|47| Heartache?

3.8K 322 54
                                    


Selama perjalanan Demi tidak bisa mengabaikan perkataan Yoongi saat di kafe tadi, ingat sekali dengan wajah Yoongi ketika mengatakan bahwa pria berparas dingin itu sudah menganggapnya sebagai adik hanya dengan mendengar namanya, kendati sebelumnya mereka belum pernah bertemu dan mungkin mereka tidak akan pernah bertemu jika saja dirinya tidak mengikuti kursus masak di tempat Yoongi.

Tadi, saat dirinya tengah menunggu Jimin yang akan menjemputnya. Ia mendapat pesan masuk dari Yoongi yang mengatakan bahwa dirinya harus menjaga diri dan jangan sampai lengah. Maka setelah membaca pesan tersebut, lantas Demi menoleh ke arah kafe dari posisinya yang tidak jauh dari kafe, di sana masih ada Yoongi yang menatapnya dari balik kaca kafe menyungging senyum tipis yang tidak disadari olehnya.

"Mau mampir di resto untuk mengisi perut?"

Tak ada sahutan dari sebelahnya, lantas membuat Jimin menoleh dan mendapati Demi yang terlihat melamun.

"Demi-ah..."

Lagi, tak ada sahutan dari Demi. Selanjutnya Jimin memanggil dengan intonasi yang sengaja di tinggikan dari sebelumnya.

"Babby!"

Senyum Jimin terukir jelas mendapati Demi yang terkejut sembari menoleh ke arahnya.

"Siapa yang Oppa panggil?" Demi tampak celingukan ke arah sekitarnya, saat ini mereka tengah menunggu lampu merah.

"Kau, siapa lagi memangnya?" Jimin menukas dengan senyum menggodanya.

"Berhenti memanggilku seperti itu!" kesal Demi karena panggilan itu mengingatkannya pada kejadian di mobil sebelum dirinya menemui Yoongi. Jimin terus memanggilnya dengan sebutan 'Babby' dalam proses mencapai pelepasannya yang di bantu oleh tangannya.

"Wae? Itu panggilan yang bagus untuk gadis agresif sepertimu." Jimin kembali menggoda Demi yang wajahnya nampak memerah. "Si—siapa yang agresif, aku tidak seperti itu," bantah Demi sambil memalingkan wajah ke arah jendela guna menyembunyikan wajahnya yang ia yakini saat ini tengah memerah.

Jimin terkekeh melihat reaksi Demi, menggoda gadisnya memang menyenangkan. Apa lagi, ketika mendapati pipinya yang memerah sangat menggemaskan, ingin sekali mencubit pipi gembil si gadis.

"Apa mau kuingatkan bagaimana kau duduk di pang—"

"Berhenti membahasnya, atau aku akan melompat keluar sekarang juga." ancaman itu spontan ia katakan dengan tatapan tajam.

"Aigo, kau mudah sekali marah, kenapa aku bisa menyukaimu, sih?"

"Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menyukaiku. Jika kau ingin, kau bisa mencari wanita lain yang tidak mudah marah sepertiku." Demi kembali memalingkan wajahnya tak ingin Jimin melihat mimiknya yang tidak sesuai dengan perkataannya barusan, ada rasa tidak rela saat mengatakannya. Kembali teringat dengan perkataan Yoongi saat di kafe tadi.

Kenapa perasaanku seperti ini? Apa benar, tanpa kusadari aku sudah mencintai Jimin?

"Mengapa kau menyuruhku semudah itu, seolah kau tidak akan pernah membalas perasaanku seperti apa yang pernah kau katakan. Apa kau mengatakan akan membalas perasaanku untuk membuatku senang karena sudah baik kepadamu?" tak ada lagi senyum di wajah Jimin, yang ada hanyalah tatapan sendu. Suaranya pun ikut mengekspresikan bagaimana Jimin yang berubah emosional. Wajahnya menoleh dengan tatapan dingin menyadari Demi yang menoleh untuk menatapnya selama beberapa saat sebelum kembali meluruskan pandangan pada jalanan di depan.

"Jimin, aku—"

"Aku sangat lelah hari ini, kita langsung pulang saja." sela Jimin tanpa menoleh dan masih mempertahankan mimik yang berhasil membuat Demi merasa bersalah, pun tak bisa bersuara menyadari nada suara Jimin yang tidak bersahabat.

SOLITUDE  (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang