12

66K 2.9K 117
                                    

Pukul 18.45 WIB.

Gadis itu memakai kaos dan celana panjangnya. Di tambah jaket biru dan sepatu kets berwarna putih.

Mata sembabnya sudah ia tutupi oleh sedikit make up. Mata sembab yang terjadi karena telah menangis kencang beberapa jam yang lalu.

Dengan sentuhan terakhir, Cevilla mengoles lip balm pada mulutnya. Pada dasarnya bibir Cevilla memang sudah berwarna merah jambu. Dan hanya di poles sedikit lip balm pun sudah cukup.

Tidak lupa ia mengikatkan rambutnya menjadi ponytail. Dengan poni tipis yang menutupi dahinya. Ciri khas dari seorang Cevilla.

Cevilla berdiam cukup lama di depan cermin. Melihat penampilannya dengan tidak minat dan tidak bersemangat.

Namun, suara dering telepon membuatnya menoleh. Di gesernya tombol hijau dan menempelkan handphonenya pada samping telinga.

"Cha?"

Tangannya mengambil tas selempang kecil guna menyimpan lip balm dan powerbank serta kebutuhan simple lainnya.

"Lo udah siap belum? Gue udah di depan rumah lo nih. Kita langsung cabut aja, gue udah laper."

Tiiin... Tiiiin.... Suara klakson motor matic terdengar.

"Iya. Ini gue udah turun. Tungguin."

Lalu sambungan terputus.
Cevilla menutup pintunya dan membuka pintu kamar Galang.

Di sana terlihat Galang tengah bermain game di laptopnya. Matanya ke arah pintu kamar, tepatnya melihat sang Kakak.

"Tumben rapih, Kak."

"Lang, gue pergi sama Mocha dulu. Eh, penampilan gue berlebihan, gak?"

Galang menggeleng. "Udah mantep kak! Widih.. Kaka gue cantik juga ternyata. Nanti pulangnya jangan lupa bawain makanan," ujarnya seraya memberikan jempol.

"Ma.Ka.Sih," kata Cevilla memutar bola matanya malas. Adiknya ini terlalu berlebihan. Ia menutup kembali pintu kamar dan mulai turun menuruni tangga.

**

"Lo baru sembuh dari sakit malah makan yang pedes-pedes," cibir Cevilla memperhatikan Mocha tengah makan Mie bakso di pinggir jalan.

Mocha mengedikkan bahunya dan kembali fokus makan. Ia mendongak melihat Cevilla yang tidak bersemangat. "Vill, baksonya gak lo makan? Gak enak?"

Cevilla menggeleng. "Gue lagi bad mood aja, Cha."

Mocha terkekeh geli. "Ya ampun... Jadi, anak bunda lagi galau, nih? Tumben banget, masalah apaan?"

Cevilla menatap Mocha, tangannya terangkat mengambil sumpit dan mulai mengaduk aduk mie terlebih dahulu. "Lo gak perlu tau."

Mocha mencebik sebal. "Yaelah, pelit amat. Kenapa sih, Vill? Masalah cowo?"

Cevilla sempat terhenti, lalu kembali memakan Mie. Di sruput Mienya dengan cepat dan kembali berbicara. "Cha. Kalau ada cowo sama cewe berpelukan itu tandanya apa, ya?" tanyanya pelan.

"Serius masalah cowo?!"

"Apa sih, Cha. Gue cuman nanya."

Mocha menggeleng tegas. Di simpan garpunya dan mulai memperhatikan Cevilla dengan lekat. "Gak, gak, gak! Gak mungkin lo cuman sekedar nanya. Pasti ada something di sini. Selama gue gak masuk ada apa sih sebenarnya?"

Cevilla memutar bola matanya malas. "Enggak ada. Yaudah lah tinggal jawab aja yang tadi."

Mocha kembali menormal kan tindakannya. Ia kembali mengambil sumpit. "Pasti ada something di antara mereka. Bisa jadi kan, mereka lawan jenis yang ternyata adik kaka. Atau sahabatan. Tapi, orang pacaran juga pelukan, sih," jawabnya.

Cevilla [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang