14. Que será, será

11.6K 2.1K 91
                                    

Que será, será
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que será, será
What will be, will be

Lala bersenandung di sela-sela aktifitasnya memeriksa laporan dari restoran dan tambaknya. Whatever will be, will be, what will be, will be. Kata-kata itu terus dia tekankan untuk meyakinkan dirinya sendiri agar terhidar dari rasa galau. Lala sempat galau memikirkan bagaimana reaksi Arian saat mengetahui keberadaan Brian nanti. Tapi, setelah dipikir lagi, kenapa dia harus memikrkan apa yang belum terjadi. Toh belum tentu juga mereka akan bertemu. Brian juga bukan anak TK yang merengek minta ayah. Bagaimanapun tanggapan Arian nanti pada Brian, tidak akan berpengaruh banyak pada putranya. Malah bagus kalau Brian tahu bapaknya sudah berkeluarga lagi, barang kali saja Brian juga berharap ibunya nikah lagi juga. Bukanya Lala tidak tahu, Brian yang tidak menerima pria manapun dekat dengannya, mungkin saja berharap ayah dan ibunya kembali bersama. Setiap anak pasti mengharapkan begitu bukan, ayah ibunya bersatu dalam sebuah keluarga. Berbincang dengan komunitas single parents, Lala jadi tahu tidak hanya Brian yang posesif setengah mati pada ibunya. Anak lain juga begitu, terutama anak-anak yang tidak tahu luka yang ayahnya berikan pada sang ibu.

Berkaca pada dirinya sendiri, dulu Lala juga tidak nyaman ketika ayahnya didekati oleh seorang wanita. Meskipun dia tahu jika ibunya pergi untuk selamanya dan tidak akan pernah kembali, tapi dia tetap tidak rela. Begitupun Brian mungkin, meski hanya sebatas nama yang bisa dia baca di akta lahirnya saja, dia mengenal sosok ayah, tapi, pasti sulit jika dia menerima ayah baru di hidupnya. Hah, sekarang Lala jadi menyesal tidak menikah saat Brian masih kecil saja, jadi sosok ayah tirinyalah yang Brian kenal sejak kecil. Kembali ke masa lalu tentu saja tidak mungkin dan jangan lupa kenyataannya jika dia tidak punya satupun calon untuk dijadikan pendamping hidup. Ah...nasib percintaannya memang senaas itu.

Lala menyelesaikan laporannya dengan kekehan bahagia. Melihat semua berjalan lancar membuat Lala bahagia luar biasa. Kadang dia juga tidak menyangka dalam 10 tahun, yang awalnya Lala tidak tahu apa-apa, dia bisa mengembangkan usahanya menjadi sebesar sekarang. Meskipun dia belumlah sekaya incess tapi kalau hanya untuk liburan ke luar negeri setiap akhir tahun, dia bisalah asalkan hanya sekitaran asia.

"La." Seseorang melengok dari arah pintu memanggil namanya.

"Apaan?" Tanya Lala melihat Lililah yang mengintip dari pintu.

"Hari ini kita meeting bareng anak-anak buat masalah reuni itu. Katanya sepakat reuni diadakan di Lele goreng Lala, 2 minggu lagi." Ucap Lili.

"What? 2 minggu lagi? Mepet bener."

"Katanya udah konfirmasi di grup angkatan, tanggal segitu orang-orang pada luang waktunya. Tanggalnya pas tanggal merah di tambah Long weekend, jadi, yang yang luar kota juga pada datang. Lo sih ikut di grup tapi kagak pernah nongol."

"Iyakah? Sorry gue kebanyakan ikut grup jadi gak sempet buat buka grup. Maklum gue kan orang sibuk." Ucap Lala yang dihadiahi cibiran oleh Lili. Kedua sahabat itu sepertinya belum afdol jika mengobrol tanpa saling meledek.

"Ya udah jadi lo bisa ikut gak?" Tanya Lili setelah obtolan ngaler ngidul mereka.

"Kayaknya gue gak bisa, gue harus ketemu yang mau pasang knopi sama nata taman di rooftop bareng Edgar. Kalau acaranya 2 minggu lagi, taman di rooftop juga harus cepet beres, biar kita punya spot foto yang bagus." Ucap Lala.

"Okay kalau gitu. Gue berangkat sekarang. Rencananya meetingnya pas makan siang, soalnya anak-anak yang kerja mau ikut juga." Ucap Lili sekalian berpamitan.

Akhir-akhir ini Lala dan Lili sibuk sendiri-sendiri, tepat sebulan setelah pembukaan Lele goreng Lala, kedua wanita itu hanya bertemu disaat makan pagi dan makan malam, itupun jarang karena Lili lebih banyak makan malam di luar. Lili sedang sibuk dengan Winny mencari calon manager baru untuk cabang yang dia pegang. Sepertinya kisah Lili dan Adrian juga mulai bermuara ke arah yang baik, karena pria itulah yang menjadi teman makan malam diluar Lili akhir-akhir ini.

Sejujurnya Lala kurang menyetujui hubungan Lili dan Adrian. Selain dari segi usia mereka yang berbeda, Lala pikir visi hubungan mereka juga berbeda. Diusia yang hampir 30an, Lala berharap Lili menemukan orang yang serius ingin membentuk rumah tangga dengannya, bukan pria muda dengan sejuta mimpinya yang belum tercapai. Lala bukan pembenci kisah cinta dengan brondong, hanya saja Lala pikir, sebelum memilih menjalin hubungan dengan brondong, harus pikir 2 kali terlebih dahulu. Tapi kembali lagi, Lili yang menjalaninya, jadi semua terserah Lili. Hanya saja Lala takut jika hubungan mereka tidak berhasil, merusak kerja profesional diantara mereka.

Lala menggelengkan kepalanya, ah ada dengannya akhir-akhir ini, kenapa dia banyak mengkhawatirkan berbagai hal. Mungkin efek PMS, dan sebentar lagi mendekati hari ulang tahunnya, dia menjadi sedikit sensitif. Lala beranjak dari posisi duduknya dan membereskan laporan yang sudah dia baca. Sepertinya dia harus relaksasi di salon beberapa saat untuk memanjakan diri sebelum bertemu Edgar. Meskipun Lala tahu Edgar sepertinya tertarik pada Masrha, tak ada salahnyakan kalau cuma tebar pesona dengan kecantikan hakiki miliknya.

*****************

Efek relaksasi di salon memang dahsyat, pikiran dan tubuh Lala menjadi rileks. Ibu satu anak itu menggerai rambutnya yang baru selesai di creambath. Baju jumpsuit warna navy yang dikenakan janda muda itu membuat penampilan wanita itu terlihat sangat fresh. Tidak akan ada yang menyangka jika wanita itu memiliki anak berusia 10 tahun, jika melihat dari penampilannya.

"Maaf menunggu lama." Ucap Lala ketika Edgar sudah menunggu di Lele goreng Lala.

"Kita bisa ke atas sekarang?" Tanya Edgar langsung setelah memperhatikan ibu satu anak yang bergaya bak anak kuliahan itu sekilas.

"Bukannya kita ketemu disini?" Tanya Lala, seingatnya rencananya mereka akan bertemu di sini, untuk mendiskusikan beberapa hal.

"Mereka sudah mulai mengukur di rooftop selagi menunggu kedatanganmu." Ucap Edgar. Pria itu mulai bicara tidak formal pada Lala akhir-akhir ini. Edgar sendiri yang mengatakan mereka harus bicara secara profesional, tapi dia yang merubahnya sendiri.

"Sorry aku telat banget yah dari janji?" Tanya Lala lupa jika dia ngaret 30 menit dari janji pertemuan mereka.

Edgar tidak menanggapi dan langsung melangkah menuju Rooftop. Sesampainya disana orang yang akan Lala temui memang sudah berada di sana sedang melakukan pengukuran.

"Maaf saya datang terlambat." Ucap Lala menyapa dua pria paruh baya yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Ah tidak masalah, berapa lamapun kami menunggu tidak apa-apa jika yang di tunggu orang cantik macam ibu Lala." Ucap pria yang memperkenalkan diri  sebagai Adam, pemilik toko baja ringan, yang akan memasang kenopi. Dari cara bicara pria itu, Lala dapat menebak Adam ini sejenis mata keranajang tapi takut istri.

Sebagai Janda senior, Lala tidak lagi tersipu dengan pujian semacam yang dilayangkan pria bernama Adam itu. Selain dia sadar dia cantik, dia juga tahu pujian pria itu hanya menggodanya, bukan benar-benar tulus memuji kecantikannya. Jangan berpikir jika masa 'janda' Lala adalah masa yang berat. Meskipun dia berstatus janda muda, tidak ada ibu-ibu dzholim seperti film hidayah yang merundungnya. Orang yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya menghormati Lala seperti mereka menghormati ayahnya Lala.

Setelah Adam memperkenalkan diri, gantian pria yang berprofesi sebagai penata taman yang memperkenalkan diri. Pria bernama Dean itu bersikap lebih sopan dari pada Adam. Setelah basa basi sebentar, mereka langsung membicarakan pekerjaan. Lala meminta semua pengerjaan ini selesai sebelum 2 minggu. Dan ketiga pria yang bekerja sama dengannya menyanggupi permintaannya.

Jam 4 sore waktunya menjemput Brian, Lala yang beraktifitas sejak tadi, masih cetar dengan penampilannya meskipun make up nya sudah terhapus dan rambutnya di sanggul asal. Lala menekan klaksonnya ketika melihat Brian celingukan di depan gerbangnya.

"Sore anaknya mommy..." sapa Lala setelah Brian mencium tangan Lala dan memasuki mobil.

"Mommy darimana rapi bener?" Tanya Brian curiga, karena biasanya Lala menjemput Brian dengan stelan rumahannya.

"Abis kencan buta dong." Jawab Lala dengan kekehan yang dihadiahi pelototan oleh Brian.

"Bercanda sayang, mama habis meeting buat pekerjaan Bri, curiga amat sih nak." Ucap Lala mengacak rambut pirang Brian.

Ibu dan anak itu melanjutkan perbincangan ringan tentang apa yang dilalui hari ini. Mereka asyik dengan dunia mereka tanpa menyadari jika seseorang memandang mereka seperti memastikan sesuatu.

10 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang