Ryujin menginap di apartemen Yeji lantaran kondisi psikis sahabatnya yang kurang baik. Sekarang mereka hanya menatap kosong plafon kamar sambil rebahan dalam diam. Sejujurnya Ryujin ingin mencoba memberikan persuasi agar Yeji memikirkan ulang keputusannya yang tidak mau kembali pada Lia. Namun, ia sendiri masih berpikir bagaimana menyusun kata-kata yang baik.Malam semakin larut, masih tidak ada yang mau membuka pembicaraan, saling sibuk dengan pikiran masing-masing. Pikiran Yeji dipenuhi banyak memori yang ia lewati bersama Lia, seperti memutar ulang tape. Bagaimana ia mengingat berbagai ekspresi mantan kekasihnya yang menurutnya semua cantik.
Lalu memori Lia menangis di mobil muncul. Sontak jantungnya seperti dihujam belati, matanya panas, tapi Yeji berusaha untuk tidak menangis. Baginya ia tidak berhak menangis karena ia yang bersalah di sini. Semua kesalahan ia yang melakukannya."Tidur, Jin."
Cara paling ampuh menyembuhkan luka hati yaitu dengan menenggelamkan diri di lautan kegelapan, bukan? Pergi dari dunia sekejap saja. Pergi ke alam mimpi dan berharap Lia tidak ada di sana. Semoga.
Ryujin masih ingin menyadarkan Yeji. Ia pikir, sekarang atau tidak sama sekali. Jika tidak sekarang Yeji akan susah diberi tahu ke depannya sebab Yeji adalah tipe yang jika sudah menentukan sesuatu akan susah digoyahkan. Maka dari itu, mumpung sahabatnya itu masih di zona abu-abu lebih baik sekarang.
"Sebentar, aku mau tanya."
"Tanya apa?"
"Kamu nggak mau perjuangin bos? Apa kamu yakin?"
Yeji melirik Ryujin tak yakin.
"Tentu aku mau tapi...apa gunanya perjuangin..kalau dia udah nggak percaya aku?"Ryujin bangkit dari posisi berbaring, mengepalkan tangan.
"For fuck's sake kamu itu yang kurang percaya sama diri sendiri! Si Jiwon itu udah bikin kamu jadi begini. Dengar ya, si bos itu udah jatuh cinta sama kamu dari awal ketemu kamu. Dia cinta banget sama kamu! Percaya, dia itu pasti susah move on dan pasti berharap kamu kejar dia. Come on, bro!"Diamnya Yeji memberi secercah harapan, pertanda ia memikirkan dan mempertimbangkan saran itu, membuat Ryujin sedikit lega.
"Tapi...Jisu udah nggak percaya aku, Jin. Dia bilang dia nggak tahu apa yang harus dia percaya dan nggak berharap banyak kami balikan.."
"Kalian itu cuma salah paham, Ji. Lagian cewek itu suka muna, bilangnya nggak berharap tapi sebenarnya tuh berharap. Ngertiin dong kodenya, Yeji sayangg."
Yeji terdiam lagi, dipastikan sedang berpikir. Saat Ryujin sudah terlalu geregetan dengan sahabatnya, ia buka suara lagi.
"Kamu kapan sih jadinya ketemu si Jiwon? Jangan bilang belum ngomong atau aku tampol."
"Aku udah chat dia minta ketemu besok dan dia setuju."
"Nah ya udah, habis kamu putus dengan benar kamu datangin tuh rumahnya si bos dan jelasin semuanya."
Yeji membalikkan badan membelakangi Ryujin. "Iya, aku usahain. Udah ya aku mau tidur."
Yeji lelah dengan semuanya, termasuk dirinya sendiri.
"Eits sebentar! Waktu kamu pergi berdua sama si bos nggak ada apa-apa? Kamu belum cerita secara detail deh."
Yeji membalikkan badan untuk kedua kalinya, matanya sendu dan berair. Ryujin menjadi panik dan seketika tahu ada yang tidak beres, menduga bisa jadi akar permasalahan mantan sepasang kekasih itu bermula dari sana. Ia mendekat untuk mengusap kepala sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bossy
Fanfiction"...panggil saya nona Julia." Gaji besar sebanding kerja bersama bos seperti nona Julia? Masih muda dan cantik, tapi Yeji ragu dengan sikapnya yang sulit dikompromi. Bertahan atau berhenti? Atau pilihan ketiga: memahami bosnya itu dan cari titik lem...