41. Nikahan Sultan Sang Pelakor

10K 1.7K 62
                                    

"Sebenarnya si Marsha ini niat gak sih kasih nih seragam ke gue." ucap Lala misuh-misuh sambil memasang korset ketat yang dibantu Lili. Seragam pendamping pengantin yang Marsha berikan untuknya sungguh tidak sesuai dengan statusnya sebagai ibu satu anak yang meskipun langsing memiliki kelebihan daging di perut.

"Kan tadinya buat si Mina yang masih gadis awal 20an yang singset bukan emak-emak anak satu macam situ." komentar Lili setelah berusaha keras memasangkan korset untuk Lala.

"Ck, lo gak liat apa, badan gue nih masih mirip perawan tingting gini." ucap Lala sambil berkaca di cermin setelah korsetnya terpasang dengan baik dan benar. Ibu satu anak itu bangga bukan main melihat tampilan tubuhnya yag aduhai itu.

Pakaian seragam yang diberikan Marsha itu berupa kebaya dengan bawahan sarung yang begitu pas dibadan. Sedangkan seragam awal yang diberikan Marsha yang sekarang di kenakan Lili berupa gaun berwana lilac yang menjuntai menutup mata kaki dengan kerah sabrina. Sungguh, si Marsha ini pasti menyiapkan seragam pakaian sambil mabok, baju seragam yang diberikan bernuansa internasional tapi baju pengiring pengantinnya bernuansa tradisional.

"Mom... papa sudah datang." teriakan dari luar membuat Lala yang sedang mengaggumi diri sendiri itu perhatiannya teralih. Wanita itu melihat jam yang baru menunjukan jam 6 pagi.

"Gila si Arian, datengnya pagi amat padahal kita belum selesai menata rambut," ucap Lili mulai menata rambutnya. Sebenarnya Marsha menawarkan mereka untuk berdandan bersama di gedung. Tapi, Lili yang memiliki bakat tersembunyi sebagai make up artist sekaligus stylish rambut menolaknya. Wanita itu memilih bar make up dan menata rambutnya sendiri bersama Lala, daripada harus mengantri didandani oleh make up artist sewaan Marsha. Lagipula, perawan bukan, janda bukan satu ini punya berbagai macam alat tempur make up yang berjibun di kamarnya. Tentu saja berpenghasilan lumayan besar, tidak punya siapapun yang dibiayai selain dirinya sendiri, membuatnya bisa memenuhi hobinya. Hikmah hidup single sudah berpenghasilan memang luar biasa, untuk orang yang begitu memanjakan hobinya.

"Si Marsha nyuruh kita datang jam berapa?" tanya Lala sembari merapihkan dandananya.

"Sebelum jam 8 kita harus sudah ditempat acara, kalau lo karena harus gladi resik dulu sebelum acara kalau bisa jam 7an sudah disana." jawab Lili.

"Busyet gladi resik segala, lo kira lomba upacara bendera." komentar Lala. Acara Marsha diadakan dari pagi hingga sore hari karena calon pengantin pria ingin kedua putrinya berada di sepanjang acaranya. Dan jika diadakan malam hari, tentu saja itu tidak mungkin terjadi. Berdoa saja semoga tidak ada drama yang akan viral di internet di acara pernikahan Marsha nanti. Sepertinya meskipun berakhir di pelukan wanita yang dijuluki pelakor, calon suaminya Marsha tetap peduli dengan anak-anaknya. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada hidup orang lain, begitupun dengan kisah cinta Marsha dan calon suaminya itu. Meskipun Marsha ikhlas digelari pelakor, dan dipandang jelek oleh banyak orang, hanya orang-orang yang terlibat dengan kisah itulah, yang tahu bagaimana duduk masalah hubungan diantara mereka.

Sebagai orang yang pernah menikah tanpa kebaya apalagi pesta, tentu saja Lala tidak tahu bagaimana ribetnya persiapaan pernikahan  hingga hari H pernikahan itu sendiri. Untuk menghormati Marsha, Lala dan Lili tentu saja dengan Arian yang menjemput mereka dan Brian yang dipaksa ikut oleh ibu dan tantenya. Sepanjang perjalanan menuju gedung tempat acara diadakan Arian terus mencuri pandang ke arah Lala. Sayangnya ibu satu itu terlalu memperdulikan penampilannya sehingga tidak menyadari seseorang yang terpesona karena penampilannya.

Arian sebenarnya sudah terpesona pada Lala sejak ibu dari putranya itu menuruni tangga. Bak adengan  klasik drama romantic, Lala terasa sangat berkilau dimata Arian saat wanita berbalut kebaya itu menghampirinya tempatnya berdiri. Arian sama sekali tidak menyesal menunggu lebih dari setengah jam hanya untuk menunggu Lala berdandan. Arian tidak tahu apa dia pernah terpesona atau tidak pada perempuan sebelumnya, yang pasti saat melihat Lala kali ini dia merasakan apa yang orang lain bicarakan tentang pesona pandangan pertama saat bertemu dengan jodohnya. Sayangnya realita memang terkadang kejam, bukannya malu-malu, yang ditatap malah langsung berlaku judes padanya.

10 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang