24. Ketika Timbunan Kenangan Manis Terhapus Oleh Satu Kenangan Pahit

15.8K 2.3K 58
                                    

Lili tidak mampu untuk menahan tawanya. Wanita itu berjalan cepat menuju belakang rumah dan tertawa puas disana. Jika ada orang yang lihat,
mungkin dia akan dikatai orang gila, tertawa sendirian sampai membungkuk-bungkuk karena kulit perutnya sakit. Lili tidak menyangka Arian bisa sepintar itu mengarang cerita. Jangan-jangan, selain mengurus perusahaan orangtuanya, dia juga berprofesi sebagai penulis naskah sinetron yang selalu berhasil membuat ibu-ibu di rumah terbawa emosi.

Lili tahu betul bagaimana kisah absurd pasangan Lala dan Arian. Bahkan pasangan absurd itu juga dengan tidak tahu malunya menceritakan proses pembuatan Brian padanya, yang membuatnya tidak bisa menahan tawa dengan cerita gila mereka. Keduanya selalu berhasil membuat Lili tertawa terpingkal-pingkal hingga tahap sakit perut. Lili saksi hidup kisah keduanya, mendengar betapa palsunya cerita yang diciptakan Arian membuat Lili tidak habis pikir. Betapa totalitasnya kebohongan Arian.

Tawa Lili berhenti karena getaran ponsel pintar di saku bajunya. Nama Adrian tertera di layar ponselnya sebagai penelpon. Rasa geli karena tingkah Lala dan Arian langsung lenyap dari hati Lala. Wanita yang berstatus bukan gadis juga bukan janda itu menghela napas. Melihat seorang wanita membuka pintu di rumah gebetan cukup menohok hatinya. Apalagi dalam keadaan hanya mengenakan kemeja kedodoran. Belum lagi Adrian keluar hanya mengenakan celana panjang saja. Benar-benar gak modal kan itu pasangan. Satu pasang pakaian di bagi dua. Lili kaget bukan main saat melihat pemandangan itu, apalagi wanita yang membukakan pintu adalah seseorang yang dia kenal. Bak anak perawan yang dikhianati kekasihnya, Lili berlari menjauh dari rumah Adrian dengan beruraian air mata.

Lili sendiri merutuki reaksi berlebihannya melihat adegan yang sebenarnya biasa saja itu. Lili saat seusia mereka dulu juga tak kalah bejatnya dengan tingkah mereka, pake sok sokan menjadi pratagonis teraniaya. Lucunya, setelah adegan melarikan diri itu, Lili baru sadar kenapa dia harus marah. Hubungannya dengan Adrian memang dekat, tapi mereka tidak lebih dari sekedar itu. Efek jomblo membuat Lili, langsung klepek-klepek hanya karena perhatian pria muda seperti Adrian. Berasa istimewa diperhatikan, tahunya dia perhatian pada semua orang, kurang ngenes gimana Lili waktu sadar.

Ingin rasanya dia bersikap kekanakan dengan tidak mengangkat panggilan itu. Tapi bisa sajakan Adrian menghubunginya karena hal penting di resto. Benar kata Lala, terlibat hubungan lebih dari hubungan kerja sama antar pegawai memang berdampak buruk. Profesionalisme susah di jaga jika menyangkut masalah hati.

Lili pada akhirnya memilih mengangkat panggilan dari Adrian. Saat ini Lala tidak bisa diganggu dengan masalah Lele goreng Lala, maka dialah sebagai wakilnya yang harus menyelesaikan urusan resto.

"Halo Dri..." sapa Lili berusaha menjaga suaranya sebiasa mungkin, tanpa kemarahan apalagi kesedihan berlebihan yang berakibat mempermalukan dirinya sendiri.

"Ada apa? Ada masalah di resto?" Tanya Lili langsung sebelum Adrian mengatakan hal lain setelah kata  sapaan 'halo'.

"Tidak, hari ini aku off dari restoran. Aku..."

"Kalau bukan masalah resto, gue tutup yah." Ucap Lili memotong ucapan Adrian yang terdengar ragu.

"Tunggu...aku ingin menjelaskan apa yang kamu lihat tidak seperti kejadian sebenarnya." Ucap Adrian cepat, takut Lili menutup teleponnya.

"Kemarin itu terjadi kecelakaan kecil antara aku dan Winny. Baju kami basah, karena tidak enak dengan Winny, aku mengajak Winny ke rumah untuk bertanggung jawab atas bajunya yang kotor. Winny meminjam bajuku..."

"Ck...kenapa ngejelasin begituan ke gue?" Tanya Lili sok tidak peduli. Padahal hatinya sedikit senang karena mengetahui Adrian dan Winny tidak ada hubungan apa-apa. Tapi, mengingat lagi rumah Adrian dan Winny hanya berjarak beberapa meter saja, seharusnya tak masalah bukan jika pulang ke rumahnya masing-masing. Dan bagaimana Winny dan Adrian nyaman-nyaman saja berpakaian tidak pantas hanya berduan saja, membuktikan jika mereka memang sangat dekat. Apalagi kemarin ibu dan adik-adik Adrian memang tidak ada di rumah. Niat hati dia ingin berlaga bak wanita perhatian yang mau menemani, eh dia malah keduluan Winny.

"Mbak Lili, aku..."

"Udah sih, ngapa juga masalah itu diributin...." Ucap Lili memotong ucapan Adrian.

"Aku tidak berbohong dengan perhatianku selama ini ke mbak...aku..."

"Kalau gak ada urusan lain, gue tutup yah." Ucap Lili memotong ucapan Adrian lagi.  Tanpa meminta persetujuan Adrian langsung menutup panggilan dari Adrian. Lili tidak berniat melanjutkan ke baperannya pada koki muda itu. Hell sudah cukup dia menjadi budak cinta berulang kali. Dia tidak berniat lagi menjalin hubungan dengan seseorang yang cintanya pada orang itu sudah jelas, sedangkan cinta orang itu padanya masih abu-abu.

Lili menghela napas memandang kosong ke arah ponsel pintarnya. Bergabung dengan Lala dalam kondisi hatinya yang carut marut seperti sekarang ini, Lili pikir bukan pilihan. Lagipula dia sadar sedekat apapun dia dan Lala, Lili tetaplah orang asing jika menyangkut urusan keluarga Lala. Ada batasan antara teman dekat dan keluarga, sedekat apapun hubungan dekat pertemanan itu dan Lili paham akan itu.

************

Nongkrong di coffee shop dengan secangkir latte juga beberapa keping kue macaron menjadi pilihan Lili untuk mendamaikan hatinya. Meskipun dia terlihat ngenes nongkrong sendirian di tempat kekininan yang pelanggannya di dominasi kaula muda, Lili tidak mempersalahkannya. Tampilan Lili yang meskipun hari ini dandanannya sederhana, dia masih tetap percaya diri menjadi yang tercantik di tempat ini. Buktinya para brondong itu menengok dua kali padanya.

Lili mulai berpikir untuk membeli rumah baru sekarang, atau mungkin menempati kembali rumah peninggalan ayahnya yang dia kontrakan. Tinggal bersama Lala memang menyenangkan, tapi mereka tidak mungkin selamanya dapat bersama. Ada masa mereka akan membentuk keluarga masing-masing. Seperti hari ini, meskipun rumah Lala cukup luas, tetap saja dia tidak enak jika harus diam di kamar sementara ada tamu.

Ini bukan patah hati Lili yang pertama, tapi tetap saja sama sakitnya jika harapan yang sudah terlanjur berkembang, harus dipangkas habis tanpa dinikmati keindahannya. Cara paling ampuh menghadapi patah hati tentu saja mengurung diri dengan beberapa lagu melow yang menemani. Bukannya duduk sendirian di coffee shop dengan lagu cinta yang seperti sedang mengejeknya.

"Bunda..." panggilan seseorang membuat Lili yang asyik dari lamunannya tersentak. Meskipun dia tidak mungkin panggilan itu ditujukan padanya, tetap saja dia kaget. Apalagi saat dia mengangkat wajahnya seorang gadis kecil berdiri sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang ompong dihadapannya.

"Bunda...akhirnya Lili bisa ketemu bunda..." ucap gadis kecil itu begitu semangat mendekati Lili bahkan langsung memeluk Lili tanpa permisi.

"Ayah tidak bohong...ayah bilang bunda akan datang setelah aku sembuh dan rajin minum obatku." Ucap gadis kecil itu ceria. Gadis itu bicara banyak hal pada Lili dan Lili hanya menaikan alisnya bingung dengan tingkah anak perempuan itu.

"Maaf...tapi...aku..."

"Ayah...ini bunda...Lili ketemu bunda..." panggil anak itu ceria ketika seorang pria melintas tak jauh dari tempat mereka duduk.

Mata Lili melotot ketika melihat siapa pria yang dipanggil ayah oleh anak itu. Lili tersenyum sinis pada pria itu, tidak cukupkah pria itu meninggalkannya hanya untuk bertanggung jawab pada anak itu, dan sekarang apa? Pria itu juga menjadikannya sosok 'bunda' untuk anak itu. Sepertinya pria itu memang paling pintar menyakitinya.

Tahukah pria itu jika melihat wajahnya dan wajah anak yang begitu pria itu perjuangkan membuat hatinya sakit? Membuatnya mengingat kemalangan anak kandungnya yang bahkan tidak diketahui oleh ayahnya sendiri.

"Lili..." Sapa Morega.

"Wah...nama bunda juga sama kayak namaku..." seru anak itu senang, sama sekali tidak melihat dua orang dewasa dihadapannya saling menatap dengan berbagai ekspresi yang ingin mereka muntahkan satu sama lain.

10 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang