SH 1

12.6K 1.5K 80
                                    

"Jo-Joana, Hey!"

Tiba-tiba Joana terkesiap dari lamunannya. Tidak terasa bahwa dia sedang menopang dagunya di atas meja kerja. Sementara di hadapannya terdapat rekan kerja yang sudah sadarkan ia dari segala hal yang ia pikirkan.

"Ya ampun, Joana! Jadi dari tadi lo bengong? Ngelamunin apa sih? Gue dari tadi ngobrol panjang kali lebar tentang project kita tapi lo malah nggak konsen gitu?"

Seorang wanita di depan Joana mengerucutkan bibirnya menandakan bahwa ia sangat sebal terhadap sikapnya. Memang sedari tadi wanita itu menjelaskan tentang segala hal untuk mega project yang akan mereka tangani. Namun Joana tak mengindahkan itu, ia malah terlarut dalam lamunan.

"Sorry Silvia. Maaf banget. Gue bener-bener lagi kacau. Gue nggak tau deh lo ngomong apa tadi."

"Astaga! Jo, kalau lo ada masalah. Ngomong dong sama gue, curhat. Jangan kaya gini, ini tuh bisa berdampak buruk buat startup yang lagi lo bangun."

"Hmm, masalah mega project itu mending lo yang handle ya. Gue lagi nggak mood. Gue lagi nggak bisa megang kerjaan."

"Gue? Gue itu cuma assistant lo. Sementara lo CEO di sini. Gue keberatan lah, Jo. Ayo coba, jelasin ke gue ada apa? Nggak biasanya lo kacau begini. Biasanya kalau ada masalah, lo tetap profesional dalam bekerja bahkan masih bisa ketawa."

Joana kembali menopang dagu di tangan kanannya, matanya mengawang kembali untuk membayangkan mantan kekasihnya. Ia sangat kehilangan dan semua terasa membosankan. Hatinya mengalami kekosongan.

"Ini soal Karin."

"Karin? Setau gue, lo sama dia baik-baik aja. Emang ada apa?"

Memang Silvia ini tahu betul hubungan terlarang antara sahabatnya ini bersama wanita yang bernama Karin. Pada awalnya ia juga kurang menerima, namun Silvia merasa bahwa Joana tidak pantas dijauhi maka dari itu persahabatan mereka tetap utuh hingga kini. Ia tahu bahwa Joana memang berbeda dari gadis kebanyakan yang menyukai laki-laki tampan di sekolah atau pria maskulin di luar sana. Namun Joana lebih tertarik kepada wanita cantik.

"Gue putus sama dia."

"What? Wait! Lo putus sama dia? Kok bisa?"

"Dia yang minta putus, dia yang mutusin gue dua minggu yang lalu."

"Dengan alasan?"

"Dengan alasan dia didesak nikah sama keluarganya dan dia beban akan itu. Jadinya dia ngelepas gue."

"Ck! Duh! Yang sabar ya, Jo. Hmm, sekarang lo mending move on deh. Unfaedah kalau lo kaya gini terus. Emang lo mau perusahaan lo yang lagi berkembang ini hancur dalam sekejap? "

"Ya, nggak lah. Tapi beneran deh, kali ini lo aja yang nanganin project ini."

Silvia memutar bola matanya seakan tidak percaya sekaligus malas. Ia merasa bahwa kapasitasnya sebagai assistant belum mampu untuk menangani projek besar macam ini. Namun setelah ia pertimbangkan ada benarnya juga karena sahabat di hadapannya kini sedang kacau berat.

"Serius lo? Kalau projeknya acak-acakan karena gue? Lo mau tanggung jawab?"

"Jelas. Gue kan CEO di perusahaan ini."

"Bener ya?"

"Deal. Udah ya, tugas lo usaha yang maksimal. Gue tetep bantu lo dan nggak bakal lepas tangan gitu aja. Tenang, rekening lo penuh deh."

"Udah kesana aja lo mikirnya. Kepala gue aja masih nyut-nyutan nih. Bisa apa nggak gue ini."

"Silvia pasti bisa lah, lo dari jaman sekolah juga udah punya jiwa leadership. Lo pasti mampu."

Stay HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang