Sore harinya, Minhee sudah melakukan aktivitasnya seperti biasa. Walau masih belum dapat makan nasi dengan rakus seperti biasanya, tapi setidaknya ia masih dapat bersyukur karena tidak terlalu menyiksa seperti hidungnya waktu itu.
Hari sudah menunjukkan pukul tujuh malam, kini Minhee hanya bisa berbaring di ranjang nya sembari memainkan ponselnya.
Sejak kejadian tadi siang banyak sekali temannya yang menanyakan kabarnya, hingga ponsel kesayangannya itu tak henti-hentinya berdering.
Sedang asyik membalas pesan dari Junho, Minhee menoleh begitu mendengar pintu kamarnya terbuka. Menampakkan Jaemin yang nampak lesu memasuki kamarnya.
"Dari mana aja, Bang?" Tanya Minhee kebingungan.
Jaemin hanya menggeleng pelan, lalu tumbang di atas ranjang Minhee dengan badannya yang terngkurap.
"Dari kantor Papa, sama dari rumah Haechan." Jawab Jaemin dengan nada kesal.
Pemuda itu memposisikan dirinya menjadi duduk di atas ranjang Minhee, dengan sorot matanya yang mendadak nyalang dengan tangan kanannya yang menepuk lengan Minhee.
Minhee nampak meringis lalu mengelus tangannya yang sedikit pedih.
"Bagus ya! Udah pulang dari rumah sakit! Gak ada yang ngabarin gue sama sekali! Waktu gue habis buat nyari elo, puppy!!" Omel Jaemin.
Minhee mengernyitkan dahinya, "Masa iya? Tapi tadi Bunda bilang Hp abang gak bisa di hubungi." Jelas Minhee.
Jaemin nampak tersentak, ia lalu merogoh ponselnya dari dalam sakunya. Lalu mengecek benda itu.
"Oh iya, baterai nya habis." Lirih Jaemin sembari menyengir.
Minhee hanya memutar bola matanya malas, niatnya mau mengobrol lama-lama dengan Jaemin. Tapi matanya seakan sudah tidak bisa di kompromi, ia mendadak mengantuk.
"Kok Papa lucu ya? Gue minta di beliin sekolah, eh gak di turutin." Curhat Jaemin sembari mengerucutkan bibirnya.
Minhee nampak tersentak dengan tawa renyahnya yang tak lama terdengar, "Beneran Abang minta di beliin sekolah?" Geli Minhee.
Jaemin mengangguk antusias, "Iya, lo gak taukan? Masa gue di usir! Anak CEO loh di seret keluar gedung sama orang pangkat satpam!" Kesal Jaemin.
Tawa Minhee semakin meledak begitu membayangkan kejadian yang di ceritakan Jaemin, jika ia ikut itu pasti akan sangat seru.
"Trus? Trus?" Sahut Minhee antusias.
"Trus, satpam yang awalnya gak percaya sama gue kalo gue anaknya Pak Johnson jadi makin meremehin gue masa? Cuman gara-garanya tuh gue di seret keluar itu tadi, udah gitu di katain orang gila. Kan sebel!!"
Minhee semakin tertawa gelak, membuat Jaemin tersenyum lalu mengacak rambut adik bungsunya itu dengan pelan.
"Abang sih konyol! Masa nyuruh Papa buat beli sekolah." Heran Minhee sembari menggelengkan kepalanya.
Jaemin mendengus, "Ih! Tapi beneran serius gue kalo itu mah. Gue pengen sekolah itu jadi milik gue sekalian!!" Tegas Jaemin.
"Emang kenapa kalo sekolah itu jadi punya abang?" Tanya Minhee sembari memainkan kuku tangannya.
"Biar gue bebas ngehukum orang yang berani deketin adek gue, biar gue bisa drop out orang yang sampe berani nyentuh adek gue." Jelas Jaemin dengan santainya.
Minhee tersentak, hatinya mendadak sesak. Ia menatap Jaemin dengan binar mata takjub, si sulung pun tersenyum memandang si bungsu yang nampak terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] What's Wrong : Jaeminhee
Fanfiction❝Lo tanya kenapa gue benci banget sama lo?! Okey! Gue benci sama lo, Karena kita lahir dari rahim yang sama!!❞ ˚Start 25.08.19 [END] (Bukan BXB) copyright 2019 by fielitanathh