SH 6

4.7K 988 43
                                    

Joana melajukan roda empatnya ke arah kafe Delia. Malam minggu merupakan malam yang panjang begitu kata pepatah, entah benar atau tidak. Jalanan lebih padat dari pada hari biasa.

Kurang lebih tiga puluh menit kemudian Joana sudah sampai tempat tujuan. Ternyata kafe milik Delia padat pengunjung malam minggu ini. Banyak sekali muda mudi yang datang apalagi yang membawa pasangan.

Ia melangkahkan kaki menuju kafe itu dan dilihatnya banyak meja yang sudah ada pelanggan di sana. Joana mengambil ponsel dari saku blazernya untuk menghubungi Delia sembari ia menengok sekeliling. Riuh suasana kafe menambah semarak suasana malam minggu Joana.

"Hey, Jo!"

Tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh seseorang dan membuatnya menoleh seketika.

"Eh, Delia. Aku nyari kamu lho malah hampir mau hubungin lewat HP."

"Udah di sini tinggal tanya sama karyawan aku aja, kamu tuh lucu ya pakai HP segala."

Joana menggaruk tengkuknya. Benar juga yang ia bilang. Sedetik kemudian ia tersenyum pada Delia.

"Del, aku kebagian di meja mana?"

"Tenang, udah aku sediain. Di area outdoor ya. Nggak apa-apa kan?"

"Oh iya nggak apa-apa kok, santai aja."

"Ya udah yuk!"

Delia melangkah dengan menggandeng Joana. Ia merasa berdebar dengan sentuhan Delia tersebut. Namun ia rasa Delia biasa saja padanya. Andai ia paham bahwa jantungnya sedang tak menentu.

"Malam ini cerah ya, banyak bintang. Bulannya juga purnama. Aku suka deh."

Delia duduk dan menopang dagunya sembari memandang langit. Senyum yang nampak pada wajahnya membuat ia terlihat cantik dan manis secara bersamaan. Joana ikut menopang dagunya mengikuti hal yang dilakukan oleh wanita di depannya.

"Iya, bagus ya. Aku sih suka langit juga, Del. Tapi lebih ke langit biru yang cerah."

"Hmm, tapi kalau kamu mandang langit biru yang cerah nggak bisa lama kan nanti silau."

Joana tertawa mendengar celoteh dari Delia yang memang benar. Namun ia merasa langit biru membawa ketenangan baginya. Biru mengingatkan ia kepada Karin saja.

"Jo."

Ternyata Joana melamun dan ia disadarkan oleh Delia dengan sentuh lembut jemarinya.

"Eh! Iya, Rin? Kenapa?"

"Wait! Rin?"

"Hmm, maaf. Maksud aku, Del."

"Kamu ngelamun ya? Rin siapa?"

"Hmm, bukan siapa-siapa kok Del."

"Ya udah dimakan ya sama diminum dulu, ini menu baru kreasi aku sendiri. Semoga suka."

Nyatanya sudah ada dua porsi menu steak dan dua mocktail di atas meja mereka. Menggugah selera Joana yang memang lelah setelah aktivitas seharian. Tidak hanya fisik namun dilanda lelah hati juga.

"Enak lho steaknya, mocktail ini juga seger. Tapi kaya rada beda gitu deh steaknya, tekstur dagingnya gimana gitu."

"Yakin itu daging? Perhatiin lagi deh teksturnya."

"Nggak yakin sih, tapi enak. Memang kreasi apa nih?"

"Itu bukan steak daging tapi steak tempe, dari tempe itu."

"Serius kamu? Eh enak banget lho tapi. Aku aja sampai nggak sadar."

"Nah kamu adalah orang pertama yang coba, menurut kamu ini bisa jadi menu andalan kafe milikku nggak?"

Stay HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang