16•Berkecamuk

16 4 1
                                    

"Whatttt?!!!," jawabku kaget. Setelah mendengar penjelasan Rinn. Aku benar benar merasa merinding sekarang.

"Rinn. Kamu jangan bercanda dong. Apaan sih, mana ada hantu yang muncul di siang hari," timpalku.

"Kompleks ini kan istimewa Jess," jelasnya. "Padahal dulu kamu mengetahui semuanya," lanjutnya berbisik tetapi aku mendengar hal itu. Aku tidak ingin bertanya, karena aku tahu dia tidak akan menjawabnya dengan jujur. Aku memilih diam dan berpura-pura tidak mendengarnya.

"Ya sudah. Mau ini kompleks se-istimewa apa kek. Aku memiliki pertanyaan yang lebih besar dari pada itu. Dan kamu harus menjawabnya dengan sangat sangat jujur." Raut wajah Rinn yang tadi menakutiku kini terlihat dia takut dengan pertanyaan apa yang akan kutanyakan.

Aku pun memulai ancang-ancang untuk bertanya semua hal yang membuatku aneh dan bingung setelah kematian Kelvin."Kamu ta-"

"Jess!" sahut seseorang. Suara yang sangat familiar dan saat aku mendongak melihatnya di tangga, aku benar, dia adalah Gabriel.

Gabriel menuruni tangga dan memegang tanganku.
"Kamu harus pulang. Ini udah mau malam."

Awalnya aku ingin menolak, tapi aku memang tidak boleh berada di luar rumah setelah jam 6 sore. Aku akan mendapat hukuman sebagai keluarga kerajaan. Peraturan itu membuatku sangat kesal, hingga rasanya aku ingin melepas pegangan Gabriel, tapi aku memilih menurut padanya.

Akupun mengikutinya pulang. Tetapi ada satu hal yang menggaguku saat meninggalkan rumah Rinn, aku melihat raut wajah Rinn sangatlah lega saat aku pulang  seperti ia tadi sedang dalam wawancara yang sangat sulit hingga tertekan. Dan saat aku pergi, dia sangat lega. Padahal dulu saat aku berkunjung kerumahnya, dia selalu sedih saat aku pulang.

Entahlah, apakah itu hanya firasatku atau bukan, aku tidak ingin berburuk sangka. Tetapi ini semua sepertinya salah dan aneh, padahal biasanya saat aku di rumah Rinn hingga lewat jam 6, Gabriel baru menjemputku dan memaksa pulang pukul 7. Ini benar-benar aneh.

Sesampainya di rumahku, Gabriel bersikap biasa saja dan normal seperti biasanya. Dia menyuruhku ke dapur dan duduk di meja makan. Rupanya dia telah memasak sesuatu untukku, melihat makanan itu aku merasa sangat lapar dan ingin melahapnya begitu saja.

"Makan yuk Jess. Aku udah masak. Mau ya?" dia meminta dengan halus. Tetapi tidak dengan jawabanku.

"Gak!" bentakku. Gabriel kaget dengan caraku menjawab. Ia pun menyadari dari tadi wajahku terlihat marah. Ia pun duduk di samping ku sambil mengunci kedua tangannya, ia seperti pasrah untukku omeli.

"Silahkan." Mendengarnya aku merasa iba, tapi tidak. Aku harus tau semua yang ingin aku tahu.

"Ga," sahutku. Ia menatapku dengan dalam. "Apakah ada yang kamu sembunyikan?" tanyaku sehalus mungkin.

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Ada yang kamu sembunyikan dariku?" aku mengulangnya.

"Jess, maksud kamu apa nanya seperti itu." Kini aku tidak bisa membendung emosiku.

"GABRIEL! AKU INGIN KAMU JAWAB PERTANYAANKU, BUKAN BERTANYA BALIK PADAKU. DAN JUGA KENAPA KAMU MENYURUH KU PULANG TADI, APAKAH KAMU TAKUT AKU TAHU TENTANG MASA LALU YANG TIDAK BOLEH KU KETAHUI, ATAU AKU TIDAK BOLEH TAHU TENTANG KEMATIAN ADIKKU. APAKAH KAMU TAHU APA ITU ORANG TERPILIH DAN BENDA YANG SANGAT KUBENCI DI DUNIA INI. APAKAH KAMU TAU SEMUANYA GABRIEL HANSON?!!!!" Hingga aku tak sadar meluapkan semuanya ke Gabriel.

Gabriel hanya diam tak berdaya dengan bentakanku dan semua pertanyaan yang kuhantamkan padanya. Aku tahu dia tidak akan menjawab pertanyaanku, aku memilih berdiri dan meninggalkannya sendiri. Tapi ia tiba-tiba memelulukku dari belakang dan berkata,

"Aku gak mau kamu tersakiti lagi Jess." Setelah mendengarnya aku tak membalasmya lalu meninggalkannya dengan emosi yang berkecamuk.

Aku pergi ke kamarku, dan membanting tubuhku ke tempat tidurku. Selang beberapa saat, aku mendengar suaru ketukan di pintu. Itu pasti Gabriel, benakku.

"Apa lagi?!" sahutku tajam.

"Jess makan, Rinn bilang dari tadi kamu gak makan disana. Turun ya." Setelah itu ia menghilang. Dan aku tidak berniat untuk meninggalkan kamarku.

Hingga malam tiba aku tidak kunjung keluar dari kamar. Mungkin Gabriel sudah berkali-kali ke kamarku dan menyuruhku untuk makan. Dan untuk terakhir kalinya ia datang sambil membawa makanan ke depan pintu dan berpamitan untuk pulang. Aku pun juga tidak ada niat untuk mengambil makan itu. Aku hanya memaksa tubuhku istirahat dengan perut yang kosong.

Keesokan paginya, aku terbangun dengan perasaan yang sangat aneh. Aku merasa sangat dingin tapi anehnya aku berkeringat. Aku mengusap pelipisku yang berkeringat dan kaget saat menyadari suhu tubuhku sendiri panas.

Bahkan untuk turun dari tempat tidur sangatlah berat bagiku saat ini. Tetapi aku memaksakannya, aku berupaya bangun dan berjalan ke arah pintu. Saat berhasil meraih gagang pintu dan membuka kuncinya semua penglihatanku kabur dan tiba-tiba semua duniaku seperti terputar. Hingga beberapa saat kemudian aku tidak melihat apa-apa lagi.










TBC
|
|
|
Vote y
So ya, si ya:>

BARCODE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang