16

64.1K 2.9K 78
                                    

Selama seminggu ini Cevilla dan Mocha giat belajar untuk mendapat nilai bagus. Tentunya dapat motivasi dari masing-masing seseorang.

Sebenarnya Mocha tidak menaruh perasaan lebih pada tetangganya, Radith. Dia sudah menganggap Radith sebagai kakak kandungnya sendiri. Terlebih, Mocha anak tunggal. Maka dari itu, dia lebih sering bermain bersama Radith sejak dari kecil. Keinginannya untuk jalan-jalan bersama Radith sehabis ujian adalah hal yang di tunggu-tunggu. Karena kapan lagi ia menghabiskan waktu dengan Radith? Apalagi Radith sudah kelas 12 yang artinya untuk semester selanjutnya akan sibuk dengan ujian dan sedikit waktunya untuk Mocha.

Ngomong-ngomong soal jalan, Cevilla tidak kalah semangatnya. Dia belajar dan menghafal tiap hari untuk mendapat hasil yang memuaskan. Karena dia sudah menanti acara jalan-jalannya bersama Afga nanti sesudah Ujian. Tapi tentu saja hal ini menjadi rahasia, Mocha juga tidak tahu tentang hal ini.

Dan hari terakhir ujian pun tiba. Saat guru pengawas keluar dari kelas, anak-anak yang berada di dalam kelas XII Social 1 bersorak gembira melepas penat yang di alaminya selama seminggu. Banyak dari mereka yang langsung refreshing menuju cafe, mall, tidur untuk besok dan masih banyak lagi.

Cevilla sendiri tentu bahagia, banyak soal yang mudah Cevilla jawab. Di tambah Kakak kelas di sampingnya yang sedikit menghibur saat dirinya sudah frustasi mengerjakan soal.

Cevilla keluar dari kelas dan berjalan di koridor. Melihat banyak anak-anak yang wajahnya berseri-seri atau pun lelah.

Jam setengah tiga sore. Cevilla menuruni tangga dan menghampiri kelas tempat ujian Mocha.

Di lihat isi kelas namun tidak menemukan Mocha. Lalu ia mencegat Sandri yang kebetulan satu kelas dengan Mocha.

"Sandri."

Sandri menoleh, wajahnya tampak lelah. Namun kembali cerah saat melihat Cevilla. "Eh, Villa. Ngapain di sini? Nyari gue, ya? Gak bisa lama lama jauh dari gue, ya? Hehe.."

Cevilla menatap malas Sandri. "Gue nyari Mocha. Lo liat, gak?"

"Oh, tadi dia langsung melesat pas guru keluar. Katanya sih udah ada papanya, terus nitip bilangin ke lo."

Cevilla mengangguk. "Oke, makasih." Lalu ia berbalik.

Baru saja maju satu langkah, Cevilla kembali berbalik dan berucap, "Lo langsung tidur aja, San. Mata lo keliatan capek."

Sandri mengulum senyumnya. "Cie... Cevilla pengertian, deh."

"Bukan gitu! Soalnya mata lo udah kayak vampir. Gue malah takut liat muka lo," ujarnya lalu berbalik meninggalkan Sandri.

"Makasiiih, Vilaaaa!" teriaknya.

Cevilla kembali berjalan di koridor. Tangannya memasang headset dan memutar lagu untuk menemaninya.

Dan saat Cevilla keluar dari gedung sekolah, pundaknya di tepuk oleh seseorang dari belakang. Cevilla berbalik seraya melepas headsetnya.

"Gue tau ini terlambat. Tapi gue mau tanggung jawab."

Cevilla melotot. Tunggu, tanggung jawab? Cevilla rasa dia tidak pernah hamil atau pun kecelakaan.

"Eh, maksud gue.. Tanggung jawab soal hp lo yang waktu itu retak karena tabrakan sama gue."

Cevilla menghela nafas lega, memang sudah kebiasaan Cevilla, berpikir jauh yang buruk.

"Gak papa, Kak. Lagian-"

"Gue tanggung jawab. Lo ikut gue sekarang, kita ke tukang service Handphone."

**

Cevilla [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang