|32| Invitation

3.9K 292 16
                                    

Mendapati dirinya telah berada di dalam kamar, tepatnya bersandar dibalik pintu yang sudah tertutup rapat. Demi menyentuh dadanya dan merasakan jantungnya berdetak abnormal, tangannya naik menyentuh bibirnya yang masih ingat bagaimana tekstur bibir Jimin yang melumat bi—ah lupakan, kepalanya menggeleng cepat guna menyingkirkan pikiran yang menjerumus ke arah mesum dan itu berarti dirinya tidak ada bedanya dengan Park mesum Jimin.

Merutuki dirinya yang dengan muda terbawa suasana yang diciptakan oleh Jimin yang membuatnya ikut hanyut dalam ciuman pria Park itu. Dan lagi, mengapa jantungnya berdegup kencang seolah siap meloncat dari tempatnya. Demi tidak tahu alasan mengapa dirinya selalu merespon demikian bila di hadapkan dengan segala sentuhan Jimin.

Lamunannya tentang kejadian di dapur buyar seketika begitu rungunya mendengar suara dering handphone miliknya yang masih berada di dalam tas selempang di atas meja nakas. Semalam dia memang tidak sempat mengeluarkan handphone dari dalam tas. Langkahnya bergerak cepat mendekati tas selempangnya, mengambil handphone dan menilik siapa yang tengah menghubunginya.

Seketika matanya sedikit melebar melihat nama kontak di layar, tak disangka seseorang yang tengah menghubunginya saat ini benar-benar orang yang dia pikir tidak akan pernah menghunginya lebih dulu. Jempolnya dengan gerakan ragu menggeser simbol berwarna hijau sebelum mendekatkan ke telinganya.

"Halo?" Demi menunggu respon dari seberang dengan harap-harap cemas.

"Akhirnya kau mengangkat telfonku,"

"Ada apa, kenapa Oppa tiba-tiba menghubungiku?"

"Kenapa, tidak boleh ya?"

Demi spontan menggeleng walaupun orang diseberang sana tidak akan melihatnya.

"Bukan begitu, hanya saja sebelumnya Oppa tidak pernah menghubungiku lebih dulu, biasanya, 'kan aku yang menghubungi Oppa lebih dulu." kata Demi dengan bibir sedikit mengerucut.

"Benarkah?, aku tidak mengingat bahwa sebelumnya aku tidak pernah menghubungi lebih dulu?."

Jika saja orang yang tengah berbicara melalui telfon dengannya saat ini sekarang berdiri di hadapanya, sudah pasti Demi tidak akan berani memutar bola mata seperti yang dilakukannya saat ini.

"Kau sedang apa?"

Di jauhkannya handphone dari telinganya dan di tatapnya layar handphone yang sudah berubah gelap dengan tatapan horror. Rasanya dia sedang berbicara dengan orang yang berbeda.

"Aku sedang duduk dipinggir ranjang tanpa melakukan apapun selain menerima panggilanmu."

"Kau tidak sekolah?"

Helaan napas Demi hembuskan mendengar pertanyaan orang diseberang sana, bagaimana bisa dia masuk sekolah saat dirinya bangun kesiangan dengan keadaannya yang tidak memungkinkan untuk hadir di kelas dengan beberapa bercak merah disekitar lehernya.

"Apa kau sakit? Kau baik-baik saja, 'kan?"

Entah Demi saja yang terlalu percaya diri atau prasangkanya memang benar, nada suara diseberang sana terdengar seperti tengah menghawatirkannya.

"Hm, aku baik-baik saja hanya terlambat bangun."

"Apa kau sibuk?"

"Sepertinya tidak, memangnya ada apa?, apa mungkin Oppa akan mengajakku bertemu?. Eyy, itu tidak mungkin!"

"Tebakanmu sangat benar, aku ingin mengajakmu bertemu."

Demi melongo dengan mulut menganga tidak yakin dengan apa yang baru saja ia dengar.

SOLITUDE  (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang