Delia merebahkan tubuhnya setelah ia bersih-bersih sebelum mengarungi alam mimpi. Hari ini ia bahagia sekali karena kekasihnya mengajak pergi. Quality time bersama yang tercinta memang selalu memberi kesan tersendiri.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menengok jam dinding kamarnya ternyata pukul sepuluh malam lewat dua puluh lima menit. Hatinya menjadi bertanya mengapa ada yang telepon malam begini. Tak berpikir panjang maka ia mengangkat telepon tersebut, di ujung telepon terdapat suara seorang pria.
"Hallo..."
"I-Iya, hallo. Dengan siapa?"
"Malam, dengan mbak Delia ya? Hm... Mbak maaf, saya pak Fadli mau menyampaikan. Ini ada korban kecelakaan namanya Joana Felicia Hermawan. Mbak kenal kan?"
"Astaga, ya benar pak saya Delia.
Sekarang dimana pak Joana-nya? Gimana pak keadaannya?""Biar lebih jelas mbak ke rumah sakit Cipta Abadi ya mbak. Tadi saya sama beberapa orang bawa kemari, sekarang ada di IGD. Udah dulu ya mbak."
Telepon itu pun terputus dan Delia langsung bergegas menuju rumah sakit dengan mengendarai mobil pribadinya. Untung saja hujan sudah mereda dan menyisakan rintik demi rintik. Sepanjang perjalanan hatinya kacau dan sembari menangis karena begitu khawatirnya ia kepada sang pujaan hati.
Rumah sakit tersebut berjarak sekitar lima belas menit dari rumahnya. Begitu tiba ia langsung bergegas ke IGD dan di sana berada dua orang pria yang berjaga untuk Joana. Tatapan Delia begitu nanar dan berharap bahwa kekasihnya dapat terselamatkan.
"Mbak yang sabar ya. Tadi saya sudah urusi administrasi awal. Sekarang dokter sedang berusaha maksimal mbak, tolong berdoa saja. Saya dan teman saya dapat nomor mbak dari dompet mbak Joana, maaf ada foto mbak dan di belakangnya nomor HP mbak Delia. Soalnya HP mbak Joana hancur. Oh iya, kami sekalian ijin pamit ya mbak, semoga lekas sembuh mbak Joana-nya."
"Terima kasih banyak pak, atas kebaikan bapak berdua. Ini pak mohon diterima."
"Haduh, nggak perlu mbak. Saya ikhlas nolong. Beneran nggak usah. Maaf, kami permisi mbak."
"Makasih ya pak sekali lagi, bener-bener saya hutang budi ke bapak."
"Kami ikhlas mbak, sudah seharusnya saling tolong. Ya sudah semoga mbak Joana cepat pulih. Kami pulang dulu ya mbak."
Kedua pria paruh baya itu pun melangkah menjauh dari Delia. Tidak lama kemudian ada seorang dokter yang keluar dari ruang IGD tersebut. Banyak harapan di dalam hatinya untuk Joana. Semoga bukan kabar buruk yang ia terima.
"Dok, bagaimana kondisi Joana?"
"Maaf, ibu keluarga pasien?"
"Hmm, bukan. Saya teman dekatnya. Bagaimana, dok?"
"Saya harap anda menghubungi keluarganya, pasien membutuhkan banyak darah karena luka di kepala yang sangat parah. Namun masalahnya, stok darah kami sedang habis karena golongan darah AB tergolong cukup langka."
"Baik dok, nanti saya coba hubungi keluarganya."
"Kami juga terus berusaha mencari dan mohon bantuannya, semoga dua jam kemudian pasien masih bisa bertahan. Untuk sementara pasien masih belum bisa dijenguk, mohon bersabar karena kami sedang berusaha semaksimal mungkin."
"I-Iya dok, terima kasih."
Bagai petir menyambar. Ia sangat terkejut mendengar itu. Delia memiliki kurang lebih dua jam lagi untuk ikut membantu kekasihnya yang sedang terbaring lemah.
Kemudian Delia menghubungi Silvia karena ia tidak tahu kontak dari keluarga Joana. Dengan cekatan Silvia ikut membantu menghubungi orangtua Joana dan bergegas menuju rumah sakit bersama Vano. Di lorong rumah sakit Delia nampak panik sampai untuk duduk pun ia tak sempat, sesekali ia menyandarkan tubuhnya pada dinding rumah sakit sembari menangis.
Andai golongan darahnya sama pasti sudah ia berikan pada kekasihnya itu. Setiap detik ia berdoa agar Tuhan memberi kekasihnya umur panjang dan kepulihan. Tidak begitu lama ternyata Silvia datang bersama Vano dan ia yakin bahwa yang bersama mereka adalah orangtua Joana.
"Bagaimana kondisi anak saya? Kamu Delia kan? Tadi Silvia yang memberitahu saya. Kenalkan saya mama dari Joana dan ini papanya."
"Iya tante, saya Delia. Hmm, masih kritis tante. Joana butuh banyak darah namun stok darahnya habis. Tapi rumah sakit sedang berusaha mencarikan."
"Golongan darah saya nggak sama dengan Joana. Sementara papanya sudah terlalu tua untuk mendonor. Haduh bagaimana ini?"
Wanita tersebut berkernyit dahi sembari memijit pelipisnya. Sementara ayah dari Joana hanya terduduk lesu sembari berdoa. Terdapat Silvia dan Vano yang menghampiri.
"Del, yang sabar ya. Kita juga cemas. Tapi, sudah ada pendonor untuk Joana. Lo tenang ya."
"Pendonor? Kok bisa? Siapa, Sil?"
"Nanti lo juga tau kok, tadi gue sama Silvia yang minta tolong sama orang itu dan dia bersedia."
"Gitu ya, Van. Hmm, makasih ya guys, gue syok banget padahal hari ini Joana tuh habis ngajak jalan gue dan baru balik jam setengah sepuluh tadi."
"Hmm, kita memang nggak pernah tahu yang bakal terjadi nanti bahkan beberapa menit kedepan. Semua misteri."
Tenaga medis menyampaikan bahwa memang Joana sudah mendapat pendonor darah yang cocok dengannya dan tim medis melakukan transfusi darah kepada Joana. Beberapa jam kemudian barulah Joana boleh dijenguk dan orangtua adalah yang pertama boleh menjenguk. Setelah itu barulah Delia, Silvia dan Vano.
Dilihatnya Joana masih dalam keadaan tertidur. Terdapat perban di kepala dan luka memar di tangan serta kakinya. Bersukur bahwa tidak ada patah tulang kepada Joana.
Air mata ketulusan terus mengalir di kedua pipi Delia. Ia sangat terenyuh dan tidak tega melihat orang yang dicintainya sedang terbaring lemah seperti itu. Silvia dan Vano pun terus memberi semangat kepada Delia.
Jam besuk telah habis dan mereka harus pulang mengingat sudah dini hari. Sementara Joana telah dijaga oleh keluarganya. Rasa khawatir terus menyelimuti Delia. Ia ingin sekali menemani kekasihnya itu namun ia sadar bahwa posisinya tidaklah tepat untuk memproteksi Joana dikarenakan ada anggota keluarganya di sana.
Ia harus menurunkan ego demi kebaikan dan kesehatan Joana. Ia pun masih bisa menjenguk nanti. Yang terpenting doa untuk kepulihan Joana tidak pernah putus. Delia selalu berdoa dengan begitu tulus.
Esok Hari
Hari ini Delia akan menjenguk kekasihnya yang sudah sehari semalam berada di rumah sakit. Ia mendapat kabar bahwa Joana sudah sadar kembali. Dengan bersenandung kecil ia mengarahkan mobil ke rumah sakit.
Ketika sudah sampai kamar dimana Joana dirawat, ia langsung tersenyum melihat kekasihnya itu. Dengan langkah perlahan ia menghampiri Joana yang terbaring. Sebelum Delia datang, orangtuanya yang berjaga dan mempersilakan Delia untuk menjenguk.
"Hai, sayang. Sukurlah kamu udah sadar. Gimana kondisi kamu hari ini?"
Delia berdiri di samping bangsal sembari tersenyum senang. Namun sedetik kemudian Delia merasa aneh karena tidak ada balasan senyum dari wajah kekasihnya. Ekspresi Joana begitu datar dan seperti menatap heran kepadanya.
"Jo, sayang. Kamu kenapa? Aku khawatir karena kemarin kamu kecelakaan."
"Kamu siapa? Kenapa manggil sayang? Maaf, saya nggak kenal sama kamu."
Bersambung...
Salam Manis,
Canimangel (Q)
Rabu, 6 November 2019
03.22 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here
RomanceCinta itu bisa menyembuhkan sekaligus menyakitkan. Cinta itu bisa membahagiakan sekaligus menyedihkan. Cinta itu sulit dideskripsikan namun dapat dirasakan. Yuk silakan baca! Warning!!! This is GxG (Girl x Girl) or Yuri genre! Note: Just skip if you...