|69| Small movements

3.9K 408 80
                                    

____________

Yuhu~ aku balik lagi dengan cerita ini, yuk langsung cus ke ceritanya!
____________

Bulan terlihat terang dengan banyak bintang di sekelilingnya itulah pemandangan langit malam yang tengah di nikmati Demi dari satu jam yang lalu, duduk menyamping di atas sofa yang terletak di sebelah jendela sehingga mempermudah jangkau pandangny...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan terlihat terang dengan banyak bintang di sekelilingnya itulah pemandangan langit malam yang tengah di nikmati Demi dari satu jam yang lalu, duduk menyamping di atas sofa yang terletak di sebelah jendela sehingga mempermudah jangkau pandangnya menikmati pemandangan malam hari di Seoul. Ia bahkan bisa melihat Namsan Tower dari gedung rumah sakit yang menjulang cukup tinggi.

Sudah dua minggu berlalu pasca operasi Jimin, namun pria itu masih belum mau terbangun dari tidurnya dan dokter mengatakan Jimin butuh dorongan dari orang-orang terdekatnya karena sebenarnya Jimin bisa mendengar suara di sekitarnya, tetapi tubuhnya tak bisa merespon. Oleh sebab itu, butuh dorongan dari orang di sekitarnya dengan mengajaknya berbicara mungkin dengan begitu Jimin akan berusaha untuk sadar dari tidur panjangnya.

"Papa!"

Suara nyaring itu berhasil menarik atensi Demi yang lantas menoleh dan tak lagi mendapati Jiwoon di atas karpet yang bercecer permainan putranya di sana, nampaknya Jiwoon tengah berusaha naik ke atas ranjang Jimin terlihat tangan mungilnya yang berusaha meraih tangan Jimin yang terinfus.

"Kenapa tidak meminta bantuan Mama, Woon-ah?" ujar Demi yang sudah beranjak dari sofa, kini tengah mengangkat tubuh sqng putra yang terlihat senang setelah di dudukan di samping tubuh Jimin.

"Papa... ileona (bangun)," tangan mungil Jiwoon menepuk perut Jimin yang di lapisi baju rumah sakit.

"Kau dengar? Jiwoon ingin kau bangun karena dia merindukan Papanya, jadi cepatlah tersadar dengan begitu kau bisa membantunya saat dia ingin naik ke atas ranjangmu." monolog Demi yang refleks menyentuh tangan Jimin dan mengusapnya lembut. Tatapannya menyendu melihat Jimin yang masih belum menunjukkan pergerakan apa pun.

Demi hanya bisa menghela nafas, jujur saja melihat Jimin dalam kondisi lemah seperti saat ini membuatnya sedih karena tak ada lagi senyum manis dan suara lembut pria Park itu yang menyapanya. Entah kemana rasa benci teruntuk pria dalam kondisi lemah itu, mungkin rasa iba yang di milikinya lebih besar sehingga perlahan rasa benci itu mulai surut.

Perkataan Jungkook juga telah berhasil menyadarkannya bahwa Jimin merupakan pria berhati malaikat yang selalu berusaha mempertahankan cintanya, selalu bersikap lembut disaat dirinya terus mengumpati pria itu. Entah seberapa besar cinta yang dimiliki Jimin untuknya hingga pria itu tak membencinya setelah mengetahui bahwa dirinya telah mengambil kedua mata adik kesayangannya.

Karena itulah, Demi merasa dirinya adalah wanita jahat yang selalu mementingkan perasaannya tanpa memikirkan perasaan Jimin seolah membiarkan pria itu berjuang sendirian untuk mempertahankan hubungan mereka. Munafik, Demi juga sadar bahwa dirinya munafik sebab ia memperlihatkan ketidakinginannya pada Jimin dengan berkata bahwa ia tidak mencintai pria itu lagi, sedang dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia masih menyimpan perasaan yang sama sebab Jimin merupakan seseorang yang dapat membuatnya mencintai tentu tidaklah mudah melupakan seseorang yang selalu menjadi pertama baginya.

SOLITUDE  (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang