Sebelum baca, ada baiknya dilihat buku ini udah aku kasih warning mature content (kalo buka bukunya ada keterangannya di bawah sinopsis). Dosa ditanggung sendiri ya wahai adik-adik :p
Author POV
Yeji tahu Lia begadang semalaman.
Tuntutan pekerjaan. Cangkir putih polos dengan cairan hitam kecoklatan memenuhi satu perempat gelas; dingin dan pahit. Entah berapa kali diisi ulang. Mata sendu kurang tidur dan laptop masih tegak berdiri dalam mode sleep. Si empunya baru mendapat kesempatan beristirahat dini hari. Sampai sang surya tegak tinggi ia masih saja di dalam kamar.
Yuna pun sama.
Entah apa yang dilakukan anak itu di kamar bos. Entah jam berapa anak itu kembali. Matanya terpejam damai bak putri tidur di negeri dongeng. Satu kekurangannya, cairan bening membentuk sungai kecil di sudut bibirnya.
Kau tidak akan terlalu peduli pada kekurangannya itu karena visual seorang Shin Yuna yang setara dewi khayangan.
Baru saat sarapan pagi diantar ke dalam kamar kedua "kakak-beradik" itu akhirnya bangun. Momen makan bersama itu seharusnya sunyi, terkecuali denting alat makan dan piring yang saling beradu. Namun, yang termuda di antara bertiga selalu punya sesuatu untuk memecah keheningan dan memberi warna pada hitam putih. Yeji tidak banyak bicara karena ia sejujurnya tidak pandai mencari topik, canggung, sungkan, dan memilih fokus mengisi perut. Kalau Lia lebih sederhana: lelah.
Usai makan semuanya kembali pada kegiatan masing-masing. Di sela-sela bermain gawai, Yeji mendapat interupsi.
"Kak Yeji, Yuna mau minta tolong. Boleh?"
Yeji menoleh. "Mau minta tolong apa?"
"Ajak kak Jul kemana gitu, kak. Dia 'kan udah kerja mulu tuh, biar bisa refreshing. Mau, ya?"
"Loh, kenapa nggak kamu aja?"
Yuna menggeleng kuat-kuat. "Aku nggak bisa. Pokoknya nggak bisa. Pleeaasseee, kak."
Kalau Yuna sudah merengek benar-benar susah untuk menolak. Yah, Yeji juga tidak ada niatan menolak. Lagipula bukan permintaan aneh atau susah. Yeji mengangguk lalu beranjak untuk bersiap-siap.
Beberapa menit kemudian, sudah wangi dan rapi, Yeji menuju kamar bosnya. Pintu kamar Lia sudah diketuk beberapa kali tetapi tidak kunjung ada sahutan. Alisnya mengkerut kebingungan.
"Yun, bos lagi keluar ya?" Yeji menghampiri Yuna. Kebetulan anak itu sedang berkutat dengan oven di kitchen counter.
"Nggak kok. Masuk aja, pintunya nggak dikunci."
Yeji ber-oh ria.
Ia kembali ke depan pintu kamar Lia. Mengetuknya sekali lagi walaupun ujung-ujungnya hasilnya tetap sama. "Aku masuk, ya. Permisi.."
Di dalam kamar sunyi. Yeji mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar untuk mencari sosok bosnya. Hasilnya nihil. Kakinya membawanya masuk lebih dalam menuju tempat tidur, mencari-cari di bawah tempat tidur, siapa tahu bosnya ada di sana.
Tidak ada juga.
Suara pintu terbuka sontak mengarahkan kepalanya ke arah sumber suara. Dari balik pintu kamar mandi, Lia yang mengenakan mantel mandi yang agak kebesaran dengan rambut yang basah muncul. Yeji menatapnya seksama dari atas ke bawah. Kejutan! Entah ini bisa dibilang beruntung atau sial, wanita bermata sipit itu dapat melihat belahan dada bosnya dengan jelas.
"Sejak kapan kamu di sini?"
Lia menatapnya intens sambil berjalan perlahan mendekatinya. Jarak mereka terkikis, Lia berdiri cukup dekat di depannya. Yeji dapat mencium bau shampo yang kuat. Entah kenapa terasa memabukkan. Rasa panas menyerang kedua pipinya, memberikan efek merona kentara pada kulit putihnya. Jangan tanya jantungnya. Organ itu bergemuruh sedari matanya bertemu dengan manik milik bosnya. Alhasil dia hanya bisa meremas tangannya yang berkeringat dan membuka-tutup mulutnya. Seperti orang bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bossy
Fanfiction"...panggil saya nona Julia." Gaji besar sebanding kerja bersama bos seperti nona Julia? Masih muda dan cantik, tapi Yeji ragu dengan sikapnya yang sulit dikompromi. Bertahan atau berhenti? Atau pilihan ketiga: memahami bosnya itu dan cari titik lem...