Part 28

1.6K 148 0
                                    

Stefan membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mobilnya menyalip, meliuk-liuk dengan lincah. Jam menunjukkan pukul 11 malam tepat. Namun keadaan jalan raya masih ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Stefan memegang erat setir mobilnya. Dadanya naik-turun mengatur napas sekaligus emosinya yang sudah dipuncak kepala.

Flashback...
"Aku akan melakukan hal yang ngga pernah kamu bayangin, Stef." desis Nasya. Stefan menatapnya tajam.

"Kamu jangan pernah melakukan hal bodoh yang akan melukai diri kamu sendiri, Sya." ujar Stefan tegas. Nasya tersenyum miring. Ia mendekati Stefan. Mengalungkan kedua tangannya ke leher Stefan.

"Aku ngga akan melukai diri aku sendiri, sayang. Tapi..." Nasya mendekatkan bibirnya tepat ke telinga Stefan.

"Aku akan melukai gadis murahan itu. Mungkin aku akan melenyapkannya sekalian." bisik Nasya. Kontan mata Stefan membulat mendengar perkataaan Nasya. Ia mencengkram lengan Nasya kuat hingga gadis itu meringis kesakitan.

"Sedikit kamu menyentuh Yuki. Aku ngga akan segan-segan untuk menghabisi kamu." desis Stefan tajam. Matanya memerah. Menunjukkan amarah yang luar biasa. Nasya menarik paksa lengannya dan mendorong tubuh Stefan hingga mundur ke belakang.

"Kalo gitu tinggalin dia. Dan kita pulang ke Jerman. Memulai hidup baru disana." ujar Nasya pelan. Stefan menatap Nasya.

"Kamu tahu aku sangat mencintai dia. Kenapa kamu lakuin ini sama aku, Sya. Aku sayang sama kamu sebagai teman, tidak lebih." ujar Stefan. Nasya mulai terisak. Menangis. Stefan menarik Nasya kedalam pelukannya. Mengusap lembut punggung gadis itu.

"Aku bersumpah, Stef. Aku akan buat kamu ngga bisa ngeliat dia lagi." ucap Nasya tajam. Stefan semakin mengeratkan pelukannya.

"Please, Sya. Aku mohon, jangan lakukan itu. Aku ngga mau kamu jadi orang jahat." lirih Stefan.

"Untuk terakhir kalinya. Aku atau dia." ujar Nasya tegas.

"Maaf, Sya. Jawabannya akan selalu dia." jawab Stefan.

"Kamu tidak bisa memilih gadis itu, Stefan." ucap seorang lelaki dari belakang. Stefan dan Nasya menoleh. Lelaki itu adalah papa Nasya. Ia berjalan mendekati Stefan dan Nasya. Nasya pun berlari ke arah papanya, lalu memeluk papanya erat.

"Tapi, Om..."

"Kapan pun saya bisa menghancurkan bisnis yang sedang dijalankan oleh Adrian, papa Yuki. Itu hal mudah untuk saya lakukan. Sedikit kamu melukai perasaan anak saya. Tidak hanya kamu yang terluka, tapi gadis itu dan papanya juga akan menderita. Semua itu karena kamu, Stefan." ujar papa Nasya panjang lebar.

Stefan mematung. Mencerna setiap kalimat yang diucapkan papa Nasya. Kalimat itu seperti pisau tajam yang menancap tepat di jantungnya. Kalau ia mencabutnya, akan terasa perih. Tapi kalau dibiarkan, ia bisa mati. Stefan memejamkan kedua matanya. Menarik napas pelan. Menatap Nasya dan papanya dengan mata berkaca-kaca.

"Izinkan saya untuk bertemu dia terakhir kalinya." ucap Stefan pelan. Setetes bening mengalir bebas, jatuh membasahi pipinya.
Flashback end...

Langkah kaki Stefan gontai menapaki lantai rumah sakit. Ia menuju kamar rawat Yuki. Sudah 3 hari ini Yuki belum juga sadarkan diri. Dia masih betah berada di alam bawah sadarnya. Langkah Stefan terhenti tepat di depan pintu kamar rawat Yuki. Tidak ada yang menjaganya didalam. Ia melihat Gio dan Max tertidur di luar kamar. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Duduk di samping ranjang Yuki. Memperhatikan lekat wajah pucat yang sedang terbaring lemah tidak berdaya. Stefan mengusap lembut puncak kepala Yuki. Menyentuh pipi kiri Yuki dengan lembut. Tangannya bergetar.

Kamu yang harusnya belajar hidup tanpa aku.

Stefan mengingat kalimat terakhir yang diucapkan Yuki sebelum ia kecelakaan. Stefan mencium lembut punggung tangan Yuki.

"Kamu benar, Ki. Aku yang harus belajar hidup tanpa kamu." ucap Stefan dengan suara paraunya. Stefan menatap Yuki lekat sambil menggenggam erat tangan Yuki. Ia terdiam sejenak.

"Aku bingung harus bicara apa sama kamu. Aku...aku minta maaf sama kamu, Ki. Maaf karena aku...hiks..." Air mata mulai mengalir tanpa bisa Stefan tahan.

"Aku ngga bisa selalu ada disamping kamu. Hiduplah dengan baik. Jangan pernah minum alkohol lagi. Dan jangan pakai baju kurang bahan lagi." Stefan menarik napas pelan.

"Yuki, kamu harus cepat bangun. Jangan bikin aku khawatir terlalu lama."

Stefan terisak. Tubuhnya bergetar. Dadanya terasa sakit. Begitu sesak. Sejenak ia teringat dengan ancaman Nasya dan papanya.

"Maaf, aku udah nyakitin kamu. Aku...aku mencintai kamu, Ki. Sangat." Stefan menunduk. Menangis sejadi-jadinya. Setelah dirasanya tenang, ia pun beranjak dari duduknya. Tubuh Stefan membungkuk. Lalu mencium lembut bibir Yuki.

"Selamat tinggal, Ki." lirih Stefan seraya berjalan pelan keluar.

Sebelum keluar, ia menoleh kembali ke arah Yuki. Menatap Yuki dalam. Kemudian melangkah keluar. Tanpa ia ketahui tubuh yang terbaring lemah itu meneteskan airmata. Dan jemarinya perlahan bergerak.

= * =

continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang