12

5.7K 644 225
                                    

Lia POV

Mencintai atau dicintai?

Pertanyaan klasik.

Aku pribadi lebih sering mengalami yang kedua. Dicintai.

Tidak seenak yang dikatakan orang. Mereka yang mengaku mencintaiku sesungguhnya menginginkan sesuatu dariku. Entah harta, reputasi, sanjungan...

Mencicipi tubuhku.

Sebagai orang yang mudah menilai seseorang, aku menjadi pribadi idealis. Aku ikuti permainan mereka tetapi aku tidak benar-benar terkesan dengan perlakuan mereka. Sisi diriku yang ini tidak disukai Yuna. Dia tidak suka aku mempermainkan orang.

Bukankah mereka juga sama? Mereka yang memulai duluan.

Lalu aku bertemu seorang perempuan ras campuran bernama Jeon Somi.

Jeon Somi biadab itu.

Sejak awal aku tidak percaya padanya. Gelagat dan pembawaannya sangat mengganggu batinku yang terus menerus menjeritkan peringatan bahaya. Namun, aku yang dulu masih mencari jati diri, labil, dan belum stabil dari segala hal terbuai mulut manisnya.

Aku akui dia pernah memberi warna pada hari-hariku saat aku masih menempuh studi sarjana. Pada periode itu, aku yang notabene tidak ingin mengambil jurusan bisnis tetapi dipaksa, hidup sendiri di negeri asing, sejujurnya sering mengalami mental breakdown. Kebetulan Somi juga belajar di tempat dan jurusan yang sama, hanya berbeda kelas. Kegigihannya untuk mendekatiku membuatku berpikir dua kali mengenai pandanganku terhadapnya. Waktu itu aku berpikir, bisa jadi aku salah menilainya, bisa jadi pandanganku kali ini salah.

Akhirnya aku memberinya kesempatan untuk masuk dalam hidupku. Dia luar biasa senang dan membuktikan dirinya benar-benar pantas di sampingku. Dia membahagiakanku dengan berbagai cara yang semua perempuan idamkan.

Salah. Keputusanku salah.

Seiring berjalannya waktu sebagai pacar Somi, mataku terbuka. Semua momen manis hanya terasa di awal pacaran. Semakin jauh, ia selalu menuntut--bukan meminta lagi, berbagai macam hal dariku. Salah satunya aku harus memanggilnya 'daddy' . Awalnya aku mencoba mengerti selama itu hanya sebatas panggilan. Ternyata aku berpikiran sempit sekali.

Satu hal yang paling membekas dalam pikiranku adalah saat di mana dia memintaku untuk have sex dengannya. Dikarenakan beban pikiran yang menumpuk dan bujuk rayu yang seperti hipnotis, aku menyanggupi permintaannya. Somi lebih mendominasi selama kami melakukannya. Semuanya berjalan normal, aku kira begitu.

Bukan sekali atau dua kali, sudah berkali-kali kami melakukannya dan semakin lama ia menjadi sosok yang tidak aku kenal. Dia mulai sering memerintahku melakukan ini-itu, menjadi kasar dari segi tindakan dan omongan, mengatai aku 'bitch', bahkan memaksa terus melakukannya jika aku sudah kehabisan tenaga.

Tak lupa dia selalu memerintahku memanggilnya 'daddy' selama kami melakukannya. Dia sangat puas jika aku memohon-mohon darinya.

Bagaimana jika kalian berada di posisiku? Aku kalut ditambah banyak tekanan. Memang aku tidak punya teman di sana? Ada, tapi bukan orang yang bisa diajak berbagi.

Chaeryeong dan Yuna sempat khawatir aku tidak merespon pesan dan telepon mereka selama satu bulan penuh sehingga mereka tanpa sepengetahuanku pergi ke Amerika untuk melihat keadaanku. Mereka berdua adalah orang yang paling aku sayangi. Sederhananya, aku tidak mau menjadi beban mereka. Aku ingin mereka selalu bahagia, menjalani kehidupan dengan tenang, tapi mau bagaimana lagi. Tersudutkan, tidak punya pilihan lain selain mengaku, aku menangis menceritakan apa yang terjadi pada mereka.

Ah, aku sangat lemah.

Aku terpaksa meminta mereka untuk tidak menceritakannya pada siapapun karena aku ingin memikirkan alternatif penyelesaian masalahku itu terlebih dahulu. Mereka setuju walaupun berat hati.

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang