8•Hilang

48 5 6
                                    

Barcode itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, ia memiliki ukuran yang pas. Dan berada di kertas yang cukup padat. Aku bertanya terus-menerus bagaimana bisa didalam kotak ini ada isinya. Padahal pertama kali saat aku membukanya, kotak ini kosong.

Aku berpikir apa kegunaan dari Barcode ini diberikan kepadaku. Tiba-tiba aku mengingat, saat pertama kali aku bertemu dengan Brandon, dia memberti tauku, bahwa di toko elektronik ArBi di dekat cafe Silver, terdapat alat pendeteksi Barcode. Aku langsung memanggil Kelvin. Tak selang berapa lama, ia turun dan menghampiriku.

"Kenapa Jess? Kok manggil."

"Tolongin aku dong Vin," kataku.

"Tolong apaan?"

"Kamu pergi keperbatasan selatan dong, disana ada toko elektronik ArBi, disamping cafe Silver. Kamu kesana terus beliin aku alat pendetektor Barcode."

"Hah Barcode? Buat apaan Jes?" Kelvin bertanya dengan nada yang betul-betul ingin tahu.

"Kesana aja kenapa sih."

"Ok deh. Duit," sambil menjulurkan tangannya dangan telapak tangan di atas.

"Nih." Aku hanya memberinya, dan diapun berlalu pergi.

Aku memanggil Gabriel, aku ingin memberitahunya tentang Barcode ini. Tidak lama setelah aku memanggilnya ia langsung datang.

"Kenapa Jes?" tanya Gabriel.

"Gak papa sih. Tapi, liat nih, Kotak ini ternyata ada isinya. Isinya Barcode. Lucu gak sih. Masa di kasih Barcode. Haha...." tawaku pecah saat melihat isi dari kotak itu.

Raut wajah Gabriel malah berbanding terbalik dengan ku saat aku bilang isinya adalah Barcode. Aku sedikit bingung, mengapa Gabriel selalu memasang wajah khawatir saat aku membahas kotak dari Brandon, terlebih lagi saat ia mendengar nama keluarga Brandon.

Aku juga baru tersadar kemarin, ternyata Brandon juga adalah keturunan Belanda. Van Gogh, nama itu tak asing, tapi aku tak bisa mengingatnya.

Aku kembali terfokus ke Gabriel yang dari tadi hanya bengong.
"Gabruel." Sekali ku panggil ia langsung berbalik. Dia hanya membulatkan matanya terhadapku.

"Kamu gak papa?" tanyaku.

"Eh...oh...gak papa kok. Ya udah kalo gak ada lagi yang mau kamu omongin aku pergi dulu ya." Gabriel berlalu pergi meninggalkanku, aku juga tidak ingin menahannya.

Setelah seperninggalan Gabriel, aku berinisiatif membersihkan dapur, akupun membersihkannya dengan sangat tekun. Setelah 2 jam lebih aku membersihkannya, aku memilih untuk beristirahat sebentar dan memainkan hp ku.

Ini sudah lewat 4 jam setelah Kelvin pergi ke perbatasan Selatan, aku merasa ada yang janggal. Aku kini mulai khawatir, kenapa Kelvin belum juga kembali. Biasanya, Kelvin tak pernah keluar rumah lebih dari 3 jam, tanpaku. Aku benar-benar merasa khawatir sekarang. Terpakasa aku keluar dan menanyakan ke semua orang di kompleks.

"Apakah kau melihat saudaraku?" Berulang kali ku ucapkan kata tersebur, kepada orang yang ku lihat dan ku kenal. Tapi tak ada satupun dari mereka yang melihatnya.

Aku mulai merasa takut, aku menelfon Gabriel ke rumah ku. Aku langsung memberitahu Gabriel apa yang terjadi. Dan Gabriel juga sama paniknya denganku, Gabrielpun tahu, Kelvin tak pernah meninggalkan rumah lebih dari 3 jam tanpaku. Ini benar-benar aneh.

Aku dan Gabriel memilih mencari Kelvin di perbatasan Selatan, dan kami pergi ke toko elektronik ArBi, tempat dimana Kelvin harusnya berada. Saat aku masuk ke toko tersebut, aku langsung bertanya kepada bapak yang menjaga toko tersebut.

"Permisi Pak," Bapak tersebut langsung melihatku. "Apa bapak melihat saudara saya?" seraya memperlihatkan foto Kelvin. "Dia tadi datang ke sini membeli alat pendeteksi Barcode, harusnya." Bapak tersebut mengingat sebentar, lalu ia mengatakan bahwa Kelvin memang datang kesini tadi, tetapi sesaat setelah ia keluar dari toko tersebut ada segerombolan orang berjas putih, menghampirinya dan membawa Kelvin pergi.

Setelah mendengar penjelasan Bapak tersebut aku dan Gabriel panik setengah mati. Aku langsung keluar dari toko tersebut, sembari menangis. Aku benar-benar takut, jika terjadi apa-apa terhadap Kelvin. Gabriel berusah menenangkan aku. Aku sungguh tak bisa tenang dikeadaan seperti ini.

"Ga, Kelvin dimana? Dia diman Ga?" sembari menangis kusandarkan kepalaku dipundak Gabriel.

"Tenang Jes, Kelvin akan baik-baik saja."

"Atau mungkin saja itu musuh kerajaan, mereka ingin mengambil Kelvin? Ga gimana ini?" Akupun tak bisa menahan tangisku, tangisku pecah.

"Kamu jangan ngomong gitu. Kalo memang itu adalah musuh kerajaan, yang harusnya mereka culik adalah Yang Mulia Pangeran, ayahmu. Bukan, Kelvin." Gabriel ada benarnya. Kelvin bukanlah Pangeran mahkota. Ayahku lah Pangeran Mahkota, yang akan mendapatkan tahta selanjutnya.

Akupun menahan tangisku dan kembali fokus mencari Kelvin. Di tengah perjalanan mencari Kelvin aku teringat sesuatu.
"Ga kita harus kembali kerumahku. Kamu ingat, aku pernah bilang, semua anggota kerajaan harus menelan sebuah obat, mereka akan diberikan kapsul yang isinya pendeteksi keberadaan. Kelvin juga meminumnya, kita bisa melacaknya. Ayo Ga." Aku langsung menarik tangan Gabriel dan menuju ke stasiun.




TBC
|
|
|
Di sini jamannya sudah modern banget ya guys😂

So ya, see ya✨

BARCODE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang