Cevilla duduk di bangku taman dengan tangan yang memegang ice cream coklat.
Di sampingnya ada Afga yang sedang meminum kopi cup. Mereka masih berbicara banyak hal. Afga juga sedikit terbuka pada Cevilla. Dia bercerita memiliki adik dan bundanya yang cerewet. Membicarakan adiknya yang nekat mencuri buah mangga tetangga di sebelahnya, dan lain-lain.
Sampai akhirnya Cevilla lelah tertawa dan menepuk-nepuk pahanya.
"Udah deh kak, jangan buat aku ketawa terus."
"Kan bagus, bisa buat lo bahagia."
Cevilla mendelik tajam pada Afga. "Ya enggak terus menerus. Ini perut aku sampe sakit, lho."
"Minum obat."
"Yee... bukan sakit gitu maksud nyaaa."
Dan candaan mereka berlangsung hinhga pukul lima sore. Melihat awan yang sudah mulai berubah warna dan di ujung, langit sudah berwarna orange.
Cevilla membuang sampah ice cream dan membuka handphonenya yang tidak tersentuh selama seharian ini kecuali saat foto bersama dengan Afga. Itu juga karena paksaan dan hasilnya hanya dapat satu. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Cevilla punya, walau hanya satu.
Afga juga sudah selesai menghabiskan kopinya. Entah kenapa Afga sangat suka kopi. Berbagai macam kopi mungkin sudah Afga coba.
"Vill, gue mau ngomong."
Cevilla yang sedang memainkan handphone menjawab tanpa menoleh, "Itu udah ngomong."
"Bukan yang ini. Liat ke arah gue dulu, Villa."
Seketika Cevilla berdegub. Tunggu, situasi macam apa ini?
"Serius amat, Kak," ucap Cevilla tertawa hambar dan menutup handphonenya, lalu menghadap ke samping.
"Gue emang mau serius, Vill."
Ayolah, Jantung Cevilla berdetak lebih cepat. Tunggu, apa jangan jangan Afga minta putus? Please, kenapa Cevilla selalu berpikir negative thinking terlebih dahulu?
Cevilla meneguk ludahnya dengan susah payah. "Ngomongin apa, Kak?"
"Gue emang ngajak lo backstreet tapi bukan malah lo seenaknya, Vill," ujar Afga pelan. Tak ada nada emosi dalam bicara. Rautnya biasa saja namun menatap lekat ke mata Cevilla.
"Maksud, Kak Afga?"
"Sebenarnya gue gamau ngomongin ini. Tapi kayaknya ini udah keterlaluan, Vill," kata Afga, "lo ada hubungan apa sama Radith?" sambungnya.
Kali ini kening Cevilla berkerut. "Kak Radith? Apasih maksud Kak Afga? Aku gak ngerti."
Decakan terdengar dari bibir Afga. "Udah lah, gak usah ngeles."
Biasa saja namun menyakitkan. Itulah kalimat yang baru saja Afga lontarkan. Hati Cevilla tiba-tiba menciut mendengar ucapan Afga.
"Apa sih, Kak?"
Afga menghela nafas jengah dan bersandar pada punggung kursi. "Kemaren gue liat lo boncengan sama Radith keluar sekolah, terus setelah itu ngeliat lo bareng Radith lagi makan di mall. Ini maksudnya lo lagi embat teman gue?"
Deg
Sakit.
Ucapan Afga sangat sakit. Seolah-olah Cevilla yang jahat disini.
Kenapa harus hari ini? Ayolah, Cevilla tidak ingin bertengkar.
"Aku bisa jelasin, Kak."
"Jelasin gimana, Vill? Jangan pikir gue gak nyadar. Waktu itu juga gue ngelihat lo di bonceng sama pengendara ninja. Sayangnya gue gak bisa lihat wajah nya karena di pakai helm."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cevilla [✔]
Romance#1 in Backstreet [27112019] #1 in Ketus [30112019] #1 in Cuek [03122019] #1 in Baper [03122019] #1 in Nyesek [15012020] #1 in Fiksi [18042020] #1 in Strong [31052020] #1 in Ldr [16082020] #1 in Emosi [07112020] #2 in Konflik [25092020] #3 in Sad...