45. Inilah Yang Namanya Keluarga

10.5K 1.5K 71
                                    

Brian hidup dengan dua orang wanita yang kadang lupa status dan usia mereka. Tapi, melihat pemandangan vulgar diusia 10 tahun bukanlah hal wajar. Beruntung Lili segera menyelamatkan mata polos anak itu dari kenistaan tingkah ibunya. Lili segera menyembunyikan Brian di belakang punggungnya, ketika melihat Lala membuka pintu dengan pakaian kurang bahan dan tampilan acak-acakan habis tidur.

"Lo gila, buka pintu masih pake baju begituan." Semprot Lili, sedangkan Lala hanya cengengesan saja. Arian yang lelet akhirnya datang dari arah belakang Lala dan memasangkan kimono pada istrinya itu.

"Si Lala bisa pake kimononya sendiri, lebay banget pake harus dipasangin." Ucap Lili sewot penuh dengan aura keirian.

"Tante kenapa sih Brian kok malah dihalangin, Brian kan mau lihat mommy." Protes Brian dari belakang punggung Lala.

"Nih anak lo, dipulangin sama kakek neneknya langsung pengen ketemu emaknya." Ucap Lili menarik Brian keluar dari balik punggungnya.

Dengan alaynya Lala langsung menyambut putra berharganya, Brian yang awalnya merindukan Lala juga pada akhirnya pasti merasa menyesal melihat tingkah berlebihan Lala dalam menyambutnya. Mereka sebenarnya hanya berpisah beberapa hari saja, tapi tingkah Lala seolah mereka terpisah jarak dan waktu yang sangat lama.

"Ayo masuk ke dalam." Ucap Arian yang memiliki kesadaran lebih baik daripada Lala.

Memasuki kamar yang menjadi kamar sepasang pengantin baru itu, Lili langsung berkomentar nyinyir. Jiwa iri seorang jomblonya berkobar-kobar melihat dua orang yang dia kenal dan awalnya menjadi pasangan tidak mungkin, malah menjadi pasangan. Sedangkan Lala, wanita itu segera bercengkarama dengan putranya, wanita itu tidak rela selama beberapa hari ini, putranya full melewatkan hari tanpa dirinya.

"Gimana perasaan lo sekarang?" tanya Lili pada Arian yang hanya jadi penonton interaksi Lala dan Brian seperti dirinya.

"I feel complete now." Jawab Arian memandang penuh kekaguman pada Lala dan Brian seakan kedua orang itu adalah dunianya.

Lili langsung mencibir tingkah Arian, tapi dalam hati wanita itu ikut bahagia, akhirnya Lala dan Arian bisa bersama kembali, meskipun sebagai orang yang mengenal keduanya sejak lama melihat kebersamaan mereka terasa menggelikan juga.

"Lo gak lupakan sama janji lo?" tanya Lili menagih janji yang diberikan Arian padanya jika dia membantu membuat pernikahannya dengan Lala sukses. Tentu saja, hanya kebohongan belaka ketika Arian bertingkah seolah dia tidak tahu dengan pernikahan yang diprakarsai oleh kedua orangtuanya. Arian juga sebenarnya berperan sangat penting dalam pernikahan surprise untuk sang mempelai wanita itu. Arian bahkan menyuap Lili dengan sebuah imbalan yang membuat wanita itu setuju untuk membantunya.

"Kalau itu, kamu tahu sendirikan tidak banyak orang yang bisa dikenalkan dilingkungan sekelilingku padamu." Ucap Arian merasa cukup menyesal.

"Emang orang-orang di kantor lo gak bisa apa?" tanya Lili sewot, wanita itu cukup frustasi mencari pasangan akhir-akhir ini. Tentu saja karena Lala sudah menikah dia tidak mau menghabiskan waktu sepanjang hidupnya sendirian. Dia sampai meminta Arian mencarikan jodoh untuknya juga. Dia berpikir mungkin Arian memiliki banyak kenalan di perusahaan keluarganya yang bisa menjadi calon pasanagnh potensial untuknya. Dia cukup tua sekarang, penampilan bukan lagi acuannya sekarang, yang penting untuknya adalah seorang pasanagn yang bisa menerima dia apa adanya. Dan yang terpenting, bisa melepaskannya dari bayangan sang mantan yang terlalu melekat dalam ingatannya, siapa lagi kalau bukan Morega.

Bicara tentang Morega, hubungannya dengan sang mantan memang membaik. Atau lebih tepatnya, mereka sekarang bisa berkomunikasi satu sama lain tanpa rasa canggung, seperti layaknya seorang teman. Jika ditanya adakah rasa yang tertinggal untuk pria itu dalam hatinya, tentu saja tidak mungkin Lili mengatakan tidak. Hubungannya dengan Morega sudah terlalu dalam, hingga sangat sulit sekali untuk menghapus semuanya secara permanen. Tapi untuk kembali bersama, rasanya sangat sulit, atau malah tidak mungkin. Bukannya Lili pendendam atau apa, dia menerima semua permintaan maaf dari Morega atas apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak mempermasalahkan kehadiran anak Morega yang kadang pria itu bawa ketika bertemu dengannya. Lagipula anak itu bertingkah sangat manis dan sopan.

Kembali dengan orang dari masa lalu, tidak pernah ada dalam kamus hidup Lili, apalagi setelah sakit terlalu dalam yang dia alami. Sedangkan orang baru yang sedang memulai pendekatan dengannya, dia juga tidak yakin mereka akan melangkah ke jenjang yang lebih serius. Edgar memang menggoda dan sangat worth it untuk dijadikan pasangan, tapi mengetahui jika pria itu pernah naksir berat hingga tahap sangat berharap pada Marsha, dia sedikit sulit untuk menerimanya. Menerima seseorang yang pernah mengharapkan temanmu menjadi pasangannya, rasanya sedikit tidak nyaman untuk Lili.

"Aku tidak terlalu banyak mengenal karyawan di kantor, kalau eksekutif di kantor aku mengenalnya, tapi, mereka rata-rata sudah memiliki pasangan, dan usianya cukup tua jika dibandingkan dengan kita." Ucap Arian yang membuat Lili merajuk kesal.

Mari tinggalkan Lili dengan kegaluannya dan beralih pada drama ibu dan anak yang sedang melepas rindu. Tentu saja serindu apapun Lala pada Brian, anak 10 tahunnya itu terlalu besar untuk bisa dia pangku, dan putranya menolak untuk dia peluk terus menerus. Jadilah dia harus puas hanya dengan menggenggam tangan putranya dan saling berbagi cerita bersama. Brian adalah keajaiban untuknya, bagi Lala mendengarkan cerita putranya adalah sebuah kebahagiaan tak terkira.

"Hah... ternyata nenek dan kakekmu sangat memanjakanmu sekali, meskipun ibumu ini bukan orang miskin, tapi tetap saja mana bisa, ibumu yang hanya penjual lele ini memanjakanmu seperti apa yang kakek dan nenekmu lakukan." Ucap Lala setengah mengeluh mendengar cerita hari yang Brian habiskan bersama kedua kakek neneknya. Bagaimana tidak, untuk mengalihkan waktu Brian saat Lala menghabiskan masa pengantinnya dengan Arian, kedua orangtua Arian membawa Brian untuk berjalan-jalan ke Malaysia dan Singapura. Kedua destinasi itu memang dekat dengan Indonesia. Tapi, tetap saja berlibur keluar negeri tentu tidak murah, dan Lala biasanya hanya merencanakan liburan keluar negeri itu cukup setahun sekali, setelah dia menabung terlebih dahulu dari penghasilannya.

Tapi, sebenarnya meski Lala bertingkah seolah mengeluh, dalam hati dia bersyukur luar biasa karena putranya sekarang memiliki keluarga lain selain dirinya. Dulu saat Lala orangtua satu-satunya untuk Brian, terkadang Lala berpikir, apa yang terjadi pada putranya jika terjadi sesuatu padanya. Sekarang, Brian memiliki banyak orang disekelilingnya, putranya tidak akan kesepian. Dia sangat senang Brian diterima begitu baik di keluarga besar Arian, mengetahui rasanya punya kakek dan nenek, sepupu dan banyak anggota keluarga lainnya.

"Ngomong-ngomong, gue laper ini, gak niat buat memanfaatkan layanan pesan antar gitu?" tanya Lili, karena memang wanita itu kelaparan sekarang, Orangtua Arian mengantarkan Brian tadi malam dan anak itu tidak bisa tidur semalaman karena ingat pada ibunya. Karena rasa sayangnya yang luar biasa untuk anak dari sahabatnya itu, akhirnya pagi buta Lili bersedia mengantarkan Brian untuk segera menemui ibunya.

"Jangan bilang, lo juga belum ngasih makan anak gue?" tanya Lala seraya melihat kearah jam yang terpasang di dinding.

"Ampun Lili, tega banget lo anak gue jam segini belum makan, di jalan emang kagak ada tukang dagang apa gitu?" semprot Lala.

"Saya sudah pesan makanan untuk kita." Ucap Arian sebelum Lala dan Lili terlibat percekcokan yang tidak penting.

Setelah masalah pesan memesan makanan selesai, akhirnya perbincangan tidak penting diantara orang-orang itu berlanjut. Perbincangan itu hanya berisi pembahasan ringan saja, tapi jika dibahas bersama orang-orang yang dekat terasa cukup menyenangkan. Meskipun hanya berisi candaan garing yang berakhir perdebatan tidak penting diantara dua wanita saling bersahabat itu, dan menyisakan dua orang berjenis kelamin pria yang hanya menjadi penonton obrolan kedua wanita itu.

Mungkin inilah yang namanya keluarga... saling berbagi hal ringan bersama tapi terasa sangat menyenangkan.

10 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang