17

5.8K 546 277
                                    

Semua kembali berjalan normal. Rutinitas sehari-hari di kantor masih sama, yang membedakan adalah para karyawan menjadi lebih ramah pada pemimpin mereka setelah mengetahui alasan di balik permasalahan yang melanda perusahaan waktu itu. Beberapa karyawan mantan perusahaan keluarga Somi yang dahulu dipecat, sekarang diterima bekerja lagi di Sky Living Group saat terbukti bukan mata-mata. Lia sadar generalisasi dan keputusannya memecat semua mantan karyawan itu bukanlah yang terbaik, seharusnya ia tidak berpikir sesempit itu. Namun, Yeji meyakinkannya bahwa semua sudah baik-baik saja dan apa yang terjadi beberapa waktu lalu tidak perlu disesali, jadikan pelajaran.

Selain hal di atas, bertemu di kantor setiap hari menjadikan hari-hari mereka berwarna. Hampir setiap jam Lia memanggil Yeji untuk datang ke ruangannya hanya demi melepas rindu. Setiap hal itu terjadi dan Yuna kebetulan berada di ruangan Lia, wanita muda itu selalu memutar bola mata malas atau berpura-pura ingin muntah lantaran kelakuan pasangan kasmaran itu. Hyewon? Ia biasa saja, lebih sering memasang wajah datar, terkadang tertawa melihat perubahan tingkah bosnya.

"Yeji, aku pingin deh jadiin kamu asisten pribadi aku lagi." Sembari mengunyah salad, Lia berkata.

Sekarang mereka sedang makan siang bersama di ruangan Lia.

"Alasannya?"

"Pingin sering ketemu kamu."

Senyum tipis terukir di bibir Yeji. Sebelumnya mereka telah membicarakan soal ini. Penolakan dengan alasan profesionalitas sudah diutarakan dan Yeji tidak mau hubungan mereka mengganggu fokus Lia. Sebenarnya ia senang, sangat malahan karena kekasihnya memikirkannya, secara tidak langsung mengikutsertakannya dalam perjalanan karirnya, sebuah definisi sesungguhnya dalam menjalani hubungan di mana susah dan senang bersama. Lianya memang berbeda.

Namun, pekerjaan dan hubungan tidak bisa disatukan. Itu sudah prinsip.

"Jisu, kita udah omongin soal ini, 'kan?"

"Huft. Iya."

Yeji mengambil satu buah gimbap dengan sumpit. "Kita 'kan udah ketemu dan pulang bareng setiap hari. Sayang aku masih kangen aku?" Yeji memasukkan gimbap itu ke dalam mulut, mengunyahnya bahagia.

"Masalahnya tuh mulai bulan depan ada proyek baru, mau dibangun kompleks apartemen di Daejeon. Aku bakal jarang ke kantor dan pasti nggak bisa pulang bareng kamu."

Pada detik itu Lia sudah cemberut dan mengaduk-aduk isi saladnya sebagai bentuk kekesalan. Tingkah gemasnya itu membuat Yeji tidak tahan untuk mengacak-acak rambut kekasihnya yang otomatis membuat lengkungan di bibirnya makin ke bawah. Lia menghempaskan tangan Yeji dari rambutnya. "Yeji ih! Rambut aku jadi berantakan."

"Iya, iya sini aku rapihin."

Posisi duduk mereka yang berseberangan dan dipisah oleh meja kayu berukuran sedang tidak lagi sama. Lia tiba-tiba berdiri lalu duduk di pangkuan Yeji, mengalungkan lengan di lehernya. Cemberut di bibirnya digantikan senyum nakal.

"Nih rapihin."

Yeji meneguk ludah susah payah dan berdeham agar suaranya tidak bergetar, "Iya..."

Berusaha bagaimanapun Yeji tetap merasa kikuk. Tangannya terasa kaku merapikan helaian rambut yang menjuntai keluar. Tatapan intens kekasihnya juga tidak membantu sama sekali. Walaupun begitu ia berhasil melakukannya, memberikan senyuman kikuk setelah selesai.

Lia menciumnya di pipi sebagai tanda terima kasih, tersenyum lebar, dan kembali duduk di sofa seberang untuk melanjutkan makan siang.

Begitulah salah satu contoh keseharian mereka sebagai pasangan. Si wanita sipit masih malu-malu setiap ia dan kekasihnya akan melakukan hal-hal di luar batas apa yang ia tentukan sendiri, padahal hubungan mereka sudah berjalan hampir dua bulan. Berkebalikan dengannya, si bos tidak main-main dengan perkataannya di hari saat kekasihnya pulang dari rumah sakit. Ia juga ingin tahu kenapa selama ini kekasihnya membuat dinding sampai terkesan menahan diri. Memang salah jika menunjukkan afeksi sebagai pasangan?

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang