3.Mungkin?

4.6K 342 32
                                    

Musim dingin berakhir diganti dengan musim semi. Bunga mulai bermekaran dan mentari kini tersenyum kembali.

Tapi?

Masih seperti hari hari biasa, Levin tak banyak berubah. Tekanan batin yang kurasa kini saat bersamanya, pemandangan datar dari wajahnya serta sikap kaku yang ditunjukkannya. Ini lebih terasa menyakitkan dibanding kemarin saat aku tinggal diasrama, karena diasrama aku jarang bertemu dengannya. Tapi kali ini? Aku harus tinggal bersamanya.

Clarrrr
Tak sengaja aku menjatuhkan gelasku dan kini aku tergesa ingin membersihkannya. Lantai kamarku jadi basah dan pecahan gelasnya berantakan. Mungkin karena mendengar suara riuh itu Levin merasa terganggu dan kini pergi kekamarku.

"Aish....."Levin buru buru mengambil tanganku dan menyuruhku menjauh. Padahal aku baru mulai ingin membersihkan pecahan itu.

"Jauhkan tanganmu, kenapa selalu ceroboh!!"Bentak Levin, sumpah dari dalam lubuk hatiku ini sakit. Aku sering dibentak, aku sering dimarahi tapi tak sesakit ini. Levin itu memang kasar, tak bolehkah aku meminta kelembutan darinya walau sedikit.

Mataku mulai berkaca aku terduduk dari tempatku jongkokku tadi. Tanganku gemetaran dan aku tak bisa membendung airmataku.

"Tak bisakah kamu sedikit lembut?"Ucapku lirikh disela airmataku yang juga ingin protes akan sikap Levin selama ini.

Deg
Levin menatapku kaku. Sontak jantungku terasa berhenti dan aku mulai kehabisan oksigen.

"Apa kamu sedang bercanda?"Levin kini balik bertanya dan meninggalkan kamarku. Dia acuh kembali membawa serta pecahan gelas itu bersamanya. Hatiku juga hancur Lev, ini lebih dari cukup. Seharusnya kamu tak peduli saat aku dipukuli kemarin, seharusnya aku tak kamu bawa pulang dan membiarkanku bersama preman preman itu. Aku disini bagaikan burung disangkar emas.

Eh, kayak lagu dangdut itu? Abaikan!!

Aku menundukkan wajahku dan kini aku mulai menangis kembali. Aku tak peduli kalau suara tangisanku sampai terdengar diteling Levin. Biar dia tahu, biar dia lebih kesal dan pergi saja dari rumah ini.

"Bisakah kamu berhenti menangis, itu mengganggu!!"Levin menggedor pintu dengan kasar. Airmataku tiba tiba berhenti menetes dan aku bangun dari tempatku dudukku tadi.

Membuka pintu kamarku dan mendekat kearah Levin. Aku mengepalkan tanganku karna kesal. Mengumpulkan seluruh energiku dan ingin sekali aku berontak.

"Pergilah kalau kamu lelah denganku, pliss jangan siksa aku dengan sikap kaku mu itu."Aku memohon agar Levin kembali saja ke Thailand. Dia disini bersamaku aku merasa tidak nyaman. Kukira cinta bakal tumbuh seiring berjalannya waktu. Ku kira cinta pertamaku akan berakhir bahagia dan mengabaikan apa kata orang bahwasanya cinta pertama selalu berakhir menyedihkan.

"Baiklah, aku akan pergi kembali. Jadi berhenti menangis!!"Levin berteriak lagi padaku dan kini pergi ke kamarnya. Menutup pintu itu dengan kasar. Aku berjalan lemah menuju sofa ruang tivi. Kenapa gini amat skenarionya. Huwaaaaaaaaa.......

...........

Levin tak mengemas bajunya, dia kini pergi setelah beberapa waktu bersemedi di kamarnya. Aku baru saja cuci muka, sepet ini mata lama lama nangisin Levin yang tak tahu diri itu. Lebih baik aku memanggang kue.

Levin memilih duduk di sofa dan mulai menyalakan tivi. Bersikap seolah ilah tidak pernah terjadi apapun tadi.

"Tak jadi pergi?"Tanyaku dari arah dapur, aku mulai memanggang kuenya. Ovennya baru dan hari ini aku sengaja mencobanya.

"Hanya itu yang bisa kulakukan agar kamu berhenti menangis."Ucap Levin watados dan masih asyik dan malah merasa lucu melihat seemrial cartoon itu. Sumpah ingin sekali ku lempar itu Levin kedalam oven.

tsundere (bxb) TamaTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang