7

7K 724 159
                                    

Lia POV

Choi Julia. Dua puluh lima tahun. Anak pertama dari dua bersaudara. Tahun ini diangkat menjadi CEO perusahaan keluargaku. Alasannya karena aku lulusan Harvard University of Business School dan menggantikan posisi papa yang permanen pensiun.

Aku BUKAN pewaris.

Hari pertama bekerja aku tidak menyangka bertemu seseorang yang langsung membuatku ambyar. I mean, selama ini aku sudah menentukan prinsip-prinsip untuk menghadapi dunia orang dewasa dan menjadi pribadi yang lebih baik. Nyatanya, orang itu membuatku lupa kontrol diri. Huh, Hwang Yeji si manajer marketing itu.

Pertama kali aku melihatnya, dia memiliki impresi badass. Aku yang selalu mengobservasi orang dan mudah mengetahui karakteristik seseorang dari pandanganku tahu bahwa itu sisi profesionalnya. Entahlah, aku merasa dia sangat menarik dan punya sisi lainnya yang bertolak belakang. Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya.

Matanya itu...memikat sekali. Melambungkan rasa penasaranku.

Kutatap lama, aku perlakukan dingin, ternyata benar. Lama kelamaan sisi lainnya terkuak.

Hal yang paling memalukan adalah saat aku memecatnya dan tidak sengaja berperilaku agresif. Oh dear God. Semuanya karena aku terlalu penasaran akan bau tubuhnya, reaksinya, dan tingkahnya yang kikuk itu begitu menggemaskan. Dia seperti anak kucing!

Aku aneh, ya? Hanya karena seorang Hwang Yeji aku menjadi tidak waras.

Aku menceritakan kejadian itu pada Yuna. Awalnya aku tidak mau. Tidak kuat menanggungnya sendiri, akhirnya aku buka suara.

Apakah kalian tahu reaksinya? Dia bilang,

"Iihhh kak Jul nggak gitu caranya. Baru ketemu main pepet-pepet aja. Mana pepetnya kak Jul tuh paling beda dari semua orang. Ingat prinsip kakak! Jangan terlalu kelihatan kalau kakak tertarik sama dia. Bersikap normal tapi lakuin hal-hal kecil yang berarti. Coba lakuin itu dulu."

"Kakak ingat umur, ya. Jangan nambah daftar boneka-bonekaan lagi. Kalau mau serius lakuin yang benar. Kalau nggak mau ditinggal lagi, kakak harus kenal dia dengan benar."

Anak itu memang sering cengengesan tapi kalau soal hati dia ahlinya.

Aku ikuti saran Yuna. Di hari pertamanya bekerja sebagai personal assistant, aku sengaja menolak kopi buatannya biar dia yang minum. Alasannya karena menurut pandanganku dia bukan tipe orang yang suka minum kopi setiap kerja--Anyway, pandanganku tidak pernah salah. Dengan begitu, dia tidak akan mengantuk selama bekerja sebagai asisten yang tentunya menguras banyak tenaga melebihi posisinya yang dulu. Aku juga menyuruhnya lari-lari demi satu cup iced americano agar pikirannya lebih fresh.

Aku sempat kesal waktu dia menelpon Yuna untuk menanyakan shot. Kenapa bukan aku, sih?

Oh ya, sebelum dia kuangkat menjadi asisten pribadi dan memanggilnya datang ke kantor sehari sebelumnya, dia datang memakai kacamata hitam. Dia terlihat sangat keren. Lucunya, aku menduga apa penyebab dia memakai benda itu dan benar saja, matanya bengkak sehabis menangis karena dipecat. Aku ingin sekali memeluknya! Tapi tidak bisa. Waktu itu aku juga kedapatan menyentuh bibirnya. Dengan telunjuk saja aku deg-degan hebat, bagaimana kalau dengan bibir? Hwang Yeji is really hard to resist.



■■■■■



Aku mengajak dua pekerja baruku ikut perjalanan bisnis. Mereka butuh belajar banyak. Selain itu, papa memintaku untuk mengecek langsung perkembangan di sana.

Malam sebelum kami berangkat, jujur, aku sangat gugup. Bagaimana tidak? Hwang Yeji akan menginap di rumahku! Aku berusaha bersikap normal dan berpenampilan tidak mencolok saat ia datang. I swear, dia terlihat cuddly dengan wajah polos, oversized hoodie, rambut yang sedikit berantakan dan basah akibat hujan. Aku tidak tahan. Pipiku memanas. Lebih baik aku pergi demi kesehatan jantungku. Biar Yuna yang mengurus sisanya.

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang