24•Subway

17 5 6
                                    

Di kafe itu, aku berbincang dengan Sadya apa yang akan kami rencanakan kedepanannya. Setelah semuanya matang, kami memilih untuk melanjutkannya besok. Karena, matahari mulai tumbang.

Sadya bilang dia ingin berada di sana lebih lama lagi. Jadi, aku memutuskan pulang sendiri. Tapi, aku merasa takut. Salah satunya mungkin karena aku akan pulang sendiri di malam hari, tapi pikiranku didominasi oleh semua penjelasan milik Sadya. Tetapi, ingatan yang kembali membuatku sedikit bingung.

Selagi memikirkan berbagai hal, aku berjalan ke stasiun untuk mengambil subway yang aku akan gunakan untuk kembali ke rumah. Setelah aku masuk ke stasiun, aku duduk di sebuah kursi panjang yang disediakan oleh stasiun tersebut.

Stasiun itu sangatlah sepi, hanya aku saja yang menunggu.
"Mungkin ini memang sudah kereta terakhir." Aku berusaha untuk menyingkirkan segala hal yang membuatku takut.

Saat subway nya tiba, aku masuk dan mengambil tempat duduk. Dan, batapa kagetnya aku, didalam subwaypun aku hanya sendiri.

Keheningan menyelimutiku cukup lama. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Akupun mencoba untuk berjalan ke ujung subway, dan berniat untuk kembali.

Saat langkah terakhirku di ujung subway itu selesai, aku membalikkan badan. Betapa terkejutnya aku melihat seorang wanita paruh baya, memakai pakaian serba hitam. Dan dilengkapi dengan topi ala kerajaan inggris. Dan dia hanya duduk diam, tidak bergerak sedikitpun.

Dan dalam sepersekian detik, aku menyadari bahwa tempat yang di duduki oleh wanita itu adalah tempat dudukku. Aku memberanikan diri untuk duduk di hadapannya-kursi di seberang.

Saat aku duduk, dia bahkan tak mengangkat kepalanya untuk melihatku. Dia terus-terusan menunduk dan tidak menggubris keberadaanku.

Aku memilih diam dan menunggu subway ini tiba di pemberhentian terakhir. Dan itu adalah pemberhentian milikku. Lalu aku bertanya ke wanita yang ada di hadapanku.

"Anda menuju kemana? Pemberhentian selanjutnya adalah pemberhentian terakhir." Dia tidak menggubrisnya. Aku menunduk sedikit untuk melihat wajahnya dan tiba-tiba ia mengangkat wajahnya dan memperlihatkan kepadaku.

Saat melihatnya aku berteriak sekencang mungkin, "Arghhhh.........!!"

Aku melihat sebuah wajah yang sudah hancur. Darah bercucuran dari matanya, dan di pipinya keluar belatung yang sengat banyak. Dan dia menatapku seperti ingin menerkam.

Tiba-tiba ia berdiri dan mendekatiku, aku seketika berdiri dan menjauhinya. Aku berjalan mundur dan dia terus mengikuti. Sampai aku tidak bisa bergerak lagi, karena aku sudah di ujung subway.

Aku hanya bisa pasrah didekati oleh wanita yang bukan manusia itu.
"Kau salah telah membuka ingatanmu," bisiknya dengan seram.

Brughhhh

Aku terjatuh dari kursi dan seseorang menahanku. Gabriel muncul dihadapanku. Akupun tersadar, aku tertidur di subway. Dan yang tadi hanyalah mimpi.

"Kenapa tampak begitu nyata?" Aku memperbaiki posisi dudukku.

"Kau bermimpi? Mimpi apa? Kenapa sampai keringat keluar dari pelipismu?" Gabriel duduk disampingku.

"Tidak. Tidak ada," jelasku. "Bagaimana bisa kau ada disini? Apakah yang aku lihat diluar kafe itu memang kau?"

Lengang sejenak, suara roda yang bergesekan dengan rel semakin jelas.

"Ya. Itu aku. Aku mencarimu. Karena saat aku tiba di rumah kau tidak ada. Aku takut terjadi apa-apa." Aku hanya menatapnya.

"Terserah."

"Jes!"

"Ya?"

"Apakah ingatanmu kembali?"

"Iya," jawabku santai. Gabriel kaget akan jawabanku. Tapi tak berniat untuk bertanya lebih lanjut.

Tanpa kami sadari kami sampai di pemberhentian terakhir. Saat keluar dari pintu subway, aku melirik kekiri. Dan aku melihat wanita yang aku lihat di mimpiku keluar dari subway.

"Itu bukan mimpi," bisikku histeris.




TBC------

BARCODE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang