"Selamat pagi, Karin."
Sebuah sapaan manis terlontar dari Joana. Ia tersenyum sembari membawa nampan berisikan sarapan untuk gadis yang masih mengumpulkan sadarnya. Sinar mentari yang menyusup melalui celah jendela kamar melambangkan bahwa hari sudah berubah pagi.
"Hmm, kenapa aku di sini?"
"Yuk, coba bangun dulu."
Joana duduk di pinggir ranjang dan Karin pun memposisikan tubuhnya dari berbaring ke posisi duduk. Ia masih merapikan rambutnya dengan jari-jemari sembari memicingkan matanya yang masih silau tersebut. Ia masih bingung mengapa bisa berada di kamar Joana.
"Semalam kamu pingsan ketika kamu peluk aku di parkiran lalu aku dan Ben membawa kamu ke rumah sakit terdekat."
"Aku pingsan?"
"Iya kamu pingsan, Rin. Memang ketika di rumah sakit kamu sempat sadar sebentar tapi setelah itu kamu langsung tertidur sepanjang perjalanan dan Ben titip kamu ke aku sampai dia balik dari luar kota."
"Jadi gitu ya, hmm. Maaf udah ngerepotin kamu, Jo."
"Aku nggak merasa direpotkan, aku malah khawatir dengan kondisi kamu. Sebelumnya kamu nggak pernah seperti itu."
"Aku juga nggak ngerti kenapa, Jo. Aku benar-benar nggak sadar tentang kejadian semalam."
"Ya udah, sekarang kamu sarapan. Aku udah buatin bubur terus diminum vitamin dari dokter semalam ya."
Karin pun mengangguk dan menyambut sarapan yang dibuatkan oleh Joana. Namun belum sempat ia memegang mangkuk tersebut, ternyata Joana yang menyuapinya. Ia suka sekali dengan perlakuan tersebut.
"Aku suapin aja ya, biar sarapannya cepat habis. Nanti kalau kamu yang makan sendiri, lama terus nggak habis deh ujung-ujungnya."
"Kamu ini, selalu paham deh sama aku."
"Tentu, Rin. Ayo anak manis dibuka mulutnya, ada pesawat mau masuk ni. A-a-a-aaammm. Ih, anak pinter."
Wajah Karin memerah dengan perlakuan tersebut. Memang bagai anak kecil yang disuapi namun entah mengapa ia memang suka dengan cara Joana. Begitu pula dengan Joana yang tersenyum tulus memberikan suapan demi suapan kepada Karin.
Tidak begitu lama semangkuk bubur habis dimakan oleh Karin. Saatnya segelas air mineral dan vitamin sudah di tangan Karin. Ia pun meminumnya agar kondisi tubuhnya lebih fit dan tidak drop seperti semalam.
"Karin, kata dokter kamu itu kecapean terus nggak boleh terlalu stres. Kamu semalam pucat lho, aku cemas banget."
"Begitu ya. Memang sih, belakangan aku dalam stres yang luar biasa sampai telat makan atau bahkan nggak makan seharian."
"Jangan begitu, Rin. Nggak baik untuk kesehatan kamu. Memang kalau boleh tau, kamu stres kenapa?"
Sedetik kemudian Karin menampakan wajah yang sedang berpikir. Ia ragu untuk memberitahu permasalahan yang ia sedang hadapi. Di satu sisi ia ingin bercerita namun di sisi lain ia tidak ingin menambah beban pikiran Joana.
"Rin? Kok bengong? Kamu kenapa?"
"Hmm, aku nggak apa-apa. Beneran deh, Jo."
"Tadi kamu bilang lagi stres, nah itu kenapa? Cerita sama aku, Rin."
"Jo, aku bisa selesaikan masalahku. Kamu nggak perlu khawatir lagi ya."
"Jadi kamu nggak percaya aku? Makanya kamu nggak mau cerita? Iya deh kamu kan udah punya pacar baru. Siapa aku? Ya kan?"
Joana melipat kedua tangannya di dada dan membalikan tubuhnya. Ia menarik napas panjang untuk mendapat ketenangan. Karin pun langsung memegang pundak Joana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here
RomanceCinta itu bisa menyembuhkan sekaligus menyakitkan. Cinta itu bisa membahagiakan sekaligus menyedihkan. Cinta itu sulit dideskripsikan namun dapat dirasakan. Yuk silakan baca! Warning!!! This is GxG (Girl x Girl) or Yuri genre! Note: Just skip if you...