20

64.2K 3.1K 73
                                    

Keadaan kacau, banyak dari mereka yang bersorak dan tidak melerai. Mereka justru bersorak ramai agar kegiatan adu tojos tetap berlangsung. Di sana terlihat Angga dan satu pria yang merupakan Kakak kelasnya, seragam Angga sudah lusuh, ada bekas darah di sekitar kerahnya. Nafasnya tersenggal-senggal, dan sempat terjatuh jika tidak mengimbangi tubuhnya.

Yang melihat kejadian ini bukan kaum pria saja, ada beberapa perempuan juga disana, hingga ada yang merekamnya lalu menjadi snap. Mereka berteriak alay melihat wajah Angga yang tetap saja keren walau sudut bibirnya sudah berdarah.

Sampai di tempat, Sandri langsung menerobos kerumunan dan meninggalkan Mocha dan Cevilla yang tidak bisa semudah itu untuk menerobos untuk dapat barisan depan.

"Kenapa sih dia," gumam Mocha.

"Berantem sama siapa, Cha?" tanya Cevilla yang berjinjit untuk melihat.

"Mana gue tahu. Gila sih ini, bukannya berhentiin malah di semangatin," ucap Mocha yang sama sedang berjinjit berusaha melihat.

Lalu seseorang datang dari arah belakang dengan Guru BK, Pak Tohir.

"HEI! ADA APA INI!" teriaknya. Mampu menarik perhatian semua orang yang ada di sana. Kegiatan pukul-memukul Angga pun terhenti. Angga berdecak melihat Guru BK menghampiri kerumunan.

Banyak yang sudah beranjak dari sana dan mengeluh kesal karena acara baku hantamnya selesai.

"Kamu lagi, kamu lagi, Angga! Gak capek apa, berantem terus?" sentak Pak Tohir seraya memukul pelan punggung Angga dengan tongkat saktinya.

Angga hanya meringis dan mengalihkan tatapannya, malas. Di punggung Angga, sepertinya terdapat luka. Hal itu terjadi karena di injak oleh Kakak kelasnya tadi.

'Sialan, tongkatnya kayu lagi.' umpat Angga dalam hati.

"Sudah, kalian berdua ikut saya!" ucap Pak Tohir tegas dan memimpin jalan.

Menyisakan Sandri, Mocha dan Cevilla. Mereka bertiga menatap kepergian Angga yang sama sekali tidak menoleh ke arah ketiga temannya itu.

"Lo kok tenang banget sih, liat Angga di tarik ke BK?" tanya Mocha.

Sandri menoleh. "Santai aja kali. Angga udah biasa langganan keluar masuk BK," jawabnya.

"Tadi sama Kakak kelas, kan?"

Sandri mengangguk. "Iya. Hebat emang si Angga, Kakak kelasnya ampe di buat berdarah banyak gitu anjay."

Cevilla menepuk pundak Sandri. "Hebat apanya! Kalau di suruh ganti rugi, gimana?"

Sandri menyengir. "Dia kan holkay. Aman itu. Nyokapnya juga udah bosen ceramahin Angga."

"Holkay mah bebas," timpal Mocha.

"Tapi gue yakin sih, Angga punya alasan kenapa dia baku hantam."

**

"Ngga, lo di skors?" tanya Cevilla lebih dulu menghampiri Angga yang baru saja keluar dari Ruang BK.

Ketiganya tadi menunggu Angga di luar Ruang BK.

Angga menoleh ke samping dan menggeleng. Cevilla dan Mocha meringis melihat luka lebam dan sisi bibir Angga yang robek.

"Itu... sakit gak, sih?" Pertanyaan yang seharusnya tidak perlu di jawab, dasar Mocha.

Angga kembali menggeleng menatap Mocha.

Tapi di lihat dari mana pun, itu pasti sakit. Terlebih sampai robek.

Berbeda dengan Sandri yang berjalan santai dan merangkul Angga. "Kali ini kenapa?" tanyanya.

Cevilla [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang