16

6.6K 600 395
                                    

Perkembangan pemulihan luka-luka pada tubuh Yeji menunjukkan kemajuan yang pesat. Selama proses pemulihan, Ryujin, Chaeryeong, dan Yuna selalu menemaninya. Lia yang sudah resmi menjadi kekasihnya juga ingin merawat Yeji seperti yang lainnya tetapi ditolak sendiri oleh yang sakit karena Lia harus mengutamakan kewajibannya sebagai pemimpin perusahaan. Hanya sesekali--seperti di hari Sabtu dan Minggu atau hari biasa saat pekerjaannya lebih cepat selesai--Lia akan berkunjung ke rumah sakit.

Kalian pikir, Lia senang dengan hal itu? Tidak sama sekali. Ia protes bahkan akan meminta papanya mencarikan pengganti selama ia merawat Yeji. Namun, tatapan tajam kucing kekasihnya membuatnya patuh. Ya, Yeji mulai berani menunjukkan sisi lain dirinya itu. Jangan salahkan ia sebab Lia terus merengek walaupun Yeji sudah memintanya--bahkan memohon secara baik-baik.

Hari ini, hari Minggu malam yang tenang di akhir tahun, Lia tidak henti-hentinya menghela napas. Sebagai pasangan baru mereka melewatkan satu momen sakral bagi pasangan, yaitu natal. Dengan kondisi Yeji yang masih belum pulih total sepertinya harapan Lia untuk menghabiskan waktu romantis di malam tahun baru pun harus pupus. Senyum sedih terukir seiring tangannya mengusap pipi kekasihnya yang sedang tertidur.

"Hm..."

Lia menghentikan kegiatannya saat Yeji membuka mata perlahan. Belum sadar sepenuhnya, Yejinya itu malah berusaha untuk duduk. Lia langsung memegang pundaknya untuk menahannya.

"Yeji istirahat lagi."

"Nggak mau." Yeji bersuara parau. "Aku udah tidur seharian. Kamu kapan sampai?"

Lia menghela napas, tidak suka jika Yeji mulai membantah dan berbuat sesukanya. Namun, Lia terlalu lelah untuk berdebat. Hari ini kegiatan Lia cukup padat walaupun hari Minggu. Keluarga besarnya mengadakan pesta akhir tahun bersama di rumah kakek dan nenek dari pihak papanya di Daegu. Ia tidak mengikuti rangkaian acara sampai akhir, rela pulang lebih awal karena memang ingin menghabiskan waktu bersama Yeji. Lagipula sepertinya Yeji berkata jujur.

Lia kembali duduk di kursi samping tempat tidur. Yeji menggenggam tangannya sembari tersenyum.

"Barusan."

Semarak letupan kembang api mulai terdengar di luar. Tiba-tiba Yeji bergerak susah payah turun dari kasur yang agak tinggi. Lia sontak berdiri lagi ingin menahannya.

"Kamu mau ngapain sih?!"

Lia tidak sadar nada bicaranya meninggi. Yeji berhenti sebentar, mencerna perilaku yang tidak terduga itu, tetapi kemudian berhasil turun dengan baik-baik saja. Ia mengusap-usap pundak kekasihnya lembut agar merasa lebih tenang.

"Aku nggak apa-apa, Jisu. Jangan khawatir, oke?"

"Gimana bisa aku nggak khawatir coba?"

"Ikut aku yuk."

"Hwang Yeji, aku serius."

Yeji tertawa kecil lalu menarik tangan Lia menggunakan satu tangan sementara tangan lainnya ia gunakan untuk mendorong tiang infus.
"Kita akan baik-baik aja. Jisu percaya sama Yeji, 'kan?"

Pertanyaan itu lagi.

Tanpa perlu diragukan, Lia percaya dengan Yeji. Sudah jelas, bukan? Jika tidak mereka tidak akan pernah bersatu. Satu hal yang membuatnya terdiam adalah risiko yang mungkin akan terjadi jika ia mengiyakan ajakan kekasihnya. Permintaannya sederhana saja, ia ingin Yeji cepat sembuh, tidak banyak melakukan aktivitas yang memperlambat kesembuhannya, dan bersabar hingga waktu itu tiba.

Melihat sang pacar terdiam, Yeji membawa tangan Lia mendekati bibirnya. Ia ciumi buku-buku jarinya dengan lembut. Lia akhirnya luluh juga, memutuskan untuk setuju dan mengawasi Yeji selama mereka pergi entah melakukan apa nanti.

BossyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang