21

4.7K 448 147
                                    


Cahaya fajar yang terbit di ufuk timur belum tampak. Lia memaksakan diri untuk bangun tidur paling awal menghindari pertanyaan seputar mata sembab. Tidak akan ada cuddle pagi itu, ia sudah memutuskan. Lia selalu berkeinginan cuddle adalah hal pertama yang akan mereka lakukan di pagi hari setelah mereka bercinta. Memang tidak seperti keinginan dan apa yang selama ini diidamkan karena keadaan berkata lain.

Kesulitan berjalan efek kegiatan semalam diabaikan saat melangkah ke kamar mandi. Melihat pantulan diri di cermin ia meringis melihat betapa banyak bercak merah pada lehernya sambil bertanya pada diri sendiri bagaimana menutupinya. Tidak terlintas barang sedikit pun membawa syal atau turtleneck saat liburan musim panas, bukan?

Saat urusan membersihkan diri dan memakai make up lumayan tebal selesai, Lia membangunkan Yeji untuk bersiap-siap.

Rasanya berat melihat kekasihnya itu mengingat kejadian semalam.

"Selamat pagi, Jisu." Seutas senyum menghias bibir Yeji bersamaan dengan sinar mentari terbit yang menembus jendela balkon, menerpa wajah polos bangun tidurnya.

"Pagi."

"Pagi-pagi udah cantik aja."

Entah kenapa mendengar kalimat itu bukannya menaikkan suasana hati malah membuat jantungnya nyeri.

"Hm."

Lia berusaha keras untuk tidak membiarkan emosi diri menguasainya pagi ini. Ia tidak menghiraukan tatapan Yeji yang mengikutinya kemana pun ia bergerak yang sekarang mengepak barang-barang. Meskipun dalam hati ia tahu Yeji pasti merasakan perbedaan sikapnya.

Memilah pakaian-pakaian di dalam lemari untuk dimasukkan ke dalam koper menjadi fokusnya saat ini tetapi buyar begitu saja saat ia merasakan sepasang lengan melingkari pinggangnya. Yeji memeluk Lia dari belakang, mengintip berniat melihat wajahnya dari samping. Seketika Lia berhenti, membeku, sesak napas.

"Sayang, kamu nggak apa-apa? Ada rasa nggak nyaman atau sakit? Kalau iya lebih baik kamu istirahat aja, biar aku yang packing."

"I'm fine."

Hanya Lia yang tahu betapa sulit berucap sekadar dua kata itu.

Iblis di dalam dirinya tertawa puas mendengar jawaban palsu itu, menertawai kemampuan aktingnya. Walaupun begitu, ia dapat berbangga hati suaranya tidak pecah seperti radio rusak. Itu berkat pengalamannya selama ini yang terlalu sering berpura-pura di depan orang.

Ah, matanya mulai basah tak nyaman.

"Kamu serius?"

"I'm fine, Yeji."

Yeji meletakkan hidungnya di leher Lia, mengelus bagian itu dengan ujung hidungnya lalu mencium kepala Lia, bertahan agak lama untuk mencium wangi shampo yang membekas di rambut. "Oke...aku mandi dulu."

Seperginya Yeji, Lia tidak perlu menahan diri lagi. Air mata menetes, tenggorokan tercekat menekan isakan. Make up yang telah ia aplikasikan berpotensi menjadi berantakan terutama di bagian mata yang diberi maskara dan pipi. Menyadari itu ia cepat-cepat menghapus air mata menggunakan tisu. Lagipula ia tidak mau Yeji sadar ia menangis. Jangan sampai tahu.

Cukup ia yang tahu semua kebenaran menyakitkan.

Usai mandi, Yeji pergi entah kemana tidak berpamitan. Lia tidak mau memikirkan skenario terburuk yang bisa terjadi, seperti Yeji bertemu diam-diam dengan Jiwon dan melakukan sesuatu yang pikirannya dapat bayangkan. Tidak ada niatan untuk memikirkannya tetapi pikirannya sendiri mengkhianatinya. Dadanya sesak, gelengan kepala yang kuat tidak mampu menghilangkan bayangan-bayangan itu. Ia memutuskan untuk pergi ke balkon, menghirup udara segar dan menenangkan diri.

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang