Part 27

1.5K 149 0
                                    

Orang-orang mulai berdatangan mendekati mobil Yuki. Mereka sangat terkejut, ternyata korbannya adalah seorang gadis yang saat ini terkulai tak berdaya.

"Cepat telepon ambulans!" ucap seorang dari mereka. Tak berapa lama kemudian ambulans pun datang dan membawa Yuki pergi.

= * =
Saat makan siang berlangsung, Stefan tidak sengaja menyenggol gelas minumnya hingga jatuh dan pecah. Deg! Tiba-tiba ia merasakan sakit didadanya. Sekelebat wajah Yuki terlintas dipikirannya. Drrtt... Drrtt... Ponsel Stefan berdering. Nama Gio tertera di layar ponselnya.

"Halo..."

"Yuki kecelakaan..."

Hanya itu yang dapat Stefan dengar dengan jelas. Selebihnya tidak didengarkannya dengan baik. Ia pun bergegas pergi meninggalkan acara makan siang itu.

"Stefaaaan!" teriak Nasya.

Stefan tidak mempedulikan teriakan itu. Ia pun berlari ke arah mobilnya dan langsung melesat pergi. Tak berapa lama kemudian ia sampai di rumah sakit yang diberitahukan oleh Gio. Langkah Stefan gontai saat melihat sahabat-sahabatnya dan ditambah Verrel terlihat sangat khawatir.

"Stefan," panggil Nina.

"Gimana keadaan Yuki?" tanya Stefan pelan.

"Masih dalam pemeriksaan." jawab Verrel.

"Aku pikir kamu ngga peduli lagi sama Yuki," ujar Max.

"Max," panggil Gio pelan. Max pun terdiam. Ia tahu saat ini bukan waktu yang tepat untuk ia memulai perkelahian lagi bersama Stefan.

"Gimana semuanya bisa terjadi, Rel?" tanya Nina.

"Hari ini kita ada meeting project di Bandung. Yuki membawa mobil sendirian. Padahal kondisinya sedang tidak fit. Dia sedikit demam. Setelah selesai meeting, dia pun memaksa untuk pulang sendiri. Kata orang-orang dia..." Verrel menggantung kalimatnya. Ada kesedihan dan penyesalan terlihat jelas di wajahnya.

"Mobilnya dihantam truk dari samping. Harusnya saya tidak membiarkan dia menyetir sendiri. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini." lanjut Verrel dengan suara yang terdengar sedikit serak. Stefan menunduk dalam. Dadanya benar-benar terasa sesak. Seperti ada bongkahan batu besar yang menghantam dadanya.

Aku hari ini harus ke Bandung. Sebenarnya aku ngerasa ngga enak badan. Jadi...aku mau kamu nemenin aku, bisa?

Selintas teringat kata-kata Yuki yang memintanya untuk menemaninya pergi. Kalimat itu benar-benar menusuk hatinya hingga ke jantung. Perasaan bersalah menjalari seluruh tubuhnya saat ini.

Kreekk... Pintu terbuka. Seorang dokter keluar.

"Bagaimana dokter keadaan Yuki?" tanya Verrel cepat.

"Pasien mengalami benturan keras di kepalanya sehingga terjadi pendarahan diotaknya. Kami harus segera melakukan operasi sebelum hal yang fatal terjadi." jelas dokter serius.

"Hal fatal seperti apa, dok?" tanya Gio pelan.

"Pasien bisa meninggal kalau sampai terjadi pembekuan darah." jawab dokter. Semua tampak berpikir. Mereka tidak punya kuasa untuk menyuruh dokter segera melakukan operasi. Sedangkan orangtua Yuki belum juga datang.

"Lakukan dengan segera, dok." ujar Stefan. Semua mata memandang ke arah Stefan.

"Stef, tapi papa Yuki belum datang." ucap Nina pelan.

"Yuki ngga bisa nunggu, Nin. Aku yakin papa Yuki bisa mengerti." ujar Stefan.

Semuanya mengangguk setuju. Operasi pun dilakukan. Semua orang menunggu dengan cemas diluar. Tak berapa lama kemudian, papa Yuki datang bersama mama dan adik tirinya, Nino.

"Kak Stefan," panggil Nino. Stefan menoleh dan melihat Nino berlari ke arahnya.

"Kak Yuki baik-baik aja kan?" tanya Nino. Stefan tersenyum miris dan mengangguk kecil.

"Bagaimana keadaan Yuki, Rel." tanya papa Yuki. Verrel menjelaskan semuanya dengan detail.

"Maaf, Om. Kalau kami mengambil keputusan tanpa menunggu Om," ujar Gio.

"Saya mengerti." ucap papa Yuki pelan.

= * =

5 jam setelah operasi...

Semua orang masih menunggu diluar dengan cemas. Karena setelah operasi, Yuki belum juga sadar. Semenit kemudian dokter keluar setelah memeriksa kondisi Yuki.

"Bagaimana, dokter? Kenapa putri saya belum juga sadar?" tanya papa Yuki pelan.

"Bersyukur masa kritisnya sudah lewat. Tapi saat ini pasien sedang mengalami koma sehingga sampai sekarang pasien belum juga sadar." jelas dokter.

Nina dan Chika mulai menangis. Begitu juga dengan mama dan adik tiri Yuki. Stefan berdiri mematung di depan kamar rawat Yuki. Memperhatikan tubuh lemah Yuki yang tak berdaya. Gio menyentuh lembut bahu Stefan.

"Yuki pasti kuat, Stef. Dia pasti bisa bertahan. Kamu tahu kan dia gadis yang kuat," lirih Gio.

"Aku mau ke toilet," ujar Stefan seraya berjalan meninggalkan Gio.

Di toilet, Stefan membasuh wajahnya. Ia menatap cermin yang memantulkan wajahnya yang penuh rasa sesal. Arrgghh... Teriak Stefan sejadi-jadinya. Ia berharap dengan berteriak akan mengurangi penyesalan yang sudah ia lakukan. Praakk... Stefan memukul cermin didepannya hingga pecah. Diperhatikannya tangannya yang berdarah.

"Aku tahu rasa ini ngga sebanding dengan apa yang udah kamu rasakan, Ki. Maaf...maafin aku."

Stefan menangis terisak. Sakit. Sangat menyakitkan. Hanya itu yang ia rasakan saat ini. Di pintu, Max berdiri mematung. Hanya melihat kesedihan yang Stefan rasakan. Ia membiarkan sahabatnya itu melampiaskan penyesalannya.

= * =

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang