi yang tertahan. Ia menggenggam segelas air putih. Byuurr... Ia membuang air itu tepat diwajah Yuki. Semua mata memandang ke arah mereka sekarang. Dua orang wanita cantik sedang bertengkar. Bukankah ini tontonan yang menarik. Yuki tersenyum kecil. Perlahan ia mengusap wajahnya. Mengelap wajahnya yang basah.

"Dasar gadis murahan. Perusak hubungan orang. Jangan pernah ganggu calon tunangan aku. Kalau tidak kamu akan menyesal." ujar Nasya dengan suara meninggi. Semua mata pun kini terarah pada Yuki yang sudah terlanjur di beri cap sebagai gadis murahan. Nasya berdiri dari duduknya, hendak pergi.

"Hanya wanita yang tidak punya harga diri dan rasa malu yang menganggap cinta sepihak adalah cinta sejatinya. Bodoh." ujar Yuki sambil menunjukkan senyum termanisnya.

"Apa!" pekik Nasya tertahan.

"Mungkin Anda memiliki tubuh Stefan. Tapi tidak dengan hatinya. Dan pada akhirnya Anda yang akan terluka sendiri hingga akhir." ucap Yuki tenang.

Dada Nasya naik-turun. Emosinya benar-benar memuncak. Namun ia tidak bisa melampiaskannya. Ia pun meninggalkan Yuki yang tetap terlihat tenang. Tapi siapa yang tahu mata gadis itu berembun. Mati-matian ia menahan air mata itu supaya tidak mengalir. Ia tidak ingin dianggap sebagai wanita lemah. Sejenak kemudian ia pun pergi meninggalkan restoran.

= * =

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang