Hari yang di tunggu Cevilla pun tiba. Hanya dengan balutan hoodie merah muda dan celana jeans serta sepatu putihnya terlihat cocok di tubuh Cevilla yang kecil.
Tas ransel kecil warna coklat putihnya tak lupa ia bawa. Hatinya merasa deg-degan. Terlebih melihat pantulannya di cermin.
Satu hal yang membuat dirinya gugup adalah karena rambutnya. Ya, untuk kali ini saja Cevilla memberanikan diri untuk membuka ikatan rambutnya dan tergerai gelombang di bagian bawah rambut.
Cevilla merasa dirinya berbeda. Poni tipis dan sedikit make up menutupi wajah pucat dan gugup Cevilla.
Anak rambutnya ia selingi ke belakang telinga. "Apa gue berlebihan, ya?" gumamnya tidak Percaya diri.
Cevilla terdiam lagi. Lalu decakan terdengar dari bibirnya. Di raih lah ikat rambut dengan kasar berniat mengucir kembali. Namun suara dobrakan pintu menghentikkan pergerakkannya. Kepala menoleh ke samping.
"KAK, ITU MIE YANG DI DIATAS CANG-" ucapan Galang terpotong. Terbelalak melihat Kakak yang berpenampilan berbeda. Walau ia melihat setiap hari Cevilla melepas ikatan rambutnya di rumah, tapi baru kini selama hidupnya, Galang melihat Cevilla menggerai rambut dan wajahnya di poles make up.
"Cang?"
"Cang.... Cang..."
'Cantik!'
Galang berdehem. "Cang- Cangkir maksudnya. Ekhem. Tumbenan kak, Mau kemana?"
Cevilla meringis. "Gue keliatan aneh, gak?" pertanyaan yang selalu sama ketika Cevilla mau keluar jalan. Selalu saja bertanya pada adiknya terlebih dahulu.
"Iya aneh," jawab Galang membuat mood Cevilla turun.
Lalu ia tersenyum hambar dan berniat melanjutkan mengikatkan rambutnya. "Yaudah, gue ikat lagi aj-"
"Maksud gue. Aneh liat Kakak pake sepatu putih. Lebih cocok yang warna merah, Kak. Sama kayak warna hoodienya," ujarnya kemudian berbalik dan beranjak dari kamar Cevilla. Hampir saja Galang keceplosan. Ayolah, dia sangat gengsi untuk jujur.
Cevilla menunduk, melihat warna sepatu yang belum dia pakai. "Iya juga, ya," ujarnya polos dan kembali menyimpan ikat rambut. Lalu membawa kembali sepatu putihnya dan keluar dari kamar.
**
"Kak Afga dimana, ya?" tanya Cevilla celingak celinguk mencari keberadaan Afga di sisi Taman kotanya ini.
Dia sendiri di bangku taman. Jam menunjukkan pukul 09.55 yang artinya lima menit lagi untuk perjanjiannya bertemu.
Cevilla melirik jam di lengannya. Ia menunduk dan memotret tempat dia berada pada Afga. Agar cepat bertemu.
Tidak dapat mengelak, hatinya berdetak tak karuan. Antara senang dan gugup. Ia kembali melihat pantulan dirinya dari handphone. Memastikan barangkali ada sesuatu yang menganggu di wajahnya.
"Dia dimana, sih?" gumam seseorang yang berada di samping bangku Cevilla.
Cevilla hafal dengan suaranya. Seketika dia mendongak dan menoleh. Wajahnya cerah melihat Afga dengan balutan kemeja kotak kotak dan celana panjang hitam. Di tambah tas kecil di melingkar di dada. Plus wajah putih dengan rambut yang memiliki poni tipis.
Cevilla bangkit dari duduknya. "Kak Afga?"
Afga menoleh. "Ya?" Rautnya terlihat biasa saja, lalu bertanya, "Siapa, ya?"
Cevilla terkejut mendengarnya. Tunggu, dia tidak salah orang. Ini jelas Afga. Apa mungkin Afga pura-pura tak mengenalnya karena ini di tempat umum? Tapi kenapa Afga yang meminta dirinya bertemu di tempat seperti ini? Ayolah, pikiran Cevilla sudah kejauhan dan nyasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cevilla [✔]
Romance#1 in Backstreet [27112019] #1 in Ketus [30112019] #1 in Cuek [03122019] #1 in Baper [03122019] #1 in Nyesek [15012020] #1 in Fiksi [18042020] #1 in Strong [31052020] #1 in Ldr [16082020] #1 in Emosi [07112020] #2 in Konflik [25092020] #3 in Sad...