SH 21

2.7K 746 43
                                    

Kepergiaan Delia membuat Joana menjadi frustasi. Sudah seminggu Delia sulit untuk dihubungi. Ia bingung harus kemana mencari kekasihnya itu.

Tidak ada yang mau memberitahu kemana pergi Delia. Sungguh sebuah kebodohan yang teramat sangat. Joana sangat menyesal tentang kekhilafan yang ia lakukan dengan Karin.

Perasaan Joana memang terkadang mudah terombang-ambing jika ia sudah sayang atau bahkan pernah menaruh perasaan mendalam pada orang tersebut. Jika saja hal itu tidak ia lakukan pasti sudah bermanja dan berkasih sayang bersama Delia. Ternyata hatinya begitu sepi dan kosong tak berpenghuni.

"Jo..."

"Hmm? Kenapa, Sil?"

Joana depresi dan sesekali mengacak rambutnya dengan kesal. Silvia yang melihat kegundahan sahabatnya dibuat bingung. Ia yang tadinya ingin memberi laporan menunda hal tersebut dan lebih memilih untuk mengetahui keadaan sahabatnya itu.

"Lo yang kenapa? Udah beberapa hari ini gue perhatiin kalau lo itu kaya stres."

"Iya, ini soal Delia."

"Apa? Delia? Kenapa sama dia?"

"Gue bodoh! Gue bisa-bisanya ketahuan ciuman sama Karin."

"Njir! Kok bisa? Dimana?"

"Waktu itu Karin datang ke rumah gue. Dia bilang pas lewat jadi mampir. Eh, gue malah baper dan kejadian hal itu. Sialnya ada Delia yang datang untuk jenguk gue padahal."

"Gila lo. Aduh, Jo. Bisa-bisanya. Karin lagi Karin lagi. Terus sekarang Delia gimana?"

"Susah dihubungin. Kaya seakan menghilang dan menghindar dari gue. Dia pasti masih marah sama gue."

"Coba pas awal masalah lo cerita sama gue dan Vano. Kan nggak berlarut gini."

"Ya gue kira masalahnya nggak lama begini dan gue bisa selesaiin sendiri, Sil."

"Ya udah, gue sama Vano bantu cari solusi dan keberadaan Delia."

Silvia menggelengkan kepada sembari berdecak dan meninggalkan ruangan Joana. Kebetulan sebentar lagi jam makan siang dan ia akan mencari solusi bersama Vano untuk mendamaikan pasangan yang sedang bertikai tersebut. Joana pun diajak untuk berunding atas permasalahannya.

Sepanjang perjalanan Joana hanya muram dan memandang padatnya jalanan. Silvia dan Vano saling melempar pandang atas sikap Joana. Mereka memilih restoran yang berjarak kurang dari setengah jam dari kantor.

"Sampai juga, yuk makan ladies."

Vano menggandeng Silvia dan menarik Joana karena Joana berjalan sangat lamban. Wajahnya pun terus menerus masam tanpa gairah. Siang hari cukup terik sehingga mereka bertiga bergegas dari parkiran menuju restoran tersebut.

"Akhirnya. Adem dan bisa makan. Mau pada makan apa?"

"Menunya mana dulu, Vano. Gue baru pertama kali makan di sini."

"Eh iya lupa, Jo. Bentar ya gue panggil pelayan dulu."

Joana melihat daftar menu dan menetapkan untuk memesan segelas jus alpukat tanpa gula. Sementara Silvia dan Vano memesan menu yang sama yaitu nasi goreng seafood dan jus jeruk. Tak lupa air mineral juga mereka pesan.

"Oy, Jo! Capek-capek lihat menu eh mesennya cuma jus alpukat, tanpa gula lagi."

"Berisik lo, Van. Gue lagi nggak berselera. Hidup gue lagi pait."

Vano pun tertawa melihat Joana menjadi bad mood seperti itu. Silvia mencubit kecil perut Vano untuk tidak meledek sahabatnya itu. Lalu Silvia bertukar posisi menjadi di tengah antara Vano dan Joana. Mereka duduk pada sebuah sofa berwarna biru muda dengan meja makan kayu yang klasik.

Stay HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang