Para anak buah Somi menyiapkan satu kursi lainnya tepat di depan kursi yang diduduki Yeji. Santai dan tanpa beban, Somi duduk di sana. Senyuman miringnya belum pudar. Tangannya menengadah lalu satu orang anak buahnya memberikannya sebotol minuman beralkohol yang sepertinya merek Jack Daniel's jenis Tenessee Honey. Somi meneguknya langsung dari botol beberapa kali, tersenyum puas sambil mengelap bibir, memandangi Yeji malang yang hanya bisa menahan sakit.
"Where's the music? Turn it on!"
Banyak speaker yang diletakkan hampir di setiap sudut ruangan. Alunan musik milenial penuh beat berdentum keras memekakkan telinga. Somi berjoget sendirian, gerakannya serampangan, botol minuman keras masih ia genggam. Yeji semakin yakin ada yang tidak beres dengan kejiwaan Somi.
"Come on guys, shake it shake it shake it like it was my birthday!"
Shake it artinya berjoget, tetapi anak buah somi malah menghampiri Yeji. Total ada lima orang termasuk si supir. Satu persatu dari mereka mulai memukulnya. Ada yang di bagian muka, perut, dan kepala. Bahkan seorang dari mereka memukul terlalu keras hingga kursi--bersamaan dengan Yeji--terjerembab ke lantai kasar yang tidak diasah. Tubuhnya tepat mendarat dengan posisi menyamping di mana pisau yang masih menancap terkena tekanan. Yeji tidak kuasa menahan teriakan kesakitan. Keringat mulai mengucur dari pelipisnya.
Somi mendorong anak buah yang menghalangi jalannya untuk mendekati Yeji. Ia menendang kursinya agar menghadap lurus ke depan. Salah satu kakinya ia letakkan di atas kaki kursi, membuat tangan Yeji yang diikat ke belakang kursi itu harus menahan beban. Ia membungkuk menatap Yeji yang sudah babak belur, menyeringai. "Lihat betapa menyedihkannya kau."
Kaki yang tadi ia tumpukan di atas kursi berpindah ke arah wajah Yeji. Sepatu Gucci miliknya menyentuh pipi Yeji, mendorongnya ke samping dengan kasar. Ia tertawa keras-keras lalu menghabiskan seluruh isi botol minuman kerasnya.
Tiba-tiba ia menarik tali yang melilit tubuh Yeji sehingga kursi itu berdiri kembali seperti semula. Sekarang ekspresi Somi berubah dingin.
"Apa sih yang ada di otakmu, hah? Coba aja kamu nolak ajakan sandiwara itu, kamu nggak akan kayak begini." Somi menampar-nampar kecil pipinya, menambah sakit pada memar-memar yang ada. "Lia seharusnya jadi milik aku lagi malam itu!"
Yeji memberanikan diri membalas pelototan wanita gila di depannya. Ia menggertakan giginya. "Itu bukan ajakan. Itu perintah seorang bos pada asistennya."
"Huh, memang aku nggak tahu kamu punya perasaan sama dia? Aku tahu kalian sering pergi bareng. Kalian pikir itu normal dilakukan atasan sama bawahannya? Dan aku benar-benar muak melihat kalian ciuman di depan mataku! Jangan meremehkan aku!"
Suara kaca pecah.
Botol minuman beralkohol itu pecah.
Pecah mengenai pelipis kiri Yeji.
Somi membenturkan botol itu di sana. Pecahan kecil belingnya menancap beberapa dekat alis Yeji.
Seketika dunia terasa berputar, telinganya pengang sebentar, dan diikuti rasa sakit pada tengkoraknya. Darah mulai mengalir menetes membasahi sisi wajahnya sampai ia harus memejamkan mata kirinya agar tidak kemasukan. Yeji menahan diri sekeras yang ia bisa untuk tidak mengerang kesakitan. Namun, gagal.
"Ah, tidak seru melihatmu saja yang kesakitan. Membosankan."
Somi mengeluarkan ponselnya, menekan pada layar sentuh lalu menelpon seseorang. Sebelumnya ia sudah membuang gagang botol tanpa badan itu ke sembarang arah. "Hei kalian, aku mau agar sidik jarinya ada pada pisauku!"
Sial. Yeji baru sadar Somi mengenakan sarung tangan kulit berwarna hitam dari tadi. Ia pikir wanita itu mengenakannya lantaran cuaca yang mulai dingin di penghujung tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bossy
Fanfiction"...panggil saya nona Julia." Gaji besar sebanding kerja bersama bos seperti nona Julia? Masih muda dan cantik, tapi Yeji ragu dengan sikapnya yang sulit dikompromi. Bertahan atau berhenti? Atau pilihan ketiga: memahami bosnya itu dan cari titik lem...