18

5.6K 519 376
                                    

Malam semakin larut dan kantuk mulai datang. Obrolan masih ingin dilanjut tetapi mulut tak hentinya menguap. Bahkan salah satu dari mereka hampir terlelap.

Yeji bangun dari posisi tidurnya di pangkuan Lia--yang mulai kehilangan kesadaran dan mendapat posisi nyaman di sandaran sofa. Ia berinisiatif menggendong kekasihnya menuju kamar tidur. Lucunya setelah menempatkan dan menyelimuti Lia di kasur, kekasihnya itu malah terbangun. Yeji yang juga sudah berada di balik selimut memijat dan mengelus bagian alis Lia lembut bermaksud untuk membuatnya kembali tidur. Namun, Lia malah memandangi setiap inci wajahnya seksama.

"Kenapa kamu nggak tidur lagi? Kebangun gara-gara aku kurang hati-hati dan pelan-pelan ya.."

"Nggak kok. Tiba-tiba pingin bangun aja."

"Udah malam, kamu seharusnya istirahat. Aku matiin lampu dul--"

Tangannya dicegat oleh cengkeraman. Ia menoleh melihat kekhawatiran terpampang di raut muka kekasihnya. Tiba-tiba ia terlempar jauh pada ingatan insiden di malam sebelum pergi ke New York. Ya, ia baru saja ingat, Lia takut kegelapan. Bagaimana bisa ia begitu pelupa?

"Jangan..."

"Iya, maaf." Yeji kembali merebahkan diri di ranjang. "Kenapa kamu takut gelap? Ada alasan khusus?"

Lia terdiam dengan mata berkaca-kaca. Melihat itu Yeji waspada dengan wajah yang menunjukkan kepanikan lantaran reaksi Lia tidak terduga dan jelas menandakan sesuatu yang tidak seharusnya atau sensitif baru saja ia tanyakan.

"K-kalau kamu nggak mau jawab, nggak apa--"

Lia menggelengkan kepala pelan. "Karena aku percaya kamu, aku beritahu."

"Jisu...jangan paksa diri kamu."

"Nggak, Yeji." Tarikan napas dalam beberapa kali Lia lakukan untuk menenangkan dan menyiapkan diri. Setelah merasa lebih baik, ia mulai bercerita.

"Dulu...waktu aku umur sebelas tahun, aku diculik oleh sekelompok orang suruhan rival bisnis papa. Sebelumnya papa sering memperingati aku buat nggak pergi keluar rumah tapi aku berontak. Suatu hari aku cuma ngajak salah satu pengasuh yang aku percaya dan dekat banget sama aku ke taman dekat rumah. Tentu aja kita menyelinap biar nggak ketahuan penjaga. Di taman itu...yang kebetulan sepi, mereka datang. Aku dibekap, dibawa masuk ke van, sementara pengasuhku ditinggalin di taman dalam keadaan pingsan. Aku benar-benar nggak tahu dibawa kemana, berapa lama...yang jelas aku dikurung di suatu ruangan yang gelap banget, cahaya matahari nggak nembus. Aku takut, nangis, dan mereka selalu gedor atau nendang pintu sambil teriak-teriak tiap dengar tangisan aku. Setiap hari mereka gituin aku...a-aku..."

Air mata tumpah membasahi pipi diiringi isakan tertahan. Yeji membawa Lia ke dalam pelukannya, mengusap punggungnya untuk menenangkannya, tidak peduli pundaknya mulai basah. Hanya sebentar saja sebab Lia seperti berusaha tegar, menghapus air mata kasar dan menarik napas dalam agar tidak sesenggukan.

"Semenjak itu..aku selalu takut sama gelap dan suara-suara yang ada di saat gelap. Mulai saat itu aku juga berpikir dunia bisnis itu kejam dan aku sebenarnya nggak mau sama sekali terjun ke dunia bisnis karena aku tahu aku bakal sial. Buktinya? Aku ketemu Somi, aku nggak bahagia sama pekerjaan aku, masalah terus-terusan ada...rasanya capek."

"Tapi selama kita hidup masalah memang selalu ada. Itu bagian dari kehidupan yang nggak bisa terpisahkan, bukan?"

"Yeah...but, semenjak aku ketemu Somi aku merasa hidupku nggak lebih baik dari sebelumnya." Lia menghela napas kasar, matanya jauh menerawang walaupun yang terlihat sekarang ia hanya sedang memandang langit-langit kamar.

"Sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan dia...kalau aku boleh tahu?"

Lia mulai menceritakan bagaimana kisah cinta sekaligus pengalaman buruknya bersama Somi. Semua diceritakan tanpa ada yang terlewat. Beruntung ia bisa menguasai diri sehingga cerita yang menyebabkan memori lama terkenang tidak membuat mentalnya bergejolak. Kata-kata dari psikolog yang telah membantunya pun terngiang dan ikut andil menjaga kestabilan mentalnya. Usai bercerita, Lia menghela napas perlahan. Ia bisa melaluinya, ia sudah baik-baik saja.

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang