Part 21

1.3K 144 0
                                    

"Benar ini kamar atas nama Stefan Adirga," tanya gadis itu. Yuki mengangguk pelan. Gadis itu tampak terkejut melihat jawaban Yuki. Ia tidak berkedip menatap Yuki.

"Anda..."

"Yuki, tolong ambilin handuknya," teriak Stefan dari kamar mandi.

Seketika Yuki dan gadis itu menatap pintu kamar mandi. Yuki tersenyum kecil memandang gadis yang berdiri di depan pintu. Terlihat jelas raut wajahnya berubah seketika.

"Sebentar..." ujar Yuki seraya berjalan ke dalam dan mengambil handuk.

Ketika sampai di depan kamar mandi, Yuki mengetuk pintunya pelan. Kreek... Tangan Stefan yang penuh sabun menjulur keluar mengambil handuknya. Gadis yang berdiri didepan pintu menatap tajam pemandangan yang ada di depan matanya. Yuki kemudian berbalik dan berjalan ke arah pintu. Dilihatnya gadis itu memandang tajam ke arahnya. Yuki menarik napas panjang. Ia merasakan sesuatu akan terjadi.

"Silahkan masuk, Stefan..."

"Lagi mandi." potong gadis itu cepat.

Yuki tersenyum dan mengangguk kecil. Gadis itu melangkah masuk lalu menatap ke sekeliling. Yuki mempersilahkannya untuk duduk. Yuki menatap gadis itu lekat. Siapa gadis ini? Kenapa dia mencari Stefan? Dan yang paling penting, apa hubungannya dengan Stefan?

"Ki, baju kemeja hitam yang kamu pake kemaren udah di laundry belum?" tanya Stefan ketika ia keluar dari kamar mandi. Ia tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya tajam dari sudut ruangan. Yuki melirik gadis itu, ada kilatan tajam di sudut matanya. Yuki pun beranjak dari duduknya lalu berjalalan menghampiri Stefan.

"Udah. Nih bajunya," ujar Yuki sambil memberikan kemeja hitam pada Stefan. Yuki menatap Stefan lekat.

"Ada apa?" tanya Stefan.

"Eng...itu...ada..." Yuki tiba-tiba merasa gugup. Stefan memandang Yuki bingung.

"Tolong masukin kancingnya," ujar Stefan kemudian.

Dengan cekatan Yuki memasukkan kancing di bagian tangan kemeja Stefan. Lalu membantu merapikan baju itu. Mereka tidak tahu ada sepasang mata yang terus menatap keduanya tajam. Tatapan mata itu seakan siap untuk membunuh siapa saja yang menatapnya.

"Kamu tadi mau ngomong apa?" tanya Stefan.

"Ada seseorang yang mencari kamu," ujar Yuki kemudian.

Stefan pun melihat ke arah ruang tamu.Matanya membulat sempurna saat melihat seorang gadis tengah menatapnya tajam. Yuki memperhatikan wajah Stefan yang terlihat sangat terkejut melihat gadis itu.

"Nasya," ucap Stefan pelan.

Yuki memandang gadis itu dengan lekat. Seketika Yuki teringat akan foto yang memperlihatkan gadis itu bersama Stefan. Berdua. Dengan susah payah Yuki menelan ludahnya. Stefan berjalan mendekati Nasya. Gadis itu memandang ke arah Yuki. Stefan mengikuti arah pandangan Nasya. Gadis itu tengah menatap Yuki yang dengan kemeja biru selutut miliknya yang dipadukan dengan hotpants warna hitam. Stefan meringis. Yuki dapat melihat kegusaran yang Stefan alami.

"Aku tunggu yang lainnya di resto aja. Kamu dan dia bisa bicara dulu," ujar Yuki seraya berjalan keluar.

"Yuki," panggil Stefan. Yuki menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Hati-hati ya," ujar Stefan. Yuki sempat bengong mendengar ucapan Stefan. Kemudian ia tersenyum dan mengangguk.

"Ya," ucap Yuki pelan seraya berjalan meninggalkan Stefan dan Nasya.

"Kamu kapan datang?" tanya Stefan yang sudah duduk di hadapan Nasya.

"Jadi gadis itu yang namanya Yuki," ujar Nasya pelan.

"Kenapa ngga ngasih tahu kalo kamu mau datang?" tanya Stefan lagi.

"Kalian tidur bersama?" tanya Nasya dengan penuh tekanan. Bukannya jawaban justru pertanyaan yang selalu Nasya lontarkan saat Stefan bertanya padanya.

"Bukan seperti itu," ujar Stefan pelan. Ia menarik napasnya panjang.

"Kamu tahu kenapa aku datang ke sini?" tanya Nasya. Stefan menatap Nasya. Tatapan itu seolah butuh penjelasan lebih lanjut.

"Karena kamu ngga kembali. Kamu bilang hanya satu minggu, tapi ini udah sebulan, Stef." ucap Nasya kesal. Stefan menunduk lesu. Ia tahu ia salah karena tidak memberitahu sebelumnya tentang hal ini pada Nasya.

"Dasar gadis murahan!" desis Nasya tajam. Stefan kontan menatap Nasya tajam.

"Dia bukan gadis seperti itu," bela Stefan. Nasya tertawa mengejek.

"Mana ada gadis baik yang mau tinggal sekamar bersama lelaki yang tidak ada hubungannya dengan dia," ujar Nasya tajam. Kedua tangan Stefan mengepal. Menahan emosi.

"Dia bukan seperti itu, Sya." geram Stefan. Nasya menatap Stefan tajam. Kemudian ia beranjak dari duduknya dan berjalan keluar. Namun ia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Stefan.

"Ingat, minggu depan pertunangan kita. Aku kesini untuk jemput kamu. Aku harap kamu cepat menyelesaikan urusan kamu dengan gadis murahan itu," ujar Nasya sinis.

"Nasya!" bentak Stefan. Nasya tidak mempedulikan bentakan Stefan. Ia pun berlalu pergi. Stefan menunduk dalam-dalam. Berusaha meredam emosinya yang hampir di ubun-ubun. Sejenak kemudian ia teringat sesuatu.

"Yuki..." lirih Stefan.

Ia pun segera berlari keluar kamar menuju resto di lantai dasar tempat mereka janjian untuk dinner. Mata Stefan terus mencari sosok Yuki di antara pengunjung tamu yang sedang menikmati makan malam. Namun tidak ada yang menunjukkan ciri-ciri Yuki. Stefan menghela napasnya yang terasa berat. Pikiran yang aneh-aneh tentang Yuki mulai bermunculan mengitari kepala Stefan. Mungkin saat ini gadis itu sedang menikmati minuman alkoholnya. Atau mungkin saja ia sedang menari-nari tidak jelas di lantai dansa pub malam yang sering ia datangi itu. Atau kemungkinan yang lainnya adalah salah satu pria hidung belang sedang...

"Arrgghh..." teriak Stefan frustasi. Kontan semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan aneh juga ngeri. Karena mereka melihat tiba-tiba lelaki muda berteriak tidak jelas.

"Yuki, kamu dimana?" tanya Stefan pelan pada dirinya sendiri.

= * =

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang