|50| Improve

4.3K 318 90
                                    



Bukan alarm atau sinar sang surya yang sudah merangkak naik dari ufuk timur dari dua jam yang lalu, melainkan usapan lembut di lengannya yang sukses mengusik tidurnya.

Kelopaknya mengerjap guna menyesuaikan cahaya yang menembus retina saat irisnya mulai menampakan diri, hal pertama yang tertangkap indra penglihatnya adalah langit biru bersih di luar sana dan tirai jendela yang melambai-lambai karena terhembus angin,

Tak hanya usapan di lengan, tengkuknya dapat merasakan hembusan nafas hangat juga kecupan-kecupan singkat di sekitar tengkuk hingga pundaknya.

"Sudah bangun ya? Apa aku mengganggu tidurmu?" suara yang sangat di kenalnya itu menyambangi rungunya dari jarak yang amat dekat.

Demi mengubah posisinya menjadi terlentang dan mendapati Jimin yang tersenyum manis dengan posisi berbaring menghadapnya dengan satu tangan menjadi penyangga kepala. Nampaknya Jimin sudah lebih dulu terjaga, bahkan sudah rapi dengan baju rumah dan aroma segar yang menguar dari tubuhnya menandakan bahwa Jimin sudah membersihkan diri.

Seperti tertular virus, sudut-sudut bibirnya mulai tertarik melihat senyum hangat Jimin. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak mendapati Jimin ketika terbangun di pagi hari.

Refleks matanya terpejam ketika tangan Jimin mengusap keningnya bermaksud menyingkirkan poni yang menutup keningnya yang kemudian mendaratkan satu kecupan disana selama tiga detik sebelum melepasnya tanpa menjauhkan wajah. Hatinya menghangat mendaptkan perlakuan manis Jimin di pagi hari setelah berhari-hari sebelumnya dirinya tidak mendapat perlakuan hangat seperti sekarang.

"Masih mau berbaring di kasur atau lekas membersihkan diri, hm?" Jimin bertanya dengan suara lembutnya juga tatapan penuh sayang pada si gadis.

Tak menjawab, tetapi kedua tangannya bergerak mendorong pelan kedua bahu Jimin agar dirinya dapat terbangun dari posisi berbaringnya, dan sontak mengejutkannya saat sesuatu pada bagian tubuhnya terasa nyeri luar biasa sehingga membuatnya meringis. Pun, tangannya segera menarik selimut yang merosot menyadari dirinya tak mengenakan sehelai benang di balik selimut yang membukus tubuhnya.

"A-apa yang..." Demi menatap tak percaya, jantungnya berdetak abnormal. Kalimatnya tertahan saat ingatan semalam tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kepala yang sukses membuatnya tercekat.

"Kenapa? Apa kau menyesal?" tanya Jimin menyadari perubahan raut wajah Demi.

"A-aku..." Demi tidak tahu harus menjawab apa, sebab ia bingung dengan apa yang harus dirasakannya saat ini.

"Karena kau sulit menjawabnya, aku ubah pertanyaanku. Apa kau mencintaiku?"

Kelopaknya spontan mengerjap beberapa kali menatap sepasang obsidian kembar Jimin yang menyorortnya penuh tuntutan akan jawaban.

Tak kunjung menjawab, Demi memilih memutus kontak mata mereka dan menunduk, untuk kesekian kalinya dirinya tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan Jimin.

Kepalanya bergerak mundur ketika Jimin mengusap puncak kepalanya, mendapati si pria yang tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya saat pandangannya naik untuk melihat ekspresi Jimin.

"Tidak perlu menjawabnya, toh aku sudah mendapat jawabannya semalam." pungkas Jimin yang terlihat begitu senang.

Tangannya refleks melingkar pada leher Jimin saat tubuhnya beserta selimut yang membalutnya diangkat begitu mudah oleh Jimin.

"Kau harus segera mengisi perutmu, aku tidak mau dituduh suami yang tidak becus dalam menjaga pola makan istrinya karena tubuhmu yang kurus. Tapi sebelum itu, istriku ini harus membersihkan tubuhnya yang lengket akibat bekas percintaan kita semalam."

SOLITUDE  (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang