Part 11

1.4K 149 0
                                    

Mobil Gio baru tiba di halaman rumahnya. Kemudian ia keluar dari mobil menuju pintu rumahnya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti karena deringan dari ponselnya. Gio melihat nama yang tertera di layar ponselnya 'Yuki's Home'.

"Halo,"

"Den, non Yuki tenggelam..." ujar Sarti panik.

"Apa? Tenggelam? Kok bisa?" tanya Gio turut panik.

"Saya ndak tahu, den. Tapi sekarang non Yuki ndak sadarkan diri," ujar Sarti.

"Telepon ambulan, saya segera nyusul." ujar Gio kemudian.

Klik. Ia pun memutuskan komunikasi itu. Selanjutnya ia menghubungi Max, Nina, dan Chika. Mereka pun segera menuju rumah sakit. Di rumah sakit, Sarti menunggu dengan cemas. Gio dan lainnya berlari menghampiri Sarti.

"Mbak Sarti, gimana keadaan Yuki?" tanya Max dengan napas yang ngos-ngosan.

"Dokter masih meriksa non Yuki, den." jawab Sarti pelan.

"Sebenarnya apa yang terjadi, mbak? Yuki kok bisa tenggelam," tanya Nina.

Sarti pun menceritakan kejadiannya. Ia pun juga tidak tahu kalau majikannya itu akan tenggelam. Karena awalnya Yuki hanya duduk dipinggir kolam. Sarti terkejut saat melihat Yuki tidak ada dipinggiran kolam, lalu ia mendekat dan menemukan Yuki berada dalam air. Ia mengira Yuki hanya berendam biasa, tapi setelah beberapa menit Yuki masih belum muncul juga. Tak berapa lama Dokter pun keluar dari ruangan.

"Gimana keadaan Yuki, Dok?" tanya Gio cepat.

"Syukurlah belum terlambat. Pasien terlalu banyak menghirup air. Untung dia cepat dibawa ke rumah sakit. Kalau tidak akibatnya akan fatal," jelas Dokter.

Gio dan lainnya saling berpandangan. Terlihat jelas mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Yuki. Mereka pun masuk ke dalam dan mendapati Yuki sedang terbaring lemah. Wajahnya terlihat sangat pucat. Max berjalan menuju pintu.

"Lo mau kemana, Max?" tanya Gio. Max menoleh ke belakang, ia menatap Gio tajam.

"Gue akan kasih pelajaran sama cowok berengsek itu!" ujar Max dingin. Nina dan Chika terkejut mendengar ucapan Max.

"Jangan bodoh, Max." ujar Nina. Chika mengangguk pelan menyetujui ucapan Nina.

"Gara-gara cowok berengsek itu Yuki jadi kayak gini," ujar Max.

"Kalo lo pergi, lo yang bakal gue hajar." ujar Gio dingin. Max menatap Gio kesal.

"Yuki hampir mati, G!" pekik Max. Gio mendekati Max.

"Saat ini Yuki butuh kita," lirih Gio. Max mengacak rambutnya frustasi. Gio benar, Yuki membutuhkan mereka saat ini. Untung ia tidak mengikuti egonya untuk menghajar Al.

= * =

Di Jerman. Stefan sedang membuat makanan. Tanpa sengaja ia menjatuhkan gelas. Deg! Jantung Stefan berdentum keras. Seperti ada yang memukul dadanya. Stefan berhenti melakukan aktifitasnya, lalu memungut pecahan beling. Arrgh... Tiba-tiba jari Stefan terkena pecahan beling. Ia bisa merasakan terjadi sesuatu. Entah itu apa, yang jelas jantungnya terus berdebar cepat. Stefan berjalan ke arah kamarnya untuk mengambil obat luka. Sesaat ia terdiam.

"Yuki..." lirih Stefan.

Tiba-tiba Stefan merasa khawatir terhadap Yuki. Perasaan khawatir itu semakin menjadi saat ia melihat wajah Yuki di bingkai foto. Ia yakin pasti terjadi sesuatu pada Yuki. Firasatnya selama ini tidak pernah salah terhadag gadis itu. Stefan mondar-mandir tidak jelas dikamarnya. Tingtong... Terdengar suara bel berdenting. Stefan berjalan ke arah pintu, lalu membukanya.

"Hai, Stef. Kita sarapan bareng ya." ujar Nasya seraya masuk ke dalam tanpa persetujuan dari si pemilik rumah. Stefan hanya mengikuti Nasya dari belakang. Ia melihat gadis itu sibuk menyiapkan piring dan mangkuk. Nasya tersenyum ke arah Stefan lalu melambaikan tangannya mengajak Stefan untuk mendekat.

"Kenapa kamu repot-repot sih. Aku baru aja mau bikin sarapan." ujar Stefan.

"Kepengen aja." ujar Nasya sambil memandangi wajah Stefan yang terlihat sedikit kacau.

"Kamu kenapa? Terjadi sesuatu?" tanya Nasya. Stefan menggeleng pelan.

"Hanya saja..." Stefan menggantung kalimatnya. Nasya mengerutkan dahinya. Bingung.

"Hanya saja apa?" tanyanya kemudian.

"Aku tiba-tiba sangat mengkhawatirkan Yuki," ujar Stefan pelan.

Nasya tercekat. Ekspresi wajahnya berubah. Tadinya ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi, tapi sekarang ia merasa sangat menyakitkan. Bagaimana tidak, ia berada disini. Tapi pikirannya terlempar jauh. Nasya memakan makanannya tidak selera. Begitu juga dengan Stefan, hatinya masih merasa sangat cemas terhadap Yuki.

= * =

Eugh... Yuki menggeliat pelan. Ia merasa tubuhnya lemah sekali. Ia membuka matanya perlahan. Lalu mengerjapkan matanya pelan karena cahaya lampu yang menyilaukan. Yuki mengedarkan pandangannya. Ini bukan kamarnya. Ia mengamati lagi, ada selang infus di tangannya. Sekarang ia tahu dimana ia berada. Lalu mata Yuki melihat ke arah sofa. Disana terlihat keempat sahabatnya sedang tertidur pulas. Yuki tersenyum kecil. Gio menggeliat pelan, lalu ia membuka matanya pelan. Dan melihat Yuki sudah sadar. Gio berjalan mendekati Yuki. Tak... Ia memukul kepala Yuki pelan. Aww... Rintih Yuki sambil mengusap kepalanya.

"Cewek bodoh, lo pikir bunuh diri bisa nyelesein masalah," ujar Gio. Yuki hanya tersenyum kecil.

"Siapa yang mau bunuh diri, gue cuma pengen berendam doang,"

"Iya, berendam membawa kematian." potong Gio cepat. Yuki terkekeh geli.

"Gue yakin, kalo Stefan ada disini, dia pasti akan ngomelin lo sepanjang hari." ujar Gio sambil tertawa kecil. Yuki tersenyum geli..

"Kalo Stefan ada, gue ngga mungkin ada di sini," lirih Yuki. Gio mengusap kepala Yuki lembut.

"Gue kangen sama dia," ujar Yuki pelan. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Gue kangen sama Stefan..." Kali ini suara Yuki terdengar serak karena menahan tangis.

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang