22. Salah Paham Kisah Masa Lalu

15.6K 2.5K 141
                                    

Amanda, meskipun itu namanya tapi saking jarangnya orang memanggilnya dengan nama itu, Lala menjadi asing dengan namanya sendiri. Hanya sedikit orang yang memanggil Lala dengan nama itu. Amanda Karmila memang namanya, tapi selain orang TPS yang memanggilnya saat pemilihan umum dan asisten praktek dokter yang memanggilnya giliran di periksa, jarang sekali yang memanggil nama lengkapnya. Panggilan 'Lala' lah yang orang-orangnya gunakan ketika memanggil dirinya. Setelah Brian sekolah, panggilan 'mama Brian' malah lebih sering lagi dia dengar dari sekelilingnya.

Lala membulatkan matanya ketika teringat sesuatu, saking jarangnya orang memanggilnya Amanda. Dia langsung ingat siapa orang yang baru-baru ini memanggilnya dengan nama Amanda. Tapi, tidak mungkinkan tiba-tiba dia datang bawa komplotan ke rumahnya tiba-tiba.

"Si bibi juga sudah ada di dalam non, katanya istri ponakannya kagak jadi lahiran. Tadi dia juga dia yang bukakan pintu rumah buat tamunya."

"Tamunya berapa orang pak?" Tanya Lala.

"Gak tahu 4 atau 5 orang neng, semobil aja kayaknya."

"Kayak gimana wajah tamunya?" Tanya Lala lagi.

"Mirip-mirip den Brian, tamunya non, si bibi juga kenal sama tamunya, orang dia yang suruh saya bukakan pintu gerbang untuk mereka." Jawab pria paruh baya itu mengingat-ingat.

"Gawat..." ucap Lala.

"Apanya yang gawat?" Tanya Lili.

"Jangan-jangan yang datang si Arian, bareng kompinya. Brian? Mana Brian?" Menengok kesana kemari mencari keberadaan putranya yang tiba-tiba menghilang.

"Dia udah jalan masuk duluan tadi." Jawab Lili.

"Kalau gitu, ngapain kita masih disini? Hayo masuk." Ucap Lala tergesa dan langsung masuk melalui jalan menuju pintu belakang. Tidak mungkinkan dia langsung menemui tamunya dengan stelan training ria dan berkeringat. Jika tebakannya benar kalau Arian datang, setidaknya dia harus menyambut sang mantan dengan tampilan yang lebih manusiawi bukan.

Lili hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Lala. Wanita itu juga berjalan mengikuti langkah Lala menuju pintu belakang. Lili menghentikan langkahnya ketika mendengar pesan masuk dari ponsel pintarnya.

Maaf...

Kata itu tertulis dari seseorang yang sebenarnya Lili juga tak yakin, apa dia berhak marah dan menerima permintaan maaf dari orang itu. Tak lama berselang pesan lain datang dari orang yang berbeda.

Aku menunggumu, aku juga ingin mengenalnya. Meski aku tidak sempat melihatnya, dia tetap bagian dari diriku.

Bunyi pesan itu membuat Lili menghela napas berat. Kenapa juga orang itu kembali dan mengorek luka lama yang tidak ingin dia ingat.

Aku ingin meminta maaf padanya dan memohon ampun darinya karena menyianyiakanmu dan juga dia yang seharusnya berada diantara kita.

Pesan lain masuk dari orang yang sama. Kali ini Lili merasa geli sendiri membaca kata-kata yang dirangkai orang itu. Sejak kapan Morega pintar merangkai kata? Ah  sepertinya lama berpisah merubah orang sangat banyak juga, pikir Lili.

"Ngapain?" Tanya Lala mengagetkan Lili, untung saja Lili tidak sampai menjatuhkan smartphone barunya yang masih mengkilat itu.

"Hayo buruan, kita harus nemuin tamu." Ucap Lala.

"Kan tamunya juga nyari elo, kenapa gue harus ikut nemenin juga?" Tanya Lili.

"Kitakan sahabat bagai kepompong Li, lo kudu nemenin gue apapun yang akan terjadi." Ucap Lala sok manis.

"Giliran butuh, ngomong lo bisa aja La." Cibir Lili. Hati melownya tiba-tiba mereda dengan sendirinya karena keinginan untuk adu bacot dengan Lala lebih menggoda. Ah, mungkin itulah gunanya teman sejati.

10 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang