11•Ikhlas

29 6 4
                                    

Setelah Kelvin di kuburkan, aku dan Gabriel kembali ke kotaku. Sesampainya di rumahku, aku memberitahu Gabriel.

"Gabriel. Orang tuaku akan pulang besok. Tamat sudah riwayatku." Aku terduduk lesuh.

"What?! Serius Jes?" Aku hanya mengangguk.

"Gimana caranya aku beritahu mereka Ga?" aku membenamkan wajahku ke kursi sofa.

"Beritahu mereka yang sebenarnya," katanya. Aku langsung mengangkat wajahku dan melihatnya secara tajam.

"Kamu mudah hanya ngomong, besok aku yang harus praktekan. Sudah lah, ayo makan. Aku capek, jadinya lapar." Aku dan Gabriel berjalan menuju dapur.

Saat didapur aku memasak makanan yang sederhana dan aku juga memasak makanan kesukaan Kelvin. Gabriel yang melihatku hanya menatap bingung. Ketika aku menyajikan makanan yang aku buat di atas meja. Gabriel tiba-tiba bertanya.

"Jes, Omelet itu buat siapa?" tanyanya bingung.

"Buat Kelvin lah, kan ini makanan kesukaan dia," jawabku.

"Ngaco kamu." Nada bicara Gabriel mengejekku, aku sedikit bingung dengan sikapnya.

"Apasih Ga. Kelvin entar bakalan pulang kok, jadi aku masakin makanan kesukaannya. Kenapa ada yang salah?" Gabriel tiba-tiba bangkit dari duduknya dan langsung memelukku. Aku heran dengan sikapnya, hingga ia membisilkan suatu kalimat padaku.

"Jes, Kelvin udah pergi." Tangisanku pecah seketika. Aku belum rela Kelvin pergi, hingga aku lupa akan hal itu, dan bersikap bodoh dengan memasak makanan kesukaannya, seakan dia akan pulang dan memakannya.

"Keluarkan semua tangisanmu Jes, kamu harus merelakan Kelvin. Itu hukum alam Jes." Aku menangis lebih keras. Kini makan malam itu hancur karena aku terus menangis hingga tertidur.

Keesokan harinya aku mendapati diriku dikamar terbangun sendirian. Aku mengingat kejadian tadi malam dan langsung menepuk jidat ku.

"Bodoh, Gabriel gak makan kan jadinya. Arg...." teriakku kesal. Aku amat menyesal akan sikapku.

Dan aku juga tidak memiliki nafsu untuk beraktivitas hari ini. Tetapi, aku mendengar suara Papaku, aku bangkit dari tempat tidur ku dan buru-buru keluar kamar. Aku menuruni tangga dan memasuki ruang keluarga, aku mendapati Papaku yang sedang menengkan Mamaku yang sedang menagis. Mereka sudah tahu tentang kematian Kelvin, itulah yang dikatakan benakku.

Saat aku maju selangkah, Mamaku melihat diriku dan langsung berlari memelukku. Saat ia memelukku dengan kasih sayang, entah apa yang mendorong diriku tiba-tiba menangis, saat diriku menangis, Mamaku berhenti dan menenangkan aku.

"Ma, maafin aku....hiks....aku gak bisa jagain Kelvin. Maafin aku Ma...." dilanjut dengan tangisan yang tak bisa aku hentikan.

"Jes, ini udah takdir tuhan. Hukum alam. Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin Kelvin gak bahagia, jadi tuhan mengambilnya kembali." Suara Mama sangat berbeda, karena sudah menangis. Tapi, perkataan Mama memang ada benarnya.

"Tapi Ma, Kelvin bahagia kok, hidup sama kita," kataku.

"Kelvin memang bahagia hidup sama kita, dirumah ini. Tapi kita tidak tahu, mungkin saja Kelvin tidak bahagia saat diluar sana." Aku melepaskan pelukan Mama, dan aku mengingat apa yang ia katakan.

'Mungkinkan Kelvin ada masalah diluar sana? Aku harus mencari tahu,' tekadku dalam hati.




TBC
|
|
|
Comment dong. Pen tau siapa aja yang baca cerita ini:)

Vote juga ya_<

So ya, see ya^^

BARCODE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang